Berita Nasional Terpercaya

Dokter Gratis Ini Nyata Ada di Kota Solo, Tidak Memungut Biaya Bahkan Menebuskan Resep Pasien

0

Menurut anda, apa maksud dari Dokter Gratis?

Dokter yang akan dibahas di sini adalah dokter yang tidak meminta bayaran pada saat mengobati pasiennya. Tidak hanya itu, dokter tersebut juga bersedia menebus obat bagi pasiennya.

Apakah ada dokter seperti itu?

Lalu, bagaimana ia dapat menebus obat yang dibutuhkan pasiennya sedangkan ia tidak pernah meminta bayaran kepada pasiennya?

Di Solo, ada dokter yang cukup terkenal bernama dr. Lo Siaw Ging. Ia lahir di Magelang, pada tanggal 16 Agustus 1934, tumbuh dalam keluarga pengusaha tembakau keturunan Tionghoa yang moderat. Ayahnya bernama Lo Ban Tjiang dan ibunya bernama Liem Hwat Nio, keduanya memberi kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih apa yang diinginkan. Salah satunya adalah ketika Lo Siaw Ging ingin melanjutkan SMA ke Semarang, karena dia menganggap tidak ada SMA yang kualitasnya bagus di Magelang ketika itu.

Setelah tamat dari SMA, ia menyatakan keinginannya untuk kuliah di kedokteran. Ketika itu, ayahnya hanya berpesan jika ingin menjadi dokter jangan berdagang. Sebaliknya jika ingin berdagang, jangan menjadi dokter. Rupanya, nasehat itu sangat membekas di hati Lo. Maksud nasehat itu, menurut Lo Siaw Ging, seorang dokter tidak boleh mengejar materi semata karena tugas dokter adalah membantu orang yang membutuhkan pertolongan. Kalau hanya ingin mengejar keuntungan, lebih baik menjadi pedagang yang berarti, “Jika ingin kaya jangan menjadi dokter tetapi jadilah seorang pedagang.”

Dr. Lo Siaw Ging menjadi istimewa karena tidak pernah memasang tarif. Ia juga tidak pernah membedakan pasien kaya dan miskin. Ia justru marah jika ada pasien yang menanyakan ongkos periksa padahal ia tidak punya uang. Bahkan, selain membebaskan biaya periksa, tak jarang dr. Lo juga membantu pasien yang tidak mampu menebus resep. Ia akan menuliskan resep dan meminta pasien mengambil obat ke apotek tanpa harus membayar. Pada setiap akhir bulan, pihak apotek yang akan menagih harga obat kepada sang dokter.

Perlakuan ini bukan hanya untuk pasien yang periksa di tempat prakteknya, tapi juga untuk pasien-pasien rawat inap di rumah sakit tempatnya bekerja, yaitu RS Kasih Ibu di Solo. Alhasil, dr. Lo harus membayar tagihan resep antara Rp 8 juta hingga Rp 10 juta setiap bulannya. Jika biaya perawatan pasien cukup besar, misalnya, harus menjalani operasi, dr. Lo tidak menyerah. Ia akan turun sendiri untuk mencari donatur. Bukan sembarang donatur yang akan dicari oleh dr. Lo, melainkan hanya donatur yang bersedia tidak disebutkan namanya yang akan didatangi Dr. Lo.

Dr. Lo tidak hanya sekali waktu saja membantu siapa pun yang membutuhkan pertolongan. Ketika terjadi kerusuhan Mei di tahun 1998, dr. Lo tetap buka praktek. Padahal para tetangganya meminta agar dia tutup karena situasi berbahaya, terutama bagi warga keturunan Tionghoa. Namun, dr. Lo tetap menerima pasien yang datang. Para tetangga yang khawatir akhirnya beramai-ramai menjaga rumahnya.

Alhasil, hingga kerusuhan berakhir dan situasi kembali aman, rumah dr. Lo tidak pernah tersentuh oleh para perusuh. Padahal rumah-rumah di sekitarnya banyak yang dijarah dan dibakar. Kini, meski usianya sudah 81 tahun, dr. Lo Siaw Ging tidak mengurangi waktunya untuk tetap melayani pasien. Setiap hari, Rumah dr. Lo di Jalan Yap Tjwan Bing No 27, Jagalan, Jebres, Solo, tampak selalu dipadati warga yang mengantre untuk berobat kepada dr. Lo Siaw Ging. Jam praktik dimulai pukul 06.00 dan pukul 16.00. Saat siang, ia melayani pasien di R.S. Kasih Ibu di Jalan Slamet Riyadi, Solo. Setelah istirahat dua jam, ia kembali buka praktek di rumahnya sampai pukul 20.00.

Ia menyatakan bahwa selama ia masih kuat, ia belum akan pensiun menjadi seorang dokter. Ia akan merasa puas ketika ia dapat membantu sesama dan hal yang dilakukannya tersebut tidak dibayar dengan uang.

Setelah puluhan tahun menjadi dokter, dan bahkan pernah menjadi direktur sebuah rumah sakit besar, kehidupan dr. Lo tetap sederhana. Bersama istrinya, ia tinggal di rumah tua yang relatif tidak berubah sejak awal dibangun, kecuali hanya diperbarui catnya. Bukan rumah yang megah dan bertingkat seperti umumnya rumah dokter.

Di dunia ini masih ada segelintir orang yang mau mencurahkan hidupnya untuk membantu sesama. Di saat yang lain mengumpulkan materi untuk memperkaya diri. Dr. Lo benar-benar menggunakan ilmu yang dimilikinya hanya untuk kepentingan sosial.  Bagaimana dengan anda? Apa yang dapat anda lakukan untuk membantu sesama?

Leave A Reply

Your email address will not be published.