Berita Nasional Terpercaya

Shibori, Ikat Celup Jepang yang Tetap Diminati Sepanjang Masa

0

HarianBernas.com ? Jika Indonesia mempunyai ikat celup yang dikenal dengan nama jumputan atau tie  dye maka di Jepang juga mempunyai ikatan  celup yang berumur ratusan tahun dengan nama shibori. Dengan melewati berbagai zaman, shibori dapat beradaptasi sehingga bisa bertahan hingga saat ini.

Konon kabarnya, shibori telah ada sejak 1300 tahun yang lalu. Dahulu pemakaian teknik shibori hanya untuk kain sutera saja. Namun saat ini teknik shibori telah diperuntukan juga untuk kain katun yang ternyata mempunyai penggemar yang tak sedikit.

Berdasarkan penuturan Yoshioka Kenji, pengrajin shibori yang berasal dari Kyoto, pemakaian kain katun dalam shibori sejak 400 tahun yang lalu atau jika di dalam periode sejarah Jepang ialah masa Edo.

Baca juga Menyulap Kain Perca Menjadi Hasil Karya dengan Omzet Memukau

Sepanjang perkembangan sejarah jepang, pemakaian teknik shibori ini memang diperuntukkan untuk kain tradisional Jepang yakni kimono. Sampai saat in pengrajin shibori pun masih banyak yang melakukannya untuk membuat kain kimono. Untuk bisa membuat kimono, para pengrajin shibori membutuhkan beberapa bulan lamanya hingga tahunan hanya untuk membuat 1 kain saja.

Di dalam sebuah kain kimono, Yoshioka Kenji mengatakan jika terdapat berbagai macam teknik shibori, bahkan pria yang menekuni kerajinan shibori lebih dari 50 tahun ini menjelaskan jika teknik celup yang satu ini, telah terdapat 50 teknik celup Jepang yang berbeda. Tetapi saat ini hanya dipakai sekitar 30 teknik saja. Hal ini bukan dikarenakan terlalu sulit tetapi  memang sudah tak diketahui lagi bagaimana cara membuatnya.

Teknik shobori yang paling sulit dilakukan ialah honhitta, teknik ini merupakan teknik yang membuat kain terkesan mewah. Bahkan menurut Kenji, sebuah kimono dengan memakai teknik honhitta memerlukan waktu hingga 3 tahun untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu, kimono dengan teknik ini biasanya sangatlah mahal harganya.

Baca juga Limbah Kain, Hasilkan Karya yang Istimewa dan Bernilai Tinggi

Honhitta disebut juga kanoko yang mengandung makna rusa memang telah dianggap sebagai pembawa pesan para dewa. Maka dari itu,  Anda memakai kimono honhitta maka dipercaya jika kimomo tersebut akan membawa kebahagiaan bagi yang memakainya.

Sebenarnya teknik shibori ini bukan hanya mengikat saja, ada juga beberapa teknik lainnya yakni menekan, menjahit, menjepit serta melipat yang dapat menghasilkan pola yang berbeda-beda. ?Terdapat alat yang bernama shibori-dai terbuat dari beragam bentuk, ada juga penjepit. Alat ini sering kami buat sendiri atau memang harus pergi ke tukang kayu.? Ucap Kenji.

Proses dari awal mulanya sehingga menjadi kain berteknik shibori memang dibuat  dengan menggunakan tangan.  Durasi pembuatannya pun bermacam-macam sangat bergantung pada jenis karya yang diinginkan, dimulai dari hitungan hari sampai dengan hitungan tahun.

Walaupun shibori saat ini mulai kekurangan peminat, tetapi para pengrajinnya tetap bekerja untuk menghasilkan suatu karya yang menarik seperti kanji shibori yang terdiri dari kanji benang dan erat yakni menandakan sebuah harapan untuk mempererat hubungan keluarga ataupun kelancaran keturunan. Sehingga melalui karya ini, diharapkan jika shibori selalu lestari dari masa ke masa.

Baca juga Motif Kain Tenun Terancam Punah, Ini Penyebabnya

Adanya upaya pelestarian kerajinan shibori

Memiliki nasib yang hampir sama dengan berbagai kerajinan dan kesenian tradisional di berbagai negara. Kerajinan shibori pun bisa dibilang sedang mengalami masa sekarat dan seperti terlupakan. Bahkan pengrajjn shibori telah mengalami penyusutan karena tak mempunyai lagi penerusnya.

Tetapi masih ada beberapa sentra indusri kerajinan yang berusaha untuk dapat melestarikan kerajinan yang satu ini. Dari Kyoto, keluarga Yoshioka memang selalu menekankan untuk mengenalkan shibori kepada masyarakat Jepang serta dunia melalui Kyoto Shibori Museum sekitar 15 tahun yang lalu. 

Berdasarkan penuturan Kenji, keluarga Yoshioka telah menggeluti shibori selama lebih dari 75 tahun dalam membuat kimono berteknik shibori.

Pada awalnya keluarga Yoshioka mempunyai toko tetapi mereka pun berpikir jika dengan cara ini maka shibori tak berkembang  sehingga akhirnya berdiri museum. Kyoto Shibori Museum telah memperlihatkan berbagai teknik shibori dan telah dirawat dengan baik oleh keluarga ini secara turun temurun.

Baca juga Kain Lukis Asal Solo Sudah Mulai Diekspor ke Singapura, AS, dan Kanada

Pada saat ini, Yoshioka Kenji bersama dengan sang anak yang bernama Yoshioka Nobumasa yang merawat museum tersebut. Sebagian besar isi museum yang letaknya sangat dekat dengan Kastil Nijo (Kastil yang pernah didiami oleh Tokugawa Ieyasu, yakni Shogun di masa Edo di tahun 1868) adalah kimono. Bahkan dalam kastil ini terdapat kimono terbesar dan terpanjang yang pernah dibuat dengan memakai berbagai teknik shibori.

 Di samping itu, cara lain untuk bisa mencegah kepunahan kerajinan shibori ialah memakai museum sebagai tempat workshop untuk anak Sekolah Dasar (SD) supaya bisa menjaga agar setiap generasi mau mengenal kerajinan ini. Selain itu, museum sering sekali membuka pelatihan teknik tie dye kepada masyarakat luas.

Keluarga Yoshioka berpendapat jika kerajinan teknik shibori harus dikenal oleh usia muda hingga tua sehingga semua generasi akan dapat mengenalnya.

“Dari sinilah, teknik yang telah sanggup bertahan selama 1300 tahun ini dapat tetap terjaga dan bertahan di tahun depan.? Ucap Kenji.

Baca juga Gemar bagi-bagikan Kain Tenun Ikat Kediri ke Mancanegara, Istri Bupati Ini Tuai Pujian

Sast ini terdapat sekitar 40 pengrajin shibori yang telah mendukung museum supaya dapat menghasilkan berbagai benda untuk dapat dipamerkan atau dijual. Bahkan selama beberapa tahun terakhir ini bukan hanyan kain kimono saja tetapi berbagai benda lainnya seperti T-Shirt, selendang, gantungan kunci, dompet dan masih banyak lagi.

Sehingga di museum ini bukan hanya menjual kimono dengan harga yang fantastis hingga ratusan juta tetapi juga menjual berbagai barang sehari-hari yang cukup murah. Dari sinilah mereka dapat merangkul berbagai kalangan.

Hebatnya lagi, museum ini tak pernah sepi dari pengunjung. Selain warga Jepang yang datang, banyak juga para wisatawan luar negeri yang sengaja melihat museum ini. Oleh karena itu, diharapkaan dengan adanya Kyoto Shibori Museum maka suatu saat teknik celup ikat celup ini dapat diakui sebagai warisan dunia layaknya batik dari Indonesia.

Baca juga Budidaya Ulat Sutera Menjadi Kain Sutera yang Indah, Ada di Tempat Ini

Bahkan di tahun 2014, Keluarga Yoshioka untuk kali pertama keluar dari negaranya dan memperkenalkan shibori Jepang kepada masyarakat luar. Indonesia pun terpilih menjadi negara yang mereka kunjungi. Dengan bekerja sama dengan Museum Tekstil di Jakarta, di samping mengadakan pameran, mereka pun mengadakan workshop teknik tie dye khas Jepang kepada masyarakat Indonesia.

Keluarga Yoshioka mengaku sangat bangga untuk bisa datang ke Indonesia dan memperkenalkan shibori yang menjadi salah satu teknik di dunia. Dari sinilah mereka berharap jika masyarakat Jepang bisa bangga karena teknik asli Jepang ini telah diakui oleh negara lain.

Leave A Reply

Your email address will not be published.