Berita Nasional Terpercaya

Ini Kata Pengamat Soal Rebutan Suara AHY-Sylvie

0

JAKARTA HarianBernas.com – Pemilihan orang nomor satu di Jakarta memasuki babak baru. Pada 19 April mendatang, pasang calon Basuki-Djarot atau Badja akan mempertahankan kursinya agar tidak lengser dari pesaingnya Anies-Sandi.

Kalau dilihat dalam hasil putaran pertama, pasangan cagub-cawagub nomor pemilihan dua, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat, memperoleh 42,91 persen suara atau dipilih 2.357.587 pemilih.

Adapun pasangan cagub-cawagub nomor pemilihan tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, meraih 40,05 persen atau 2.200.636 suara.

Kalau dilihat memang perolehan tidak terlampau jauh atau tipis. Sehingga, dengan angka perolehan tersebut Anies-Sandi dapat saja mengalahkan petahana. Apalagi, pasangan Anies-Sandi tengah gencar mencuri hati partai politik yang selama ini mengusung pasangan nomor satu AHY-Sylvie. 

Pasalnya, hasil dari sokongan Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan versi Romy dan Partai Kebangkitan Bangsa, pasangan AHY-Sylvie memperoleh suara 17,05 persen atau dipilih oleh 936.609 pemilih.

Angka 17,05 persen merupakan angka yang cukup penting, untuk menambah pundi-pundi suara bagi pasangan nomor dua ataupun nomor tiga. Sekarang ini, empat parpol PD, PAN, PPP Romy, dan PKB bagaikan “perempuan cantik” yang tengah diperebutkan dua pasang cagub-cawagub DKI Jakarta tersebut.

Lalu, siapakah yang mendapatkan hati empat parpol tersebut?

Pengamat politik Gun Gun Heryanto menilai, Partai Demokrat dinilai masih gamang dalam menentukan sikap akan mendukung pasangan mana pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta ini.  

Yang jelas, sambungnya suara Partai Demokrat sangat menentukan kemenangan pada putaran kedua nanti. Karena, hanya basis Demokrat yang solid dukung AHY-Sylvi pada putaran pertama kemarin. 

Tapi memang, tidak menutup kemungkinan Partai Demokrat dan SBY akan bersikap netral atau nonblok. Mereka tidak menyatakan dukungan ke salah satu paslon.

“Sangat mungkin memposisikan di tengah, nonblok,” ucapnya. 

Terlebih, dia menambahkan, SBY merupakan tipikal figur safety player. Untuk menyatakan partai di luar pemerintahan misalnya, SBY menyebut Demokrat partai penyeimbang, bukan partai oposisi.

“Kalau kita lihat tipikalnya, Pak SBY itu safety player,” tandasnya.

Lain halnya dengan Sekjen DPP Partai Hanura Sarifuddin Suding. Anggota Komisi III DPR RI itu memastikan parpol pendukung BaDja sejauh ini tengah membangun komunikasi politik dengan empat partai pendukung pasangan yang cagub-cawagub yang kandas di putaran kedua tersebut. Yaitu, Demokrat, PPP, PKB dan PAN.

“Semua masih dalam tahapan pembicaraan. Mudah-mudahan 2, 3 partai akan merapat,” harap Sudding.

Kalaupun, Badja akhirnya didukung Partai Politik yang selama ini dukung ke pasangan nomor satu, hal itu bukan jaminan menang.

Pengamat politik Jajat Nurjaman menyatakan koalisi gemuk partai pendukung bukan lagi jaminan untuk dapat memenangkan Pilkada DKI Jakarta. Pasalnya, merujuk hasil representasi dalam putaran pertama lalu, kurang lebih 57 persen warga ibu kota jelas menginginkan gubernur baru.

“Pilkada DKI Jakarta 2012 merupakan bukti jika koalisi gemuk bukan lagi jaminan untuk dapat memenangkan pilkada meskipun berstatus sebagai petahana,” ujar Jajang.

Lanjutnya, meskipun diuntungkan secara perhitungan hasil putaran pertama, calon penantang petahana punya tugas lebih berat karena harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa visi misi yang ditawarkan akan memberikan jaminan lebih baik.

Dia menjelaskan, tantangan lain dalam putaran dua Pilkada DKI adalah meminimalisir terjadinya golongan putih (golput). Pada pemungutan suara putaran pertama 15 Februari lalu, jumlah golput mencapai 23 persen atau setara dengan 1.668.902 pemilih. Nantinya, tidak menutup kemungkinan potensi golput di putaran dua nanti akan bertambah.

“Kemenangan dalam demokrasi adalah meyakinkan masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam proses pemilihan.  Saya kira menurunkan angka golput itulah kemenangan yang sebenarnya karena Pilkada DKI merupakan barometer politik nasional,” tambah Jajat.

Direktur eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) memastikan, untuk itu meminimalisir terjadinya golput merupakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan semua pihak.

Hal senada juga diutarakan, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.

Menurutnya, besarnya koalisi tidak sama sekali menjadi jaminan bagi peningkatan elektabilitas calon.

Ia menyarankan agar koalisi yang terjalin di level elit partai juga harus dipastikan terdengar hingga ke akar rumput. Tanpa dukungan dari grassroot, sejatinya dukungan elit parpol tersebut tidak berarti.    

“Untuk apa koalisi elitis sementara grassroot memilih dengan caranya sendiri,” pungkasnya.

Harapan Sudding dua atau tiga parpol pendukung AHY-Sylvie akan merapat ke BaDja dapat saja tidak mengenai arus bawah. Kalau berdasarkan riset Lingkaran Survei Indonesia Denny JA, yang melakukan survei di kalangan pemilih pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni yang tersingkir di putaran pertama Pilkada, ternyata hasilnya, sebesar 63,3 persen pemilih pasangan Agus-Sylvi memutuskan memilih pasangan Anies-Sandi di putaran kedua.

Sementara 12.3 persen pemilih Agus-Sylvi mendukung Ahok-Djarot pada putaran kedua. Sementara itu, terdapat 24,4 persen pemilih Agus-Sylvi yang belum menentukan pilihan.

“Jadi dari angka 24,4 persen itu masih bisa direbut oleh kedua pasangan calon,” demikian sebut peneliti LSI, Adjie Alfaraby, menjelaskan hasil survei LSI.

Kalangan Non Muslim Dikuasai Badja

Dalam survei LSI menurut pemilih berdasarkan segmen agama. Di antara pemilih Musim, menurut temuan LSI, populasi pemilih terbesar mengarahkan suaranya ke pasangan Anies-Sandi. Pasangan itu jauh meninggalkan Ahok-Djarot. 

“Anies-Sandi memperoleh dukungan sebesar 55,04 persen, sementara pasangan Ahok Djarot memperoleh dukungan sebesar 36,02 persen,” terang peneliti LSI, Adjie Alfaraby.

Namun yang lebih mengejutkan adalah temuan di kalangan pemilih non muslim. Pasangan Ahok-Djarot unggul mutlak dengan dukungan sebesar 86,58 persen. Sementara Anies-Sandi hanya memperoleh dukungan sebesar 3,65 persen.

“Ini artinya yang fanatik di putaran kedua terhadap agama justru dari kalangan non muslim. Karena pemilih muslim ada yang pilih Ahok-Djarot,” kata Adjie.

Adjie menambahkan, pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, hanya butuh tambahan 1 persen suara rakyat Jakarta untuk terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur.

“Dari temuan survei terbaru kami, jika pemilihan dilakukan hari ini maka elektabilitas Anies-Sandi mencapai 49,7 persen. Jadi hanya butuh 1 persen lagi Anies-Sandi jadi gubernur,” kata Adjie.

Sementara pasangan petahana Basuki Tjahja Purnama (Ahok)-Djarot Syaiful Hidayat, hanya memperoleh 40,5 persen suara. Sementara yang masih belum menentukan pilihan atau yang rahasia berjumlah 9,8 persen.

Meski Anies-Sandi unggul, namun selisih elektabilitas pasangan ini hanya berjarak kurang lebih 9 persen dengan pasangan Ahok-Djarot. Hal ini masih dianggap rawan.

Leave A Reply

Your email address will not be published.