Berita Nasional Terpercaya

Dibalik Dorongan Setnov Bentuk Pansus Hak Angket KPK

0

JAKARTA, HarianBernas.com – Ketua DPR RI Setya Novanto atau Setnov dianggap kembali bermanuver melalui dorongan agar Pansus Hak Angket KPK segera terbentuk.

Mengawali pidato pembukaan masa sidang Dewan V tahun 2016-2017, Novanto sempat menyoroti agar pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket KPK yang telah disepakati DPR pada sidang paripurna sebelumnya ditindaklanjuti.

Ketua Umum Partai Golkar tersebut meminta pembentukan pansus hak angket KPK segera ditindaklanjuti. Ini mengingat setelah disetujuinya hak angket KPK walau persetujuan itu menuai kontroversi.

“DPR telah menyepakati pembentukan panitia khusus hak angket tentang KPK. Pada kesempatan ini, pimpinan DPR mendorong agar proses selanjutnya segera ditindaklanjuti,” himbau Novanto.

Namun berbagai kalangan baik pemerhati anti korupsi dan pakar hukum pidana menilai, dorongan Novanto agar pansus hak angket KPK dipercepat dianggap bernuansa politis. Novanto dinilai memiliki kepentingan terselubung di balik dorongannya itu.

“Novanto ini punya konflik kepentingan dengan pansus itu. Sebab, dia sebagai Ketum Golkar, bisa saja sikap Golkar yang berubah karena instruksi yang bersangkutan,” kata pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz.

Di sisi lain konflik kepentingan terjadi karena Novanto disebut terlibat dalam kasus e-KTP. Angket ini tidak bisa dilepaskan dari kasus penanganan e-KTP yang sedang dilakukan oleh KPK.

Hal itu juga diperkuat Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi.

Menurut Uchok, dorongan terbentuk pansus hak angket, bukan hanya untuk menyelamatkan anggota dewan atas kasus e- KTP melalui pansus. DPR sedang menjadikan musuh bersama Kepada KPK.

Sebab, selama ini, DPR sudah sangat frustasi atas sepak terjang KPK atas pemberantasan korupsi di wilayah rumah legislatif tersebut. 

“Kemudian, dengan KPK dijadikan musuh bersama, maka diharapkan secara pelan pelan KPK bubar atau dilemahkan kewenanganannya dengan cara revisi atas uu KPK,” tegasnya.

Sementara itu, mantan anggota Komisi III DPR RI Ruhut Sitompul menilai, sikap tersebut sebagai upaya untuk menyelamatkan pimpinan DPR Setya Novanto dari kasus e-KTP.

“Kalau saya lihat tujuannya para pimpinan itulah mereka semua acting. Di depannya kan Pak Fahri Hamzah, ini kaitan dengan apa yang ramai di komisi III, Miryam. Yang saya lihat ini mereka mau menyelamatkan pimpinannya ini Pak Setya Novanto,” ujar Ruhut.

Ruhut mengkritisi sikap Golkar yang awalnya tidak setuju terhadap hak angket namun kemudian berbalik arah. Ia menyebut kader Golkar di DPR berusaha untuk melindungi Novanto.

“Ya kalau saya lihat kawan-kawannya mau menyelamatkan saja. Kalau (status tersangka atau tidak) Pak Setya Novanto nya saya nggak tahu gimana, kan sudah ramai,” beber mantan Politisi Partai Demokrat tersebut.

“Kalau saya lihat tokoh-tokoh yang saya tanya, mereka inginnya melihat Golkar city solid. Mereka melihat Pak Novanto, selama dia belum tersangka ya jangan cawe-cawe. Kita harus tetap tampil di luar kompak,” sambungnya.

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar juga mengomentari bahwa, sejak awal ia melihat hak angket syarat dengan muatan kepentingan pribadi, ketimbang kepentingan umum. Hak angket sudah digunakan sebagai alat kepentingan orang per orang terutama yang sedang tertimpa kasus korupsi yang diusut KPK.

“Hak angket bila dibiarkan merusak sistem dan menjatuhkan marwah lembaga DPR,” jelas Fickar.

Menurut Fickar, hak Angket DPR ke KPK menggambarkan konflik of interest DPR yang disatu sisi orang-orangnya terlibat perkara tipikor KPK disisi lain menggunakan kewenangannya justru untuk menggoyang KPK.

“Obstruction of justice (menghalangi penegakan hukum). Meskipun hak angket konstitusional tapi sangat mungkin ditunggangi oleh kepentingan privat ini yang disebut ultra vires,” terangnya.

Yang patut dipertanyakan validitas angket k legitimasi pimpinan yang memutuskan tidak diakui oleh partainya.

Pakar Hukum Pidana lainnya Mudzakir menyatakan, dalam perspektif hukum pidana, penggunaan hak angket untuk perkara pidana yang sedang dalam proses penyidikan apalagi untuk buka rekaman hasil penyidikan tidak lazim dan tidak dibolehkan dalam hukum pidana. Sebab,  membuka hsil penyidikan yang masih rahasia adalah kriminal.

“Langkah DPR tersebut bisa dimaknai sebagai manuver politik. Tetap tidak boleh menabrak atau melanggar rambu hukum pidana,” jelasnya.

Mudzakir meminta KPK sebaiknya segera memproses pokok perkara yang melatar belakangi hak angket DPR, sehingga dapat segera membongkar tindak pidana yang diduga melibatkan oknum anggota DPR.

“Hal ini tergantung sikap tegas dan profesionalisme KPK sebagai penegak hukum. Tapi jika KPK melayani manuver poltik denganmanuver politik juga oleh KPK maka saya pesimis KPK bisa membongkar tindak pidana yang diduga libatkan oknum anggota DPR,” terangnya.

Saat ini ada enam (6) fraksi yang menyatakan menolak angket KPK, yakni F-Gerindra, F-PKB, F-PAN, F-PPP, F-Demokrat, dan F-PKS. Namun Gerindra memutuskan tetap mengirim perwakilan ke pansus dengan alasan untuk mengawal agar KPK tidak dilemahkan.

Posisi PKB menyatakan masih konsisten dengan menolak hak angket dan memastikan tidak akan mengirim wakil ke pansus. Ini sebagai wujud penolakan tersebut.

Untuk Partai Demokrat juga memastikan menolaknya. Bahkan, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono juga sudah memberikan instruksi bagi fraksi Partai Demokrat di DPR terkait hak angket untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

SBY meminta fraksi Demokrat tidak mengirimkan anggotanya ke dalam panitia khusus (pansus) hak angket KPK.

“Tidak ada anggota yang akan ikut ke pansus,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Roy Suryo.

Roy mengatakan, pada prinsipnya SBY sepakat dengan niat memperbaiki kinerja KPK. Sebab, KPK bukanlah lembaga yang sempurna dan tidak luput dari kesalahan.

Namun, perbaikan kinerja KPK melalui hak angket di tengah bergulirnya kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dianggap tidak tepat. Apalagi kasus itu diduga menjerat sejumlah nama politisi di DPR RI.

“Kalau mau perbaikan KPK, ada yang lebih pas, Ketum (SBY) menegaskan misalnya pemanggilan oleh KPK di Komisi III,” ucap Roy.

Partai Golkar menilai pernyataan Ketua DPR Setya Novanto yang ingin mempercepat pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket KPK merupakan hasil sidang paripurna sebelumnya. Meskipun di sisi lain, Novanto dianggap memiliki kepentingan lantaran namanya sempat disangkutpautkan dengan kasus dugaan korupsi e-KTP yang ditangani KPK.

“Pernyataan Ketua DPR Pak Setya Novanto sesungguhnya merupakan tindak lanjut dari hasil sidang paripurna DPR yang sebelumnya telah memutuskan soal hak angket tersebut,” kata anggota Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily.

Ace menyebut Golkar memastikan tidak ada maksud tertentu dari Novanto, yang meminta fraksi-fraksi di DPR membentuk pansus angket KPK itu. Menurut Ace, semua berpulang pada keputusan fraksi masing-masing. 

Takut Suara Tergerus

Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpotensi menimbulkan beban politik bagi partai politik atau anggota DPR yang terus mendukungnya.

Pengamat Politik Universitas Paramadina, Djayadi Hanan melihat penolakan publik terhadap angket tersebut sangat jelas.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) ini menjelaskan publik menentang karena angket tersebut dianggap bagian dari upaya sistematis pelemahan KPK.

Dia tegaskan, partai politik sepenuhnya tahu soal hal tersebut sehingga banyak yang balik badan dan melempem dukungannya terhadap angket.

“Mereka khawatir persepsi negatif publik. Apalagi tahun depan ada pilkada serentak dimana persepsi publik bisa mempengaruhi potensi menang kalah para calon partai,” ujar Djayadi hanan.

Selain itu, imbuhnya, angket KPK itu kontroversial dari segi hukum. Bahkan angket itu bisa dianggap melampaui kewenangan DPR atau mencampuri otoritas lembaga penegak hukum dalam menjalankan tugasnya.

Bantah Tak Terkait e-KTP

Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu menepis hak angket merupakan hak melekat di tubuh anggota DPR. Anggota Komisi III DPR itu kemudian berkata pengguliran angket hanya untuk memastikan KPK bekerja di jalur yang benar. 

“Hak Angket ini hak penyeldikan dan pengawasan DPR terhadap KPK dalam pelaksanaan UU dan penggunaan anggaran. Memastikan supaya pemberantasan korupsi kita on the track, tak ada penyalahgunaan oknum KPK sendiri,” ucap anggota Komisi III DPR RI tersebut.

“Nggak ada kaitan ini sama kasus-kasus!” kata dia menegaskan kembali. 

Hak Angket KPK Melempem

Pengamat Politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto memprediksi kemungkinan besar hak angket tersebut akan gugur. Menurutnya, hal itu disebabkan karena para anggota dewan pada akhirnya membaca tekanan atau suara publik atas penolakan hak angket.

Jika hak angket dilanjutkan, maka sama saja dengan bunuh diri politik bagi partai politik yang mendukungnya. Apalagi, Pemilu 2019 sudah semakin dekat.

“Ini bisa diprediksi ke depannya hak angket ini tidak akan, kemungkinan besar tidak akan berlanjut,” kata Toto.

KPK sendiri menanggapinya dengan melihat konsistensi keputusan fraksi.

“Publik akan mencatat dan menyimak ini. Bagi KPK juga kita akan lihat konsistensi dari fraksi-fraksi tersebut,” ujar Kabiro Humas Febri Diansyah.

Febri juga sempat menyinggung soal adanya fraksi yang awalnya menolak namun kemudian berubah sikap. Karena itu, KPK akan memantau secara utuh sikap setiap fraksi di DPR.

Pada prinsipnya tentu kami apresiasi sikap-sikap yang clear dan konsisten dari anggota DPR atau fraksi yang ada terkait penolakan hak angket,” katanya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.