Berita Nasional Terpercaya

Menjadi Jogja, Menjadi Indonesia

0

YOGYAKARTA, HarianBernas.com ? Peradaban unggul pada masa lalu telah menunjukkan bukti mampu menegakkan nilai-nilai keluhuran, keutamaan dan jati diri Yogyakarta. Namun pada saat ini, ketiga karakteristik Jogja itu tidak lagi menjadi penuntun gerak bermasyarakat-bangsa, tindak pemimpin, kerja birokrasi dan dinamika kehidupan elemen warga untuk menuju kemartabatan yang istimewa. Sudah semestinya keistimewaan Yogyakarta adalah untuk Indonesia. Bahwa menjadi Jogja, adalah menjadi Indonesia.

Komitmen itu ditegaskan Sultan Hamengku Buwono X dalam penyampaian visi misi Gubernur DIY periode 2017-2022 di gedung DPRD DIY, Rabu (2/8).

Sultan mengakui, strategi Renaisans Yogyakarta yang menjadi acuan dalam kepemimpinannya selama lima tahun lalu, ada beberapa hal yang belum tercapai. Karena itu, dalam lima tahun kedepan, spirit dan konsep Renaisans Yogyakarta akan tetap dipelihara, namun substansi dan penekanannya akan disesuaikan dengan perkembangan jaman. Karena itulah, visi dan misi kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono X dalam kurun waktu lima tahun kedepan adalah ?Menyongsong Abad Samudera Hindia untuk Kemuliaan Martabat Manusia Jogja?.

Ada empat pertimbangan utama yang disampaikan Sultan Hamengku Buwono X mengapa mengambil tema Abad Samudera Hindia dalam pemerintahannya lima tahun ke depan. Pertama, fenomena IORA (Indian Ocean Rim Association). Asosiasi negara-negara pesisir samudera Hindia ini digagas oleh Presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela pada tahun 1997. Anggota asosiasi ini mencakup negara-negara ASEAN, Australia, Asia Selatan, Asia Barat, Afrika Timur dan Afrika Selatan. Asosiasi ini telah membuat kesepakatan kerjasama di bidang perikanan, energi kelautan, pelabuhan dan pelayaran, mineral dasar laut, bioteknologi kelautan, pariwisata, perdagangan, investasi dan ekonomi.

Sultan kemudian mengutip pidato menteri luar negeri RI, Retno Marsudi, tentang pentingnya posisi Samudera Hindia sebagai episentrum kekuatan dunia di abad 21. Menurut Retno Marsudi, abad 19 ditentukan oleh samudera Atlantik. Abad 20 ditentukan oleh samudera Pasifik. Dan abad 21 akan ditentukan oleh samudera Hindia.

?Samudera Hindia menjadi tempat tinggal bagi 2,6 miliar orang atau dua perlima jumlah penduduk dunia. Strategi maritim Indonesia sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi harus mampu menjadi episentrum bagi samudera Pasifik dan samudera Hindia. Saat ini, separuh dari kapal kontainer dunia, sepertiga lalulintas kargo, dan dua pertiga pengiriman minyak dunia melalui jaur samudera Hindia,? kata Retno Marsudi dalam pidatonya tahun 2015.

Sultan menegaskan, Yogyakarta yang memiliki wilayah garis pantai sepanjang 126 kilometer yang mencakup tiga kabupaten (Gunungkidul, Bantul, dan Kulonprogo), tentu saja juga akan memiliki posisi strategis dalam lalulintas perekonomian di wilayah Samudera Hindia.

Kedua, fenomena rencana pembangunan Terusan Kra (Kra-Canal Project) di Thailand. Proyek yang mirip terusan Suez dan Terusan Panama ini bakal menyudet ?leher? semenanjung Thailand-Malaysia untuk menghubungkan perairan laut Andaman dan perairan Teluk Thailand sehingga akan memperpendek jarak pelayaran dari belahan bumi bagian barat ke negara-negara Asia Timur seperti Jepang dan Tiongkok.

Menurut Sultan, dampak dari Kra-Canal terhadap peta intensitas lalulintas pelayaran di perairan Asia Timur dan Asia Tenggara, tentu akan sangat berarti. Khusus untuk perairan Indonesia, akan berdampak pada meningkatnya intensitas pelayaran di ALKI-II (Alur Laut Kepulauan Indonesia II) yang mencakup laut Sulawesi, selat Makasar, laut Flores dan Selat Lombok. Pada gilirannya juga akan berdampak pada meningkatnya intensitas pelayaran silang antara Asia-Australia dan Samudera Hindia-Samudera Pasifik.

?Pada posisi seperti itulah peran kawasan di wilayah pulau Jawa bagian Selatan menjadi sangat penting, terutama dalam hal penyediaan jasa pelabuhan, energi, perikanan dan pariwisata,? kata Sultan HB X.

Ketiga, fenomena kemiskinan di kawasan Jogja selatan. Data menunjukkan, jumlah penduduk miskin di DIY pada Maret 2017 sekitar 488.000 jiwa (13.02 persen). Angka ini dinilai tinggi jika dibanding prosentase penduduk miskin nasional sebesar 10,96 persen. Belum lagi soal kesenjangan antara warga kaya dan warga miskin di DIY (angka rasio gini) sebesar 0,432 yang merupakan tertinggi di Indonesia.

Jika dilihat wilayahnya, angka kemiskinan di DIY berada di wilayah selatan yang mencakup Gunung Kidul, Bantul, dan Kulon Progo. ?Fenomena ini memberikan latar belakang penting bagi DIY untuk lima tahun kedepan harus memberikan fokus dan perhatian terhadap pembangunan Wilayah Bagian Selatan Yogyakarta. Selain untuk menyongsong Abad Samudera Hindia, juga untuk meningkatkan Harkat dan Martabat Warga Miskin di wilayah bagian selatan Yogyakarta khususnya, dan di seluruh wilayah Yogyakarta pada umumnya,? tandas Sultan.

Keempat, fenomena kesejarahan. Samudera Hindia sejak abad-1 sudah menjadi perairan yang cukup ramai oleh lalulintas kapal besar berukuran bobot mati 200 ton yang mampu mengangkut ratusan penumpang dan barang. Kesibukan itu juga berdampak pada persinggungan budaya antar-bangsa. Karena itu, fenomena multikulturalisme, kosmopolitansisme dan globalisme, sebenarnya sudah terjadi di kawasan itu sejak abad ke-1 melalui kekuatan maritim samudera Hindia.

?Hal ini menunjukkan bukti bahwa samudera Hindia yang memiliki bentang ruang air sangat luas, ternyata bukan menjadi pemisah kantong-kantong peradaban yang tersebar di ujung-ujung perairannya, melainkan justru menyatukannya ke dalam satu jaringan peradaban yang sangat kuat dan jejaknya telah menjadi bagian kehidupan dan penghidupan kita saat ini,? kata Sultan.

Menurut Sultan, nenek moyang orang Jawa telah cukup lama mengakrabi dua alam kehidupan perekonomian, yakni pertanian dan perdagangan melalui laut atau yang dikenal sebagai among tani dagang layar. ?Dengan demikian, pilihan tema kemaritiman sebagai payung Kebijakan Pembangunan Lima Tahun kedepan, merupakan upaya meyambung sejarah yang telah lama diukir oleh nenek moyang, namun kemudian telah dilupakan sejak sekitar 1670-an melalui penghancuran sendiri armada-armada independen pedagang Jawa oleh Amangkurat I,? papar Sultan.

Keempat fenomena tersebut diusulkan Sultan Hamengku Buwono X sebagai landasan empiris sekaligus landasan historis untuk membangun Abad Samudera Hindia sebagai payung berpikir dan bertindak Pembangunan Lima Tahun kedepan. ?Tema baru ini sangat gayut dengan Trilogi Filosofi Keistimewaan Yogyakarta, yakni Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi dan Manunggaling Kawula Gusti,? kata Sultan.

Sultan juga menegaskan, tema Abad Samudera Hindia secara tegas meneguhkan kembali sumbu imajiner Gunung Merapi-Laut Kidul, yang memiliki makna dan ajaran harmoni kosmos. Pengertiannya, bahwa bentang ruang wilayah Yogyakarta mulai dari puncak gunung Merapi di Sleman sampai bibir pantai dan lidah air Laut Kidul merupakan satu kesatuan bentang ruang ekonolgis yang harus diperlakukan secara utuh, ibaratnya sebagai satu sosok tubuh manusia yang memiliki kepala, badan dan kaki.

?Dalam konsepsi kosmos seperti itu, maka perlakuan pembangunan di wilayah Sleman dan Yogyakarta harus memiliki tenggang ekologis dengan wilayah Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo. Demikian pula sebaliknya, perlakuan pembangunan di wilayah Bantul, Gunung Kidul dan Kulon Progo harus memiliki rujukan ekologis dengan wilayah Sleman dan Kota Yogyakarta. Untuk itulah filosofi Hamemayu Hayuning Bawana yang analog dengan konsep Sustainable Development, sangat relevan dan sangat diperlukan untuk Hamemayu Hayuning Ngayogyakarto Hadiringrat,? tandas Sultan.

Esensi dari Abad Samudera Hindia yang nantinya akan diletakkan sebagai tema dan payung berpikir dalam perumusan Arah Pembangunan DIY dalam lima tahun kedepan, disebutkan Sultan HB X ada tujuh hal. Pertama, Yogyakarta akan bertindak secara aktif mengisi kesepakatan yang telah dibuat pemerintah Indonesia dalam kerangka perjanjian IORA untuk mengembangkan wilayah Yogyakarta bagian Selatan, yang mencakup peningkatan kualitas hidup masyarakat yang berkeadilan sosial dan beradab.

Prioritas kerjasama dalam IORA adalah Keselamatan dan Keamanan Maritim, Fasilitasi Perdagangan, Manajemen Perikanan, Manajemen Risiko Bencana Alam, Kerjasama Akademis dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Pertukaran Kebudayaan dan Pariwisata. Diluar prioritas tersebut, IORA juga mengangkat dua buah cross cutting issues yaitu Blue Economy dan Women Empowerment.

Kedua, semangat ?perjumpaan? dan ?silang ekonomi? akan diletakkan sebagai strategi kebudayaan untuk mengatasi kesenjangan dan kemiskinan yang masih menggelayut di wilayah Yogyakarta secara keseluruhan. Perlu perjumpaan dan saling silang antara pelaku ekonomi kuat dengan pelaku ekonomi lemah, antara pelaku ekonomi perkotaan dengan pelaku ekonomi pedesaan, antara pelaku ekonomi modern dengan pelaku ekonomi tradisional, antara pelaku ekonomi bermodal besar dengan pelaku ekonomi bermodal kecil, antara pelaku ekonomi internasional dengan pelaku ekonomi lokal.

Ketiga, semangat ?perjumpaan? dan ?Silang Keruangan Wilayah? akan diletakkan sebagai strategi untuk memajukan wilayah pinggiran melalui silang infrastruktur wilayah, sehingga interkoneksi antara pemukiman terpencil dengan pusat pelayanan masyarakat akan terbangun secara baik.

Keempat, semangat ?perjumpaan? dan ?Silang Birokrasi? akan diletakkan sebagai strategi untuk menciptakan program-program besar yang memiliki kapasitas dan dampak besar bagi perubahan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedepan, program-program ?Silang SKPD? yang berbasis ?Tema-tema Besar? akan didorong prioritasnya dibanding dengan program-program kecil berbasis SKPD tunggal.. Kelima, semangat ?perjumpaan? dan ?Silang Briokrasi? akan diletakkan sebagai strategi untuk menciptakan tatakelola pemerintahan yang demokratis.

Keenam, semangat ?perjumpaan? dan ?silang kelembagaan? akan diletakkan sebagai strategi untuk meningkatkan kualitas SDM aparatur sipil negara melalui ?silang belajar? ke lembaga-lembaga lain.

Ketujuh, semangat ?perjumpaan? dan ?silang budaya? akan diletakkan sebagai strategi untuk meningkatkan harmoni kehidupan bersama masyarakat Yogyakarta. Yakni saling silang dan perjumpaan antara budaya Jawa dengan budaya etnik lain yang ada di Jogja, antara budaya Jawa dengan budaya antar bangsa termasuk dengan budaya bangsa yang tergabung dalam IORA. Juga silaturahmi budaya antar kelompok agama yang ada du Jogja dan Indonesia. Kemudian, program silang belajar antar sekolah pada kelas-kelas awal SMP dan SMA untuk ?saling kenal sekolah? sehingga mata rantai tradisi dan sejarah pertikaian atau tawuran antar sekolah tertentu dapat diputus.

Leave A Reply

Your email address will not be published.