Berita Nasional Terpercaya

Narkoba di Sekitar Kita

0

YOGYAKARTA, HarianBernas.com – Indonesia memasuki babak baru sebagai pasar terbesar narkoba di dunia. Hasil pengungkapan yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan jajaran kepolisian, menunjukkan hal itu. Jumlah barang bukti narkoba yang diungkap, sangat mencengangkan, hingga mencapai ukuran ton. Bahkan, ada data yang menyebut sekitar 50 orang warga Indonesia meninggal akibat narkoba setiap harinya.

Selama dikepalai oleh Komjen Budi Waseso yang lebih akrab dipanggil Buwas, BNN telah mengungkap 1.015 kasus narkotika dari 72 jaringan sindikat selama periode 2015 hingga Juni 2016. Seluruh kasus tersebut menjerat 1.681 orang tersangka yang terdiri dari warga negara Indonesia maupun Warga Negara Asing (WNA).

BNN juga mengungkap tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kejahatan narkotika dengan nilai aset yang disita sebesar Rp142 miliar lebih. Sedangkan alat bukti yang disita selama periode 2015 hingga Juni 2016 antara lain 2,8 ton sabu, 707.864 butir pil ekstasi, 4,1 ton ganja kering dan lahan ganja seluas 69 hektare.

?Prestasi? paling gemilang dicatat jajaran kepolisian pada pertengahan bulan lalu. Saat itu, polisi berhasil menggagalkan masuknya satu ton sabu di kawasan Anyer. Ini merupakan pengungkapan terbesar yang pernah dilakukan BNN.

Dalam kasus Anyer ini, seorang tersangka LMH, warga negara Taiwan, ditembak mati. Dua tersangka lainnya, CWC dan LGY berhasil ditangkap. Sementara satu tersangka lainnya, HYL, berhasil kabur.

Petugas yang berhasil mengungkap jaringan yang hendak memasukkan satu ton sabu ke Indonesia ini adalah tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polres Depok. Lokasi penangkapan adalah Hotel Mandalika, Kamung Gudang Kopi, Desa Anyer, Kecamatan Anyer, Kabupaten Serang, Banten, 13 Juli 2017.

Berton-ton sabu dan jenis narkoba lainnya yang masuk ke Indonesia oleh jaringan internasional itu menunjukkan bukti bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar narkoba di dunia. Di sisi lain, juga menunjukkan bukti bahwa penyalahgunaan narkoba di Indonesia sudah sedemikian mengkhawatirkannya.

Wakil Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Univeritas Indonesia, Dr dr Sabarinah Prasetyo MSc, dalam perbincangannya dengan Bernas, Selasa (8/8), mengaku kesulitan menyebut jumlah pasti pengguna narkoba di Indonesia. Namun, berdasar sejumlah survei yang dilakukan, jumlah pengguna narkoba berkisar antara 2,2 persen hingga 2,4 persen dari penduduk Indonesia.

?Jika membicarakan berapa banyak orang yang terkena narkoba, sebenarnya susah jika menghitung seberapa banyak orang yang sudah terkena atau ketergantungan narkoba. Namun kita melakukan beberapa pendekatan, ada yang namanya estimasi,? kata Sabarinah Prasetyo.

Estimasi yang dimaksud Sabarinah tersebut didasarkan atas sejumlah survei yang dilakukan. Berdasarkan sejumlah survei tersebut, diperoleh angka estimasi pengguna narkoba berkisar antara 2,2 persen hingga 2,4 persen dari seluruh penduduk di Indonesia. ?Ini bagi mereka yang mengaku menggunakan narkoba setahun terakhir,? ujarnya.

Narkoba, kata Sabarinah, adalah jenis zat yang menyebabkan ketergantungan atau adiksi. Menurutnya, rokok dan alkohol juga termasuk zat adiktif.

?Rokok itu sebenarnya adalah zat yang adiktif. Hanya, dia secara sosial diterima kehadirannya di dalam masyarakat. Tapi sebetulnya dia zat adiktif. Karena yang disebut sebagai zat adiktif itu adalah berpengaruh terhadap jalannya neurotransmiter,yakni sel-sel syaraf yang menjadi perantara rangsangan,? ujarnya.

Menurut Sabarinah, narkoba memiliki struktur kimia yang sama seperti neurotransmitter, terutama yang ada di susunan syaraf pusat alias otak. ?Rokok juga memiliki struktur di dalamnya nikotin yang mirip atau serupa salah satu neurotransmitter. Makanya, dia juga memiliki sifat yang adiktif.  Alkohol juga sama,? paparnya.

Berbeda dengan rokok dan alkohol yang ?relatif? bisa diterima kehadirannya secara sosial, sementara narkoba tidak bisa diterima secara sosial alias ilegal. ?Dalam UU kita disebutkan tidak boleh memakainya kecuali untuk penelitian dan pengobatan.Tapi untuk heroin dilarang dipakai karena daya adiksinya sangat kuat,? ujarnya.

Sabarinah menambahkan, semua jenis narkoba disebut sebagai drugs karena niatan awalnya untuk mengobati. Ia mencontohkan narkoba jenis morfin yang digunakan untuk mengurangi rasa nyeri bagi penderita kanker.

?Jadi semuanya utuk mengobati awalnya, tapi kemudian diketahui bahwa obat-obat itu memiliki sifat yang adiktif, sehingga jika orang itu adiktif akan ketergantungan terhadap obat itu,? katanya.

Ketika orang pertama kali memakai narkoba, lanjut Sabarinah, masih belum ada dampak ketergantungan. Ia kembali mencotohkan tentang konsumsi rokok. Ketikapertama kali merasakannya, masih belum merasakan enaknya.

?Tetapi ketika dilakukan berulang-ulang, di otak kita seperti diberi cetak biru semacam memori. Jika zat ini masuk, akan ada semacam memori zat ini bisa mengurangi rasa sakit. Karena apa? Karena sifatanya seperti zat neurotransmiter tadi. Jdi neurotransmiter itu bekerja untuk menghilangkan rasa sakit, rangsang sakitnya diperlambat. Jadi itulah cara bekerjanya narkoba yang sifatnya depresan, yang artinya memperlambat laju jalannya neurotransmitter,? paparnya.

Ketergantungan terhadap narkoba inilah yang kemudian disebut dengan adiksi atau nagih. Tubuh akan menunjukkan gejala supaya ada pasokan lagi. ?Itulah yang dinamakan adiksi,? ujarnya.

Bagi pemakai narkoba, mereka punya bahasa sendiri yang hanya dimengerti oleh mereka. ?Sebenarnya dia bilang putau itu karena memang serbuknya heroin putih. Sakit jadi sakau. Pakai jadi pakau,? ungkap Sabarinah.

Menurut Sabarinah, ada tiga golongan jenis narkoba yakni yang bersifat menghilangkan rasa sakit, ada yang bersifat depresan dan ada golongan stimulan. ?Kalau depresan adalah memperlambat rangsangan, jadi berkurang rasa sakitnya. Tapi kalau stimulan menjadi memperketat neuro transmiternya, mempeketat rangsang. Orang lebih waspada, lebih nggak ngantuk, lebih semangat,? paparnya.

Bagi pengguna narkoba golongan stimulan, dia harus mengkonsumsi itu supaya bisa kreatif. ?Jadi ide-idenya bermunculan, energinya gak habis-habis, tapi badannya kurus dan pucat,? ujarnya.

Mengapa bisa kreatif? ?Karena ada beberapa zat tertentu yang namanya depresan, ada satu lagi namanya halusinogen yang memang dia bisa membayangkan banyak hal. Kombinasi zat itu banyak. Stimulan dengan halusinogen itu ekstasi. Kalau shabu lebih banyak stimulannya. Memang dia menjadi kreatif karena dia bisa lebih banyak berhalusi,? kata Sabarinah.

Jika ada pengguna narkoba yang berefek seperti ketakutan dikejar polisi, menurut Sabarinah, karena halusinogennya bekerja. ?Halusinogen memang akan membuat berhalusinasi pada banyak hal. Kalau stimulan itu jarang memberikan putus obat yang nyata seperti depresan, tapi dia akan terlihat lebih lemah, lembek,? ujarnya.

Sabarinah juga mengingatkan, bahwa stimulan memberikan efek jangka panjang.Sebab, ada kekacauan dalam produksi neurotransmitter di tubuh. Orang akan terganggu jiwanya atau mentalya.

?Bisa sampai berujung pada psikosis atau orang gila, sampai dia putus koneksi dengan orang lain. Ada yang paranoid, lebih obsesif, dan sebagainya. Dampak dalam jangka panjang akan berbeda. Kalau yang depresan, dia lebih pada sakau dan dia lebih mojok. Sedangkan stimulan dan halusinogen lebih ke gangguan mental,? paparnya.

Sabarinah: Menghindarkan Anak dari Narkoba

Pakar kesehatan masyarakat, Sabarinah Prasetyo, juga melakukan penelitian tentang pengguna narkoba di kalangan anak-anak. Menurut penelitiannya, rata-rata pengguna narkoba dimulai pada usia 14-16 tahun.

?Mayoritas dari mereka yang memakai itu point of entry-nya adalah merokok, kemudian bergeser ke alkohol, atau mungkin mereka langsung menggunakan zat-zat yang lain, misalnya ganja. Ganja dicampur di rokok. Ganja adalah narkoba yang terbanyak dipakai oleh anak-anak kita,? katanya kepada Bernas, Selasa (8/8).

Menurut Sabarinah, 90 pecandu atau adiksi narkoba adalah perokok. ?Jadi kalau kita mencegah, kita tahu bahwa sebenarnya dasarnya adalah dari keterampilan hidup.Seharusnya seorang anak itu terampil untuk menolak zat yang diketahuinya berbahaya. Jadi memang juga pengetahuannya harus ada,? ujarnya.

Tingkat ketergantungan terhadap narkoba, sangat ditentukan oleh kadar adiksi zatnya. Salah satu zat yang tingkat adiksinya kuat adalah heroin.

?Jadi kalau dibandingkan orang ngerokok, butuh waktu antara 6 sampai 8 bulan, baru dia ketagihan. Tapi kalau heroin, pakai satu bulan aja udah ketagihan,? ujarnya.

Lalu, bagaimana mencegah anak-anak agar tidak terkena narkoba? ?Untuk anak yang belum pernah mencoba,  keterampilan hidupnya harus baik. Anak itu dididik untuk bisa berkomunikasi dan bertanya kalau dia tidak tahu. Kemudian juga bersosialisasi dengan baik, pandai memilah mana yang baik dan mana yang tidak baik. Dia juga harus pandai menolak sesuatu yang tidak baik,? ujarnya.

Menurut Sabarinah, hal-hal tersebut tidak diajarkan di bangku sekolah. Semuanya harus diajarkan sejak kecil di keluarga. ?Makanya pendidikan di dalam keluarga menjadi sangat penting,? tegasnya.

Menurut Sabarinah, pencegahan yang utama disebut dengan primary prevention. ?Kalau anak itu sudah pernah mencoba, kita harus deteksi lebih cepat. Kalau dia pertama kali memakainya lalu dia belum sampai tahap adiksi, itu kita harus konseling. Kita beri tahu. Jadi konselingnya pada individu,? ujarnya.

Pada primary prevention, lanjut Sabarinah, yang harus dilakukan adalah pendekatan, seperti penyuluhan masal misalnya. ?Tapi kalau dia sudah pakai, maka kita bergeser,tidak bisa menggunakan pendekatan secara masal, karena nanti hasilnya kita malah diketawakan. Enak kok dibilang bahaya. Mereka akan berpikir seperti itu,? katanya.

Bagi anak yang sudah terlanjur adiksi terhadap narkoba, maka tidak lagi menggunakan metode pendekatan masal atau kelompok, tetapi melalui pendekatan individu atau konseling. Konselor bisa juga dikirim ke sekolah.

Sebagai pakar kesehatan masyarakat, Sabarinah menghimbau perlu peningkatan ketrampilan hidup anak bagi yang belum terkena narkoba. ?Terampil hidup itu terampil mengatur diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Berkomunikasi, bersosialisasi, kemudian asertif,? ujarnya. 

Sabarinah menegaskan, memberikan life skills atau ketrampilan hidup pada anak sangatlah penting. ?Sebab, nggak ada sekolah untuk menjadi orang tua. Tetapi orang tua itu harus terus belajar bagaimana mendidik anak. Itu himbauan saya untuk keluarga,? katanya.

Peran guru juga menjadi penentu untuk memberikan ketrampilan hidup pada anak didik. Pemberian ketrampilan hidup ini tidak tergantung pada fasilitas di sekolah. Sabarinah mencontohkan film Laskar Pelangi, dimana dengan fasilitas yang minim,tapi guru bisa meningkatkan life skills anak muridnya.

Menurut Sabarinah, Pramuka adalah satu upaya untuk bisa meningkatkan keterampilan hidup. Sebab, kegiatan Pramuka tidak mengejar akademis, tapi bagaimana anak terampil untuk hidup, terampil untuk bergaul, berkomunikasi. ?Jadi sebetulnya aktivitas atau kegiatan pramuka itu baik. Sebenarnya tidak harus Pramuka, tetapi kegiatan serupa di lingkungan sekolah,? ujarnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.