Berita Nasional Terpercaya

Pendidikan Bisa Mengubah Hidup Seseorang

0

Bernas.id – Harry Febrian menceritakan tentang masa SMA-nya yang membuatnya begitu tersentuh lalu muncul ketertarikannya dengan dunia pendidikan. Masa sekolah dari TK hingga lulus SMA, ia habiskan di sebuah sekolah kecil di pinggiran Jakarta Utara. Lokasinya jika ditarik garis lurus sekitar 200 meter dari Lokalisasi Kalijodo waktu itu, yang kini sudah menjadi RPTRA.

?Sebuah sekolah yang sederhana sekali dengan guru-guru yang sederhana. Namun, ketika SMA, sekolah kami mendapat guru muda yang mengajarkan tentang agama dan seni, tapi ia berbeda sekali dengan guru-guru lain yang umumnya cukup berumur. Ia sangat passionate dalam mengajar. Ia juga juga membekali saya dan teman-teman dengan banyak materi-materi berbobot yang tidak pernah kami dengar, yaitu filsafat, manajemen, leadership, dan sebagainya,? ungkapnya ke Bernas.

Diceritakannya, 1 sampai 2 kali seminggu, di waktu istirahat makan siang, guru ini membuka kelas diskusi yang membuat murid-muridnya belajar banyak hal. Meskipun itu dilakukan di waktu istirahat, tapi satu ruang kelas bisa dipenuhi oleh murid-murid (40-50 orang) yang ingin mendengarkan materi.

?Belakangan saya menyadari juga kalau Beliau sedang menempuh pendidikan S2. Sebagai murid di sekolah yang sederhana, baru pertama kali saya melihat ternyata pendidikan bisa membuat seseorang begitu berisi dan berbobot. Sejak saat itu, saya terinspirasi untuk menjadi seperti beliau. Muda, penuh semangat, tetapi berbobot, dan bisa menginspirasi banyak orang, khususnya mereka yang tidak terlalu punya banyak kesempatan-kesempatan besar dalam hidup, orang-orang sederhana. Guru ini, seperti yang dipercaya orangtua saya, menunjukkan bagaimana pendidikan bisa begitu mengubah hidup seseorang,? tuturnya.

Sejak saat itu, ia menjadi terus terinpirasi untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang tertinggi. Istimewanya, mulai dari SD hingga S3, pendidikannya selalu ditunjang dengan beasiswa. Yang terbaru, sedang mempersiapkan keberangkatan untuk studi PhD bidang Media Studies di Australia pada tahun 2018 karena berhasil lolos seleksi untuk program beasiswa Australia Awards Scholarship.  Untuk pengalaman unik dalam hidupnya, ia pernah ditegur petugas keamanan ketika di Taiwan.

?Saya memulai karir sebagai dosen ketika masih cukup muda, 25 tahun. Ketika itu, saya baru saja menyelesaikan studi S2 melalui beasiswa dari Chinese Culture University di Taiwan. Itu merupakan salah satu sekolah jurnalisme tertua dan terbaik di Taiwan. Hari pertama masuk, saya ditegur oleh satpam, tepat ketika memasuki lobi kampus. Rupanya, saya ditegur karena tidak mengenakan kartu id mahasiswa. Satpamnya mengira saya adalah mahasiswa yang hendak ke kelas. Setelah saya jelaskan, saya dan satpam itu sama-sama tertawa. Saya sendiri heran karena masih terlihat pantas menjadi mahasiswa. Begitupun di kelas pertama saya. Ketika saya masuk, tidak ada mahasiswa yang menyangka bahwa saya adalah dosen di kelas itu. Mereka mengira saya salah satu mahasiswa yang akan belajar. Itu satu kenangan yang menarik dan lucu yang selalu saya ingat,? bebernya.

Saat ini, mantan jurnalis ini sedang fokus menjadi dosen di bidang komunikasi dan menjadi penulis. Dikatakan, seringkali orang-orang meremehkannya karena usianya yang masih tergolong  muda, tapi ia tidak terlalu ambil pusing. Ia pun hanya fokus pada minatnya untuk mengajar, menulis, dan meneliti. Untuk tantangan ke depan, ia menyebut untuk memulai studi S3/PhD dengan beasiswa Australia Award Scholarship.

?Menjadi murid PhD bukanlah sesuatu yang mudah, mengingat lamanya program. Belum lagi saya mendaftar ke salah satu universitas terbaik di Australia, anggota Group of Eight (gabungan universitas-universitas paling elite di Australia, mirip dengan Ivy Leagues di AS), University of Melbourne. Selain tantangan akademik, beban moral juga menjadi satu hal yang serius. Program Australia Awards Scholarship ini diberikan untuk putra-putri terbaik bangsa, dengan harapan ketika sudah selesai studi, dapat berkontribusi terhadap pembangunan bangsa Indonesia. Saya melihat konteks studi saya, media digital, menjadi satu hal yang semakin serius dan penting untuk disikapi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Melihat kasus-kasus yang ramai belakangan ini: hoaks di media social, hate speech, terorisme/radikalisme yang menyebar melalui media sosia/aplikasi percakapan, cyberbullying, dsb,? paparnya.

Untuk itu, ia merasa punya tanggung jawab moral yang serius untuk bisa memberikan dampak positif untuk Indonesia melalu studinya. Ia pun mulai menyikapinya dengan mulai intensif untuk mempelajari isu-isu yang hangat di Indonesia. ?Saya aktif untuk berjejaring dan mengikut kegiatan-kegiatan yang membahas peran media digital. Saya juga terus menulis mengenai hal ini di berbagai media massa. Saya juga beruntung karena beasiswa Australia Awards ini memberikan pembekalan selama kurang lebih 2 bulan di Indonesia dan 2 minggu di Australia, dengan materi mulai dari Bahasa, pengetahuan antarbudaya, pengetahuan akademik seperti pelatihan penulisan akademik, pengutipan, menghindari plagiasi dsb, yang saya yakin sangat membantu untuk studi PhD saya nantinya,? paparnya.

Kolumnis ini pun meyakini bidang pekerjaan yang digeluti penting dilakukan dan dibagikan kepada masyarakat. ?Saya berprofesi sebagai pendidik/dosen yang mengajarkan mengenai media (baik itu media massa tradisional ataupun media digital dan media social). Konsumen terbesar dari media-media ini adalah anak muda, dan mereka pula yang dalam 10-15 tahun yang akan datang menjadi orang-orang penting di Negara ini. Kita mengakui banyaknya sisi positif dari perkembangan media hingga saat ini, tapi sisi negatifnya juga tidak dapat dipungkiri seperti hoaks di media social, hate speech, terorisme/radikalisme. Untuk itu, saya kira perlu ada usaha dan penelitian yang serius, yang dapat menjadi pijakan untuk segala stakeholders mengenai isu media digital, mulai dari masyarakat yang menggunakan, sekolah/universitas yang harus mendidik, serta para pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan. Singkatnya, untuk ke depan, kita perlu menyiapkan bangsa kita untuk dapat cerdas menggunakan berbagai bentuk media digital yang akan semakin menjadi bagian hidup mereka,?jelasnya.

Penulis ini pun memberikan inspirasi dan sarannya kepada orang lain yang membaca kisahnya ini. ?Saya ingin agar orang-orang bisa terinspirasi, khususnya orang-orang yang berasal dari latar belakang sederhana, yang bukan bersekolah di tempat elite ataupun bukan mereka yang serba berkelimpahan bahwa mereka juga bisa menggapai tempat tinggi itu?cita-cita mereka, apapun bentuknya. Seringkali, meskipun tidak selalu, jalan menuju pencapaian itu adalah melalui pendidikan. Untuk saran, kerja keras adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar. Di balik semua prestasi, pencapaian dan keberhasilan pasti ada kerja keras di belakangnya. Kemudian satu hal yang menurut saya juga penting: keberanian. Seringkali kita gagal bukan karena kita kurang pintar ataupun kurang bisa bekerja keras, tetapi karena kita takut mencoba,?terangnya.

Penyuka hobi berolahraga ini membocorkan project dalam waktu dekat dan impiannya ke depan. ?Sambil menyelesaikan PhD saya, saya berencana untuk membuat lembaga riset tentang media digital, yang nantinya akan melakukan kajian-kajian untuk bisa menjadi rekomendasi bagi Pemerintah dan juga memberikan pelatihan dan capacity building bagi masyarakat terutama di wilayah media digital. Saya melihat ini bisa menjadi salah satu cara untuk berkontribusi kembali kepada sesama saya, setelah banyak sekali kesempatan untuk maju yang diberikan kepada saya. Untuk impian, saya berharap bisa memilih lembaga riset sendiri yang berkualitas dan bisa diperhitungkan di kancah internasional. Saya melihat banyak masalah di Indonesia terjadi salah satunya banyak keputusan dan kebijakan diambil bukan melalui pertimbangan riset atau kajian yang mendalam dan serius,? pungkasnya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.