Berita Nasional Terpercaya

Menapaki Nagasaki, Kota Pelabuhan dengan Jejak Eropa yang Masih Tertancap

0

Bernas.id – Selama 2 abad, Jepang memilih untuk mengisolasi dirinya. Nagasaki pun menjadi jendela negara ini untuk dapat melihat ke dunia luar. Para pedagang dan misionaris dari Eropa pernah singgah di kota yang letaknya di pulau Kyushu serta meninggalkan berbagai jejak menarik untuk ditelusuri lebih dalam.

Bersama dengan sushi, tempura termasuk masuk ke dalam makanan yang populer di dunia. Berasal dari Jepang dan dibuat pada masa Shogun pertama bernama Tokugawa Ieyasu yakni tahun 1543-1616 yang memang dikenal sangat mencintai makanan gorengan tersebut.

Gorengan yang berasal dari seafood serta sayur-mayur ini sebenarnya bukan asli Jepang, tetapi merupakan hasil pengaruh para pedagang serta misionaris yang berasal dari Portugis yang berada di Jepang pada abad ke-16 di Nagasaki. Tempura berasal dari kata tempora yang bermakna waktu pantang daging orang Katolik menjelang perayaan Paskah.

Di masa itu, Jepang mengisolasikan dirinya dari pengaruh luar. Kota pelabuhan di Kyushu itu menjadi satu-satunya jendela keluar. Para misionaris dan pedagang itu tak dapat bergerak bebas karena mereka terisolasi di sebuah pulau buatan berbentuk kipas bernama Dejima yang dibangun pada 1636. Ketika Portugis diusir, pulau buatan itu kemudian diisi para pedagang Belanda yang tergabung dalam organisasi VOC.

Dari pulau buatan seluas 13.000 M2 itu ilmu pengetahuan dari belahan dunia yang dibawa ke Jepang pada masa isolasi. Para pedagang itu kemudian membawa barang-barang buatan Jepang ke arah barat. Sekarang pulau Dejima sudah tidak tersisa karena lautnya sudah mengalami reklamasi.

Upaya merekonstruksi pulau buatan itu telah dilaksanakan sejak tahun 1951. Sejumlah struktur bangunan bersejarah yang merupakan peninggalan Belanda itu pun telah mengalami rekonstruksi. Berbagai bangunan itu seperti rumah kediaman gudang tembok tembok dan pintu gerbang.

Dalam jangka panjang, Dejima yang berdiri di atas permukaan air akan kembali. Untuk bisa sampai ke sana diperlukan pekerjaan besar karena pemerintah harus membelokkan aliran sungai dan memindahkan jalan tol.

Madame Butterfly

Kini rekonstruksi suasana pulau buatan itu bisa dinikmati di Nagasaki Dejima Museum of History yang berdiri di bangunan seminari Protestan pertama di Jepang dari abad 19. Di museum itu para turis bisa melihat kurang lebih suasana pulau sewaktu masa isolasi.

Terdapat berbagai barang dagangan di masa itu, aneka benda keramik VOC dan pola makan di perusahaan dagang Belanda jaman lampau itu. Terdapat pula model miniatur Dejima yang direproduksi dalam skala 1/15 untuk dapat merekonstruksi suasana pulau yang mengapung di laut itu sebelum direklamasi pada 1904.

Lepas masa isolasi, orang-orang Eropa lebih leluasa untuk bergerak di Jepang. Suasana Eropa pun merambah ke daerah yang sekarang bernama Glover Garden. Tempat ini berada di bukit yang dulu merupakan kediaman orang-orang Eropa ketika masa isolasi berakhir.

Ketinggian bukit ini adalah tempat yang sangat tepat untuk memandang keindahan pelabuhan dan tentu saja kebun Glover ini memang terlihat indah dengan berbagai tanaman bunga. Tempat ini dinamakan Glover karena dahulu merupakan kediaman pedagang asal Skotlandia yang bernama Thomas Glover. Ia juga telah menyumbang kemajuan modernisasi di Jepang terlebih lagi di bidang galangan kapal.

Suasana di masa hidup rumah kayu bergaya Eropa pada zaman itu masih dijaga sedemikian rupa oleh masyarakat. Turis dapat mengintip sedikit suasana rumah itu dari balik kaca jendela. Dari luar terlihat berbagai furniture kayu dengan gaya eropa dan barang pribadi seperti gaun pesta.

Di zaman Meiji itu Thomas Glover tinggal bersama sang istri yakni seorang wanita mantan Geisha bernama Tsuru. Hal ini yang membuat rumah tuan Glover itu terlihat semakin menarik adalah keberadaan patung Madame Butterfly. Patung ini sejatinya merupakan patung penyanyi Opera terkenal yang memerankan Choco yakni  Miura Tamaki.

Madame Butterfly ini merupakan Opera karya Puccini serta kediaman Glover dipercaya menjadi inspirasi dari latar belakang kisah percintaan antar bangsa yaitu seorang Perwira Angkatan Laut Amerika yang bernama Pinkerton dan wanita Jepang dengan nama Chocho atau kupu-kupu yang berakhir menyedihkan itu.

Bagaikan Roma dari timur

Lewat para misionaris Portugis dari abad 16 pula kekristenan mulai masuk ke Jepang. Salah satu misionaris yang berjasa dan sudah menjadi orang suci atau Santo dalam gereja Katolik adalah Fransiskus Xaverius. Misionaris ini juga berkarya di India dan pernah pula singgah di kepulauan Maluku.

Tetapi karena waspada dengan pengaruh buruk Eropa pada negara-negara Asia lain pada 1587 maka Toyotomi Hideyoshi akhirnya yang mengeluarkan dekrit yang melarang kekristenan. Pada masa itu terjadi eksekusi terhadap 26 orang yang terdiri dari orang Jepang dan misionaris dari Eropa.

Ke-26 orang itu yang terdiri dari 20 orang Jepang dan 6 misionaris asing dibawa ke Nagasaki yang kemudian dihukum mati dengan cara disalibkan. Peristiwa itu menandai periode persekusi terhadap orang-orang Kristen di Jepang.

Para Martir itu disalibkan di bukit Nishizaka. Di lokasi itu didirikanlah 26 Martyr Museum yang mempunyai cukup banyak harta berharga seperti di antaranya surat Santo Fransiskus Xaverius kepada Raja Portugal.

Sekitar 300 tahun kemudian keturunan orang Kristen Jepang itu ditemukan hidup di daerah Urakami. Untuk mengenang para 26 Maret tersebut didirikanlah Gereja Katedral Oura. Katedral ini selesai dibangun oleh para Pastor dari Prancis pada 1864 dan disebut sebagai gereja tertua di Jepang.

Saat ini Nagasaki juga disebut rumah dari Jepang karena jumlah penganut Katolik yang cukup banyak. Total terdapat kurang lebih 500 ribu orang Katolik di seluruh Jepang. Cuma itu kurang dari 0,5% dari total populasi.

Cara untuk pergi ke Nagasaki melalui Tokyo

Untuk Anda yang ingin mengunjungi Jepang tak ada salahnya untuk mampir ke Nagasaki. Nagasaki terletak di pulau Kyushu dan berjarak sangat jauh dari Tokyo. Dari ibukota,  turis bisa menempuh perjalanan naik JR Tokaido atau Sanyo Shinkansen sampai Stasiun Hakata di kota Fukuoka. Dari situ, perjalanan akan dilanjutkan naik kereta Limited Express kamome Menuju Stasiun nagasaki. Dibutuhkan waktu 7,5 jam untuk bisa sampai di Nagasaki.

Pemegang tiket Japan rail pass (JR Pass) dapat memanfaatkan naik Shinkansen Hikari dan Sakura dari Tokyo kemudian berganti dengan kereta di stasiun Shin Osaka sampai Stasiun Hakata. Perjalanan dilanjutkan dengan kereta kamu me sampai Stasiun Nagasaki. Total waktu yang dibutuhkan 8,5 jam dengan biaya ¥25.000. Angka tersebut memang terhitung cukup mahal namun masih terbilang murah jika menggunakan JR Pass yang berlaku 7 hari seharga ¥29.110.

Alternatif perjalanan yang lebih cepat ialah dengan menggunakan pesawat. Hanya diperlukan waktu 2 jam saja dari bandara Haneda ke bandara Nagasaki, namun harga tiketnya terbilang mahal yakni ¥44.000. Tetapi Anda bisa memperoleh harga yang lebih murah ketika menggunakan penawaran tiket pesawat promo dari Tokyo ke Nagasaki.

Terbang dari Tokyo ke Fukuoka lebih murah bila dibandingkan langsung ke Nagasaki. Dari Fukuoka nantinya ada bus yang berangkat ke Nagasaki setiap jam. Saat jalan-jalan di Nagasaki, tram merupakan kendaraan andalan untuk sampai ke tempat-tempat wisata. Penumpang naik melalui pintu belakang dan turun ke pintu depan tram. Ongkosnya sendiri dibayarkan ke pengemudi ketika turun.

Leave A Reply

Your email address will not be published.