Berita Nasional Terpercaya

Literasi Akan Hasilkan Generasi Berprestasi

0

Bernas.id – Gerakan literasi menjadi salah satu upaya penumbuhan budi pekerti siswa. Sebagaimana telah diupayakan pemerintah melalui Kemendikbud, untuk mencetak siswa berbudaya, kegiatan membaca dan menulis merupakan proses pembelajaran sepanjang hayat. Dengan demikian,  siswa  diharapkan dapat memperoleh hasil  maksimal serta  memperoleh prestasi gemilang. Gerakan literasi sekolah wajib bagi semua warga sekolah. Tidak hanya guru atau  siswa  yang berada di kelas tetapi juga karyawan dan masyarakat  sekolah. Apabila waktu literasi dimulai, semua di lingkungan sekolah harus ikut kegiatan ini tanpa kecuali.

Karakter Budi Pekerti

Waktu pelaksanaan literasi ini ditetapkan 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Setelah bel jam pertama berbunyi semua warga sekolah siap dengan buku masing-masing. Meskipun pada awal tahap membaca masih pembiasaan namun semua harus semangat mengikuti. Hal ini tidak lepas dari kesadaran atau karakter warga sekolah sendiri. Tumbuhnya karakter budi pekerti siswa sesuai dengan harapan atau tujuan gerakan literasi. Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri pendidikan dan kebudayaan Nomor 23 tahun 2015. Salah satu upaya penambahan pengetahuan adalah membaca buku-buku nonpelajaran.

Dengan membaca buku nonpelajaran memang berpengaruh terhadap kemampuan secara umum. Artinya siswa tidak hanya cakap dalam bidang ilmu pelajaran tetapi juga lainnya. Tidak salah jika ada istilah dengan membaca bisa menggenggam dunia. Apabila banyak waktu dihabiskan untuk membaca maka semakin banyak ilmu yang diperoleh. Sehingga tanpa membaca seseorang tidak tahu apa-apa. Akhirnya  membaca merupakan tuntutan hidup untuk melanjutkan arah  masa depannya.

Tidak Maksimal

Kegiatan literasi sekolah merupakan masalah penting dan tidak boleh ditinggalkan. Namun, pada kenyataannya masih ada sekolah yang belum bisa melaksanakan dengan maksimal. Satu contoh untuk sekolah pinggiran, di sana masih ada kendala baik dari segi fasilitas atau sumber daya  manusianya. Rendahnya minat baca dari kalangan siswa  menjadi kendala besar yang tidah mudah penanganannya. Selalu ada alasan untuk menghindari jam literasi. Misalnya masuk kelas terlambat, lupa tidak membawa buku literasi, sampai adanya lingkungan yang tidak kondusif.

Lingkungan kelas yang tidak nyaman untuk membaca menjadi faktor penting keberhasilan membaca. Misalnya saja letak kelas yang dekat dengan jalan raya sehingga bising dan mengganggu konsetrasi. Adanya kelas-kelas yang tidak ditunggui oleh guru yang mengajar jam pertama membuat siswa semaunya memperlakukan buku bacaannya. Mereka membaca sambil berbincang semaunya karena tidak ditegur guru sehingga waktu membaca habis percuma.

Kesulitan membiasakan membaca pada karyawan juga menjadi tantangan sendiri. Mengingat pekerjaan mereka tidak di kelas. Jadi, seolah-olah menjadi wajar jika kegiatan ini tidak dilakukan. Dengan demikian, mereka langsung melakukan aktifitas kerjanya sehingga menghambat keberhasilan gerakan literasi sekolah. Lain halnya dengan guru yang harus bisa menyesuaikan diri mengingat dia sebagai ujung tombak keberhasilan gerakan ini. Dikatakan demikian karena guru harus bisa memberi contoh teladan yang baik dan mengarahkan siswanya untuk maju bersama.

Alasan lain mengapa kegiatan literasi susah dilanjutkan adalah adanya sekolah tertinggal atau terpencil yang kurang memiliki fasilitas lengkap. Minimnya koleksi buku sekolah nonpelajaran menjadi masalah besar ketika semua warga harus membaca sementara buku tidak ada. Ironis sekali, tidak hanya di sekolah terpencil tetapi di Jogyakarta sebagai kota pelajar masih ditemui sekolah yang tidak memiliki fasilitas memadai.

Sejumlah masalah di atas menjadi fenomena yang tidak bisa didiamkan. Untuk menjalankan sebuah program memang dituntut kerjasama dari berbagai pihak. Apabila dalam proses perjalanannya masik terseok-seok memang perlu kesabaran yang luar biasa dan upaya untuk keluar dari permasalahan.

Keluar dari Masalah

Adanya kebijakan baru yang mendukung program GLS menjadi angin segar di dunia pendidikan. Tidak ada alasan terlambat untuk bertindak dan mengejar ketinggalan bagi sekolah yang belum bisa melaksanakan kegiatan secara maksimal. Banyak cara bisa ditempuh untuk belajar dan belajar. Sehingga kendala yang menghadang bisa disingkirkan.Uluran tangan dari berbagai pihak sebagai jalinan kerjasama saling membantu sangat dibutuhkan agar tercapai hasil maksimal.

Keberhasilan sekolah-sekolah maju dalam melaksanakan GLS ini menjadi contoh nyata untuk bisa diteladani. Di sekolah ini tidak lagi ditemukan masalah berarti yang menghambat jalannya literasi. Adanya komitmen tinggi dari warga sekolah akan keberlangsungan GLS menjadi modal utama dalam kegiatannya. Kesadaran akan kebutuhan membaca menjadi kewajiban dan rutinitas dalam kesehariannya. Membaca tidak hanya dibatasi 15 menit pada awal pelajaran saja. Namun, setiap ada waktu luang masing-masing warga sekolah selalu haus membaca.

Di sekolah maju fasilitas pendukung untuk melakukan GLS juga sungguh-sungguh diupayakan. Adanya ruang pojok untuk membaca, taman bacaan, sudut ruangan kosong dan tempat ibadah untuk memajang buku bacaan. Dengan demikian, warga sekolah tidak kesulitan mencari bahan bacaan ketika literasi. Semua warga sekolah bisa berpartisipasi tidak hanya meminjam buku untuk literasi tetapi  juga menyumbangkan buku. Jadi, buku yang dibaca tidak terbatas jumlahnya.

Penutup

Kesadaran akan GLS memang memberi manfaat bagi semua warganya. Selain itu juga mengangkat minat baca masyarakat di atas 0,001%. Hasil nyata dari kegiatan ini dibuktikan oleh sekolah yang konsisten terhadap Gerakan Literasi Sekolah. Prestasi yang diperoleh siswa tidak lepas dari kegiatan membaca. Sadar akan  pentingnya literasi telah membuka mata mereka. Bahwa dengan keyakinan serta kesungguhan hati membiasakan diri membaca telah mengubah hidup dan jalan pikirannya. Tidak ada yang tidak mungkin dalam meraih cita-cita.

Adanya kesatuan tekad dan kerjasama antar warga sekolah menjadi modal dasar dalam keberhasilan GLS. Siswa gemar membaca didukung fasilitas memadai. Bimbingan dan pendampingan guru dalam literasi. Karyawan juga tidak dibiarkan asyik dengan kerjanya sendiri. Bahu-membahu saling mengingatkan akan memberi energi positif dan kenyamanan.Kegiatan saling menguntungkan tanpa ada yang menyalahkan juga memberi motifasi untuk berprestasi. Akhirnya, dari membaca semua itu bisa diatasi dan  dinikmati hasilnya.Dengan demikian, semboyan untuk maju bersama hebat semua tidak akan sia-sia. (*Penulis: Titik Andriyati Robi?ah, SPd, Guru di SMAN 1 Pundong).    

Leave A Reply

Your email address will not be published.