Berita Nasional Terpercaya

Menghadapi Cobaan Kehidupan dengan Kecerdasan Emosional

0

Bernas.id – Bagaikan sebuah perjalanan menemukan pintu keluar di dalam labirin yang banyak perangkapnya. Seseorang bisa saja tersesat saat berusaha menemukan jalan keluar.  Bahkan, seseorang juga bisa terkena perangkapnya. Namun, apakah ia akan tetap berusaha untuk menemukan jalan keluar? Atau ia malah akan berdiam diri, meratapi nasib, dan menunggu ajal datang menjemput?

Begitu pula dengan kehidupan yang penuh lika-liku dan cobaan. Dalam kehidupan manusia cobaan tidak akan pernah berhenti datang. Bahkan, terkadang cobaan yang datang malah semakin berat. Selain itu, manusia juga tidak pernah luput dari kesalahan. Terlepas dari semua itu maukah seseorang terus bangkit dari keterpurukan dan memperbaiki kesalahan yang diperbuat?

?Dalam hidupnya, banyak orang yang bisa memberikan kesaksian betapa Sri adalah wanita kuat, yang selalu bisa memeluk hal semenyakitkan apapun, tapi dia bukan wanita super. Hatinya tidak terbuat dari baja, yang tidak bisa tergores. Dia tetaplah wanita biasa. Saat orang melihatnya begitu tegar menghadapi apa pun, orang-orang tidak tahu seberapa besar perjuangannya untuk membujuk dirinya sendiri bersabar, membujuk dirinya untuk melepaskan, melupakan, dan semua hal yang ringan dikatakan, tapi berat dilakukan. Karena bila bicara tentang penerimaan yang tulus, hanya yang bersangkutanlah yang tahu seberapa ikhlas dia telah berdamai dengan sesuatu.? (Liye, 2016:406)

 

Sama seperti Sri, tokoh dalam kutipan novel di atas yang merupakan karangan Tere-Liye, Tentang Kamu. Sri kerap kali mengalami cobaan yang berat dalam hidupnya. Mulai dari hidup tanpa ibu sejak lahir, kehilangan ayah saat umur masih berumur 9 tahun, merasakan kejamnya hidup dengan ibu tiri, pengkhianatan seorang teman, sulitnya mencari pekerjaan di ibu kota, hingga bisnis yang hancur akibat kerusuhan.

Namun, seorang Sri mampu melewati semua hal berat itu karena ia memiliki hati yang sabar, teguh, serta sifat yang pantang menyerah. Seperti yang telah dikisahkan, ia mampu memeluk semua kejadian menyakitkan yang menimpa. Semua cobaan berat yang menimpanya tidak membuat ia lantas membenci kehidupan dan menyalahkan keadaan.

Kecerdasan Emosional

Dalam buku Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati (2009:3 dan 4), Al. Tridhonanto memaparkan arti kecerdasan secara umum. Arti kecerdasan secara umum adalah suatu kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami dan menyadari terhadap apa yang dialaminya baik melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Lantas apa hubungan antara kecerdasan dan emosi, sehingga muncul istilah kecerdasan emosional itu sendiri? Dalam buku tersebut juga banyak memaparkan definisi dari kecerdasaan emosional menurut beberapa ahli. Salah satunya adalah menurut Daniel Goleman, yakni seorang ahli psikologi perkembangan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat. Goleman mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa.

Dari pemaparan di atas, jelas sekali menggambarkan kepribadian yang dimiliki oleh Sri. Tidak peduli sesulit dan sesakit apapun keadaan yang ia lalui, ia mampu memotivasi dirinya untuk bangkit dari kegagalan. Bahkan, tidak pernah menyalahkan dan berniat membalas orang yang telah menyakitinya. Jangankan berniat membalaskan dendamnya, rasa dendam saja ia tidak punya.

Tere Liye mampu menyajikan pola pikir Sri dari kecerdasan emosional yang dimilikinya. Sri pun mampu memeluk hal yang menyakitkan; seberapapun hal itu menyakitkannya. Sri ikhlas berdamai dengan sesuatu. Sri memiliki kemampuan untuk membujuk dirinya menghadapi sebuah kondisi. Dengan demikian, orang lain melihat tokoh Sri sebagai orang yang tegar menghadapi apapun.

Sejatinya kecerdasan emosional memang lebih penting ketimbang kecerdasaan intelektual. Sri adalah bukti dari pernyataan tersebut. Secara pendidikan ia tidaklah tinggi, tempat ia menempuh pendidikan juga bukan instansi pendidikan yang masyhur di kala itu.

?Menunaikan janji pada istrinya, Nugroho mengirim Sri Ningsih sekolah. Malam hari dia belajar mengaji di masjid Pulau Bungin. Siangnya belajar membaca dan berhitung di sekolah seberang pulau. Tahun-tahun itu, Indonesia baru saja merdeka, tidak banyak sekolah yang tersedia, tapi hadirnya cabang organisasi keagamaan seperti NU atau Muhammadiyah di Pulau Sumbawa, membuat banyak aktivis mendirikan sekolah rakyat.? (Liye, 2016:82-83)

Namun, hal itu tidak lantas membuat ia menjadi sosok yang terbelakang. Berkat kecerdasan emosi yang ia miliki, ia mampu memotivasi dirinya untuk terus mempelajari hal-hal baru. Meski tidak langsung berhasil dalam usahanya, ia mampu bangkit dan bersabar menikmati tiap proses pembelajaran itu.

?Tadi siang dia mengunjungi National Gallery London, tepatnya hendak melamar menjadi petugas bersih-bersih di sana. Petugas seleksi menolaknya bahkan saat baru membaca aplikasi yang hanya bermodalkan visa turis. Tidak masalah, setidaknya dia bisa berkeliling gratis melihat lukisan-lukisan mahsyur dan benda seni di museum itu.? (Liye, 2016: 313)

 

Dalam kutipan di atas, terlihat jelas karakter baik yang dimiliki Sri Ningsih. Pada umumnya seseorang cenderung akan merasa kesal, marah, dan kecewa bila tidak mendapatkan hal yang diinginkan. Namun lain halnya dengan Sri, sangatlah wajar apabila Sri merasa kesal, ia ditolak bukan karena kemampuannya yang tidak memadai, melainkan karena penilaian petugas seleksi yang tidak objektif.

Dalam situasi seperti itu Sri masih dapat melihat suatu sisi positif. Walau sekecil apapun sisi positif yang terlihat, hal itu lebih dari cukup untuk membuat perasaan lebih baik. Itu semua berkat kecerdasan emosi yang ia miliki. Hal ini membuktikan betapa pentingnya memiliki kecerdasan emosional. Walaupun begitu, bukan berarti pendidikan secara formal itu tidak penting. Pendidikan formal tetaplah menjadi hal yang penting, tetapi hal yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual harus seimbang. Maka bila masih ada orang yang memiliki paham ?yang penting pintar?. Itu adalah sebuah kesalahan besar, sebab tidak ada gunanya seorang anak yang pintar, tetapi memiliki perangai yang buruk.

Masih dalam buku yang sama, Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati (2009:8), seseorang dikatakan berhasil dalam menjalin hubungan dengan orang lain, jika ia sukses dalam pergaulan dan penampilanya selaras dengan perasaannya sendiri. Dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan empati untuk menerima diri sendiri. Seseorang dikatakan gagal dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain, jika ia tidak bisa mengerti perasaan dan keberadaan orang lain. Jika ia tidak bisa mengerti perasaan dan keberadaan orang lain, biasanya ditampilkan dengan sikap sombong atau angkuh.

Kecerdasan intelektual tidak akan menjadi hal yang berguna apabila tidak diimbangi kecerdasan emosi. Untuk berkembang secerdas apapun seseorang tetap membutuhkan bantuan dari orang lain. Hal itu menunjukkan bahwa menjalin suatu hubungan sosial dan untuk menjalin hubungan sosial memerlukan kecerdasan emosi. Hal ini membuktikan betapa pentingnya peran kecerdasan emosi dalam kehidupan seseorang.

Menjadi Inspirasi

Seorang Sri adalah wanita biasa. Mengapa disebut biasa? Orang yang pintar secara intelektualitas biasanya lebih terkenal daripada orang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik. Ini persepsi zaman dulu yang telah menjadi stereotipe tentang kebanggaan atas kecerdasan intelektual. Hal ini masih sulit diubah sampai saat ini.

Nama Albert Einstein mungkin jauh lebih terkenal daripada dr. Lie Agustinus Dharmawan. Sebagian besar orang-orang pasti belum pernah mendengar nama ini. Beliau adalah pendiri dari rumah sakit apung swasta pertama di Indonesia. Rumah sakit apung miliknya berlayar ke pelosok-pelosok negeri memberi pengobatan. Bahkan, operasi gratis ke orang-orang yang membutuhkan. Lie adalah sosok dengan ?paket lengkap?. Beliau memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi dan mampu mengelola kecerdasan emosionalnya dengan baik. Beliau adalah lulusan S3 sebuah univeristas di Jerman. Dengan tingkat pendidikan setinggi itu, beliau sebenarnya dapat hidup enak dengan membuka klinik atau rumah sakit mewah sendiri. Namun, kepeduliannya terhadap sesama membuatnya mau berjuang membangun rumah sakit apung dan dengan susah payah mengumpulkan bantuan baik dana maupun moral.

Lie bisa menjadi salah satu contoh nyata orang yang dianggap biasa saja, tetapi beliau mampu mengelola potensi dirinya menjadi bermakna bagi kehidupan. Beliau memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk memperhatikan kesehatan, terutama di daerah yang sulit terjangkau.

Bukti lainnya terlihat jelas pada dunia pendidikan saat ini. Hampir semua sekolah memiliki penghargaan atas siswa yang mendapatkan juara umum 1-3 di masing-masing jurusan. Namun, berapa banyak penghargaan atas siswa yang peduli dengan temannya dalam memperbaiki perilakunya; siswa yang rajin menolong cleaning servis untuk ikut serta menjaga kebersihan kelas dengan membuang sampah pada tempatnya; siswa yang menyapa dengan ramah kepada guru, karyawan, satpam, dan cleaning service?

Sri dianggap sebagai wanita biasa. Padahal, sebenarnya ia adalah wanita luar biasa yang bisa menjadi insiprasi bagi orang lain sebagai orang yang mampu mengelola kecerdasan emosional yang baik. Kisah hidup seorang Sri Ningsih ternyata tidak hanya memberikan inspirasi kepada orang-orang yang bertemunya secara langsung. Bahkan, kepada orang yang hanya mendengar kisah hidupnya. Tokoh Zaman dihadirkan Tere Liye untuk memaknai kehidupan Sri.

?Sebulan lalu, aku menelusuri kisah hidup seseorang yang bernama Sri Ningsih. Hatinya bagai kristal tanpa cacat. Dia memaafkan semua orang yang menyakitinya, dia bersedia mengalah, menelan seluruh kepedihan yang dilakukan orang lain kepadanya.? (Liye, 2016: 522)

Zaman adalah pengacara yang diutus oleh firma hukum yang berwenang untuk mengurus harta warisan Sri. Untuk mengetahui kepada siapa warisan Sri akan diberikan, Zaman harus menelusuri kehidupan Sri. Dengan menelusuri kehidupan Sri, otomatis Zaman mengetahui masalah serta cobaan yang Sri hadapi selama hidupnya. Zaman menjadi terinspirasi akan keteguhan hati Sri menghadapi segala cobaan yang menimpanya; proses seorang Sri berjuang untuk menyelesaikan segala cobaan, dan Sri yang selalu memaafkan segala sesuatu yang telah menyakitinya. Tokoh Sri menginsiprasi orang lain untuk melakukan hal sederhana berupa memaafkan orang lain memberi dampak pada keteguhan hati seseorang.

Menurut Dr Bernie Siegel (2010:149) dalam Pesan Harian: Inspirasi, Harapan, dan Cinta mengatakan bahwa ?bernapas? atau ?inspirasi dalam berbagai bahasa, berhubungan dengan semangat dan gairah hidup. Ketika seseorang terinspirasi maka dapat mengubah dunia, bukan dengan cara mengubah orang lain, tetapi dengan mengubah diri kita sendiri.

Begitu luar biasa kekuatan dari kata inspirasi. Inspirasi dalam arti yang positif membuat seseorang menjadi lebih baik. Jika seseorang hidup dengan benar, ia pasti akan menjadi inspirasi bagi setidaknya satu orang. Satu orang itu ialah dirinya sendiri. Bila melihat dirinya di masa lampau sanggup melewati segala cobaan dengan baik, otomastis itu akan memberikan inspirasi bagi diri yang sekarang untuk melewati cobaan di masa sekarang. Jika di masa lampau ia kuat menghadapi segala cobaan, seharusnya di masa sekarang pun ia dapat menjadi pribadi yang jauh lebih kuat.

Refleksi Kehidupan Saat Ini

Kehidupan seorang Sri yang mampu melewati segala cobaan dengan sangat baik dan mampu memaafkan semua yang menyakiti hatinya, telah membuat pelajaran banyak hal. Selama kehidupan berlangsung begitu juga dengan cobaan. Cobaan tidak akan pernah bisa dihindari. Satu-satu jalan untuk melewatinya adalah dengan menghadapinya. Tentu tidak asal melewati, dibutuhkan kecerdasan emosional untuk menghadapi segala cobaan yang datang silih berganti. Keteguhan dan kemauan untuk bangkit, itulah kunci dari kecerdasan emosional.

Hidup juga akan lebih baik bila memiliki sosok yang dapat membuat diri terinspirasi. Entah itu orang lain ataupun diri sendiri. Dengan terinspirasi seseorang dapat terdorong untuk menjadi lebih baik. Perubahan menjadi lebih baik itulah yang akan mendatangkan kesuksesan di masa mendatang.

Pada akhirnya, yang menentukan seseorang keluar dari labirin tersebut dengan sukses dan selamat adalah diri sendiri. Jika memiliki keteguhan hati dan kemauan untuk bangkit walaupun telah tersesat berkali-kali dan telah terjebak dalam rintangan yang begitu sulit, pasti semua itu dapat terlewati. Begitu juga dengan hidup. Walau terus dirundung cobaan, seseorang yang memiliki keteguhan hati dan kemauan untuk bangkit, tentu hidupnya akan menjadi jauh lebih baik. (*Penulis: Calista Millenia, Siswa SMAK PENABUR Harapan Indah)

 

Daftar Pustaka

Liye, Tere. 2017. Tentang Kamu. Jakarta: Republika Penerbit.

Siegel, Bernie. 2010. Pesan Harian: Inspirasi, Cinta, dan Harapan. Depok: Raih Asa Sukses.

Tridhonanto, Al. 2009. Melejitkan Kecerdasan Emosi (EQ) Buah Hati. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Leave A Reply

Your email address will not be published.