Berita Nasional Terpercaya

Agar Rindu Tak Membawa Sengsara, Lakukan Hal Ini!

0

Bernas.id – Apa yang lebih menjengkelkan dibanding makhluk bernama rindu? Hadirnya tanpa diundang, mengganggu dan tentu tidak tepat waktu. Terkadang rasanya ingin membunuhnya saja. Tapi semakin kita berusaha untuk tidak rindu, justru rindu terasa semakin memburu.

Futri Zakiyah, S.Psi menuturkan bahwa rindu adalah perasaan yang menggumpal, sehingga membuat bagian hati menjadi tidak rata, dan membutuhkan sesuatu yang datang sebagai penyeimbang. Dalam rindu, seringkali yang tampak hanyalah yang baik-baik. Kalaupun itu kenakalan, pastilah juga kenakalan yang menyenangkan.

Tentang rindu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah telah menguraikan di dalam Madarijus Salikhin bahwa kerinduan adalah salah satu pengaruh hukum cinta dan perjalanan menuju kekasih yang merupakan gejolak hati untuk bertemu. Tentunya dalam konteks ini, maksud yang dirindu bagi Ibnu Qayyim adalah Allah.

Dalam baris lain masih dalam kitab yang sama, Ibnu Qayyim menambahkan bahwa rindu adalah anak turunan cinta, sebab rindu muncul dari cinta. Kuat lemahnya rindu tergantung kepada besar kecilnya cinta. Apabila kita boleh menarik sedikit kesimpulan dengan sebuah analogi. Maka jika cinta adalah sebatang pohon, maka rindu adalah semacam buah. Tidak akan ada rindu jika tidak ada cinta. Dengan kata lain, jika kita mencintai seseorang kita akan merindukannya. Jika jauh pun tak rindu, sama dengan tak cinta. 

Itulah mengapa ketika sedang menaruh hati dengan seseorang maka terasa ada sesuatu yang timpang dengan ketiadaannya. Merasa ada yang merongrong tembok kokoh yang dibuat untuk menjaga hati dari segala macam serbuan-serbuan perasaan. Ada sebuah kisah yang sarat makna sebagai berikut:

Irfan, anak laki-laki Buya Hamka, terheran-heran karena tersadar kebiasaan aneh ayahandanya. Buya Hamka mampu membaca Alquran lama sekali hingga berjam-jam, terkadang hingga tiga sampai lima jam. Saking penasarannya, Irfan memutuskan untuk kepo bertanya, bagaimana Ayahandanya mempunyai kekuatan mampu membaca Alquran selama itu. Bagaimana jawaban Buya Hamka?

?Kau tahu, anakku. Ayah dan Ummi telah berpuluh tahun lamanya hidup bersama. Tidak mudah Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya, bila datang ingatan Ayah kepada Ummi, Ayah mengenangnya dengan bersenandung. Namun apabila ingatan Ayah tentang Ummi muncul begitu kuat. Ayah lalu segera mengambil air wudlu. Ayah shalat taubat dua rakaat lalu mengaji. Ayah berupaya untuk mengalihkannya dan memusatkan pikiran serta kecintaan Ayah semata-mata kepada Allah.?

Buya Hamka sedang rindu istrinya, seharusnya wajar dan tentu Allah pun akan maklum. Namun jika rindu itu muncul begitu kuat, ini bukan lagi hanya menyangkut perasaan tapi aqidah.

Bagaimana jika kerinduan bertemu dengan orang-orang tertentu justru mengalahkan kerinduan kita kepada Allah? Kepada RasulNya? Dalam kadar tertentu kerinduan kita akan membuat Allah cemburu.

Obat rindu bukan bertemu, tapi berdoa dan mendekat pada-Nya, karena jika rindu membuat hati menjadi timpang, biar Allah yang menyeimbangkan.
Penawar rindu bukan bertemu atau stalking medsosnya. Mungkin pasca bertemu atau stalking medsos, pada jangka sekian waktu kerinduan akan terlihat selesai. Tapi hal tersebut hanyalah semacam umpan, ia akan memprovokasi rindu-rindu berikutnya untuk datang dengan lebih rajin. 

Inilah mengapa rindu adalah perasaan kurang, pelengkap dan penenangnya bukan sekadar bertemu.

Ketika rindu datang, apalagi pada seseorang yang belum halal maka berwudhulah, bacalah Alquran sampai rasa ketenangan melingkup hadir, jangan sampai urusan perasaan mengalihkan ingatan pada-Nya.

Leave A Reply

Your email address will not be published.