Berita Nasional Terpercaya

Kendalikan Wabahnya Kurangi Risikonya

0

YOGYAKARTA, Bernas.id ? Dalam 30 tahun terakhir ini dunia dihadapkan dengan kemunculan penyakit-penyakit infeksi emerging (PIE) atau emerging infectious dan zoonosis dengan cirinya antara lain cakupan geografis yang luas, berpindah dari satu spesies ke induk semang yang lain termasuk manusia, memiliki keganasan dengan kerugian dampak yang meningkat, mengalami perubahan patogenesis, atau bahkan disebabkan oleh patogen yang berevolusi.

Sejak 2003, Badan Kesehatan Dunia atau WHO melaporkan 854 kasus avian influenza pada manusia (H5N1) dengan 449 kematian di seluruh dunia. Tiap tahunnya, di seluruh dunia, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa zoonosis menyebabkan 2,5 miliar kasus penyakit dan 2,7 juta kematian.

Indonesia merupakan salah satu hotspot untuk PIE di Asia. Sebagai negara dengan keanekaragaman hayati, Indonesia menempati posisi kedua sebagai negara dengan kekayaaan hayati dengan keanekaragaman jenis fauna. Semua ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang rentan ancaman zoonosis. Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007 menetapkan wabah penyakit sebagai salah satu bencana non alam yang perlu dikelola potensi ancamannya.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika (USAID) melalui Preparedness and Response (P&R) mengembangkan Pedoman Koordinasi Pendekatan One Health untuk mencegah dan mengurangi dampak PIE dan zoonosis. Pedoman ini berguna untuk menguatkan koordinasi di antara kementerian dan lembaga pemerintah terkait lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Dalam Negeri.

Pedoman Koordinasi Pendekatan One Health ini diluncurkan secara resmi dalam seminar publik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Selasa (13/2/18).

?Pemerintah Indonesia mengembangkan pedoman ini sebagai acuan kebijakan utama bagi pemerintah untuk mewujudkan koordinasi lintas sektor yang terpadu, efektif dan efisien dalam menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB)/wabah akibat zoonosis dan penyakit infeksi emerging,? jelas dr. Sigit Priohutomo, MPH, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK.

Kemenko PMK menyusun pedoman ini sejak tahun 2016 bersama kementerian terkait, lembaga, pemerintah daerah, serta Program Emerging Pandemic Threats -2 (EPT-2) dari USAID. EPT-2 adalah program kolaborasi yang terdiri dari lembaga-lembaga internasional, universitas, dan pusat-pusat penelitian seperti: Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian (UNFAO), WHO, PREDICT-2 (dipimpin oleh Eijkman Institute dan Institut Pertanian Bogor), Preparedness and Response atau P&R (dikelola oleh DAI), One Health Workforce (dipimpin oleh One Health di Indonesia atau INDOHUN), Palang Merah Indonesia (PMI), dan The Internasional Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC).

USAID bekerja sama dengan UGM menginisiasi Program EPT-2 dengan tujuan untuk mengurangi dampak penyakit emerging dan zoonosis melalui pendekatan One Health. Program ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan Pemerintah Indonesia dalam melakukan deteksi dini, peningkatan kesiapsiagaan nasional dan pengurangan risiko penularan penyakit melalui perubahan perilaku masyarakat. Pedoman Koordinasi Pendekatan One Health ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan Pemerintah Indonesia dalam mencegah, mendeteksi, dan merespon penyakit infeksi emerging.  

?Selama lebih dari 10 tahun, USAID telah bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia, universitas-universitas, lembaga-lembaga bantuan internasional dan pusat-pusat riset untuk meningkatkan kapasitas sumber daya bidang kesehatan manusian, kesehatan hewan dan lingkungan hidup menghadapi avian influenza dan penyakit infeksi emerging lainnya,? tutur Ryan Washburn, Mission Director USAID Indonesia.

UGM sebagai sebagai salah satu anggota INDOHUN menegaskan peran penting kalangan akademisi dalam pendekatan One Health untuk menyiapkan tenaga-tenaga lintas sektor baik dari bidang kesehatan manusia, kesehatan hewan maupun lingkungan hidup, mengembangkan riset serta mengintegrasikan pendekatan One Health pada kegiatan pengabdian kepada masyarakat khususnya dalam mencegah dan menanggulangi potensi penyakit infeksi emerging (PIE) dan zoonosis di Indonesia.

?Universita Gadjah Mada sebagai salah satu One Health Collaborating Center telah mengimplementasikan beberapa program diantaranya riset Multi Drug Resistence Tubercolosis (MDR-TB) dan pemetaan penyakit zoonotik, pengabdian kepada masyarakat melalui KKN One Health, seminar internasional One Health tentang zoonosis dan satwa liar, lokakarya partisipatif deteksi PIE dan summer course tentang satwa liar,?terang Rektor UGM, Prof, Ir. Panut Mulyono, M.Eng., D.Eng.

Melalui seminar publik ini, civitas akademika melalui One Health Collaborating Center UGM bersama Kemenko PMK mendapat kesempatan untuk menyempurnakan dan mengadaptasi Pedoman Koordinasi Pendekatan One Health untuk diterapkan di daerah.

?Seperti pengalaman Kabupaten Boyolali yang telah menggunakan pendekatan One Health ketika menangani dugaan kasus rabies oleh monyet ekor panjang dan gigitan anjing selama periode Januari-Oktober 2016,? jelas Sigit Priohutomo.

Menurutnya, kasus tersebut dapat ditangani dengan cepat, terukur dan sistematis berkat kerja sama dan koordinasi lintas sektor. *Pemaparan ini disampaikan oleh Rektor UGM Panut Mulyono dalam seminar publik di UGM.

Leave A Reply

Your email address will not be published.