Berita Nasional Terpercaya

Lobi-lobi Politik Ketua MK, Nah Terbuktikan (Bagian 2)

0

Bernas.id – Arief Hidayat yang merupakan Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro itu didesak mundur oleh 54 Guru Besar dan profesor dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga di Indonesia. Mereka antara lain dari Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Airlangga, Universitas Hasanudin, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Andalas UIN Sunan Kalijaga. Aksi 54 Guru Besar ini baru kali pertama kalinya terjadi.

?Dasarnya karena mereka melihat Pak Arief Hidayat itu melakukan pelanggaran etik yang sangat mendasar dan ini adalah Mahkamah Konstitusi yang penting sekali dalam konteks negara hukum Indonesia,? ungkap Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Bivitri Susanti kepada Bernas, Senin (12/2). 

Ia menambahkan putusan Dewan Etik yang hanya memberi teguran lisan itu dianggap kurang tepat. Guru Besar pun mengimbau dan mendorong supaya Arief Hidayat segera mengundurkan diri saja. MK seharusnya diisi oleh para hakim yang menjaga kebenaran, keadilan.

Kepada Bernas, Pengajar di Fakultas Hukum UAJY, Hestu Cipto menyampaikan posisi MK sebagai lembaga negara pengawal konstitusi seharusnya diisi oleh para cendik pandai yang memiliki integritas kenegarawanan yang tinggi, nonpartisan, independen, serta teruji kemampuan akademis di bidang penafsiran norma-norma hukum yang dalam dataran postmodern adalah penafsiran teks hukum dalam koridor tabularasa sang hakim MK.

Menurut Bivitri, tidak hanya 54 guru besar yang mendesak agar Arief Hidayat mundur dari jabatannya. Para guru besar akan menyampaikan surat pernyataan dan ingin bertemu langsung dengan Arief Hidayat karena merupakan imbauan moral yang harus disampaikan. Menurutnya, tanggal pertemuan masih dinegosiasi karena jumlahnya guru besar yang ikut juga bertambah.

?Tapi Tanggalnya 13 atau berapanya saya kurang paham karena bernegosiasi tanggal. Jadi ada perkembangan terakhirnya sudah sampai 66 guru besar karena ada yang baca di koran terus mereka mau. Kok nggak mau ikutan juga. Jadi sekarang udah ada 66 tapi lagi cari hari yang pas,? ungkapnya.

Langkah ini demi menjaga marwah MK sebagaimana mestinya. Padahal, MK masih berjuang memulihkan citranya pasca penangkapan Akil Mochtar yang saat itu juga menjadi Ketua MK.

MK Tak Konsisten

KPK menyatakan kekecewaannya atas putusan MK yang diketok Kamis (8/2). Wakil Ketua KPK Laode Syarif mengakui, pihaknya menghormati putusan MK karena bersifat final dan mengikat. Namum, ia tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap MK. Keputusan ini dinilainya tak konsisten dan bertentangan dengan empat putusan terdahulu, yakni MK menyatakan KPK bukan lembaga eksekutif.

“Kami merasa agak kecewa dengan putusannya karena judicial review itu ditolak,” ujar Laode usai sidang putusan.

Menurutnya, inkonsistensi MK ini bahkan dipaparkan oleh empat hakim yang mengajukan disssenting opinion atau perbedaan pendapat. “Dulu dikatakan KPK bukan bagian dari eksekutif, hari ini MK memutuskan bahwa KPK itu, dianggap bagian eksekutif. Menarik untuk kita lihat inkonsistensi dari MK,” sambung Laode.

Wajah MK kian terpuruk setelah Patrialis Akbar dan Akil Mochtar, kini menyusul Arief Hidayat yang berulang kali melakukan pelanggaran etik. Arief Hidayat memang membantah bahwa dia melakukan lobi-lobi politik dengan Komisi III DPR. Namun, desakan dari berbagai pihak terus mengalir supaya lekas mundur dari kursi Ketua MK.

Leave A Reply

Your email address will not be published.