Berita Nasional Terpercaya

FKUB DIY dan UAJY Serukan Deklarasi Anti Hoaks

0

Bernas.id – Mencermati dinamika kehidupan kebangsaan dan merebaknya fenomena radikalisme dan terorisme, menyisakan sebuah pertanyaan dalam benak kita. Bagaimana radikalisme bisa berkembang dalam sebuah negara demokrasi seperti Indonesia? Pertanyaan tersebut setidaknya menjadi pemicu untuk merefleksikan kembali kualitas kehidupan keberagaman kita dalam perkembangan kehidupan kebangsaan Indonesia masa kini.

Dalam konteks kebangsaan, bukan sikap toleran yang tumbuh melainkan gempita kontestasi destruktif di ruang publik. Cakupannya tidak lagi antar agama, bahkan antar mazab. Hubungan antara-agama belum juga menemukan titik formulasinya yang seimbang. Gambaran kerukunan dan toleransi beragama di negeri ini tidaklah ?seindah warna aslinya.? Kini muncul kembali terorisme dan radikalisme agama yang terus merebak di beberapa wilayah Nusantara. Fenomena ini semakin menohok kuat dalam memperuncing ketidakstabilan kehidupan keagamaan, keberagaman, dan kebangsaan kita.

Yogyakarta, yang dikenal dengan predikatnya sebagai ?the city of tolerance?, tak luput pula dari imbas hingar bingar dinamika radikalisme dan terorisme. Penyerangan terhadap Gereja St. Lidwina, Sleman, Yogyakarta baru-baru ini melahirkan keprihatinan baru sekaligus kekhawatiran terhadap makin maraknya gerakan intoleransi di Kota Yogyakarta, yang menurut Setara Institute bahkan menduduki posisi kedua provinsi dengan tingkat intoleransi tertinggi se-Indonesia. 
Menanggapi kondisi tersebut Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi DIY bekerja sama dengan Polda DIY menyelenggarakan saresehan di Ruang Student Lounge, Kampus II, Thomas Aquinas, Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Jl. Babarsari 44, Yogyakarta pada Rabu, 11 April 2018.

Hadir dalam acara tersebut KH Toha Abdurrahman (Ketua FKUB), AKBP Sinungwati, SH (Polda DIY), para pemuka agama dan perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai anggota FKUB. Rektor UAJY, Dr Gregorius Sri Nurhartanto, SH, LLM, bertindak sebagai tuan rumah acara tersebut.

Dalam sambutan sekaligus ucapan selamat datang, Sri Nurhartanto menegaskan kembali perlunya semua pihak untuk mencegah terjadinya konflik lokal berlatar belakang peradaban, baik etnis, budaya, maupun agama yang bisa menghancurleburkan bangsa Indonesia.

?Kemampuan untuk menyaring masuknya peradaban asing, dalam hal ini sangat diperlukan, karena ketika sebuah bangsa lemah dalam menyaring peradaban asing, maka jati diri bangsa juga akan goyah,? demikian paparnya.

Sedangkan AKBP Sinungwati, SH. pada kesempatan ini menggarisbawahi potensi destruktif dari hoax. Hoax amat potensial merusak tatanan masyarakat, melahirkan pelanggaran hukum, serta berpotensi menyulut intoleransi yang bisa menghancurleburkan masyarakat, dan bahkan bangsa. Sinungwati menjelaskan bagaimana sebuah hoaks itu dapat mengobarkan intoleransi yang merupakan bibit radikalisme.

?Dari radikalisme bisa berkembang menjadi terorisme, dan akhirnya akan menjelma menjadi gerakan separatis yang berkehendak membangun negara dan bangsa sendiri yang terpisah dengan NKRI,? demikian Sinungwati menguraikan. 

Mengingat potensi yang sangat destruktif dari hoaks, maka dalam akhir saresehan ini dilanjutkan dengan deklarasi antihoax yang dikumandangkan oleh para anggota FKUB dan Polda DIY. Isi deklarasi antihoaks tersebut adalah:

Demi terpeliharanya persatuan, kesatuan, keamanan, dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, maka kami dari Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat,  dan semua elemen masyarakat di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta dengan ini menyatakan:

1. Antihoaks dan anti penyebaran ujaran kebencian yang berbau isu SARA.

2. Mendukung langkah Polri dalam tindakan tegas melakukan proses hukum terhadap setiap pelaku penyebar hoax di seluruh wilayah NKRI.

#JOGJAtentremtanpaHOAKS

Leave A Reply

Your email address will not be published.