Berita Nasional Terpercaya

Esti Wijayanti, Komisi X DPR RI: Berbicara Politik Identitas, Berbicara Persoalan Perbedaan

0

Bernas.id – Senat Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga (Suka) mengadakan Seminar Kebangsaan bertajuk ?Menjaga Keutuhan NKRI dari Radikalisme dan Politisasi Agama di Gedung Teatrikal Fakultas Dakwah. Latar belakang diadakan seminar ini karena di masyarakat muncul potensi konflik horizontal semakin menguat jelang tahun politik, Selasa 24 April 2018.

Salah satu pemateri, Esti Wijayanti, dari Komisi X DPR RI menegaskan tidak mudahnya para pendiri bangsa ini mempersatukan seluruh komponen bangsa untuk sama-sama bergerak, berjuang menuju kemerdekaan apalagi sekarang ini penduduk Indonesia mencapai 270 juta, terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, dan ragam bahasa yang luar biasa.

Dipaparkan Esti, ketika pada tanggal 1 Juni 1945, telah dibahas secara rinci mengenai persoalan dasar negara, falsafah bangsa, dan lainnya dengan di dalamnya termuat beberapa hal mengenai bagaimana Indonesia ini ada. ?Salah satunya dikatakan Bung Karno, di depan sidang BPUPKI, kita hendak mendirikan suatu negara, semua untuk semua karena itu marilah kita mengambil sebagai dasar negara yang pertama, yaitu kebangsaan Indonesia,? tuturnya.

Lanjut Esti, kebangsaan Indonesia inilah yang menjadi dasar bagi kita untuk memahami negara ini terbentuk dari macam suku bangsa, yang pada waktu itu juga sudah jelas nyata terdiri dari berbgai agama ketika proses berlangsung sampai kemudian ditetapkan pada tanggal 18 Juni 1945. ?Kita harus memahami proses yang berlangsung saat itu mulai dari 1 Juni 1945 sampai 18 Agustus 1945, termasuk di dalamnya adalah konsep mengenai konsep Pancasila yang kemudian menjadi idelogi bangsa saat ini, yang terdiri dari lima sila, melalui proses yang tentu tidak mudah,? ucapnya.

Di dalamnya hadir, dirinci Esti, terdapat para pendiri atau tokoh-tokoh bangsa, misal dari Nahdlatul Ulama, muncul Kyai Haji Wahid Hasyim, dari Muhammadiyah, muncul Ki Bagus Hadi Kusumo, dari Timur ada AA Maramis sehingga konsep ideologi Pancasila betul-betul sudah terbentuk dengan proses yang sangat matang dan disepakati bersama.

?Saya hanya ingin mengatakan bahwa tidak ada lagi ruang untuk berbicara mengenai bagaimana kita ingin mengubah ideologi bangsa. Tidak ada satu pun di dalam tata perundangan kita, yang memungkinkan bagi kita untuk mengubah Pancasila. Kesepakatan bersama, yang sudah ditetapkan sebagai sebuah ideologi bangsa,? tegas Esti.

Dengan berbagai suku yang ada di Indonesia, menurut Esti, bias menjadi sebuah kekuatan yang positif sekaligus mempunyai dampak negatif. ?Positifnya itu merupakan keanekaragaman yang bisa saling menguatkan satu sama lain, saling mengisi, saling menyempurnakan. Tetapi juga bisa menjadi sisi negatif, dampak negatif ketika kemudian orang sekarang banyak berbicara politik identitas karena berbicaranya kemudian, berbicara persoalan perbedaan. Ketika sudah mulai bicara perbedaan kemudian dipolitisasi untuk kepentingan-kepentingan atau tujuan tertentu meraih kekuasaan salah satunya maka yang terjadi, bagaimana politik identitas memisahkan kelompok yang satu dengan yang lain. Ini yang sangat rawan,? urainya.

Disebut Esti, politik identitas bisa digunakan untuk memecah belah guna memperoleh kekuasaan maka sebenarnya juga berpotensi menjadi awal dari pengahncuran republik dan itu melanggar konstitusi. ?Kalau kita terus membangun politik identitas, terus membangun politik perbedaan sesama anak bangsa maka saya selalu mengatakan itulah yang akan menjadi penyebab negara ini hancur, sementara untuk bisa memerdekakan negara ini yang dibutuhkan persatuan dan kesatuan kita,? tukasnya. (Jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.