Berita Nasional Terpercaya

Rakernas Pertama IHGMA Ingin Lebih Banyak Berkiprah di Industri Pariwisata, Perhotelan, dan Pendidikan

0

Bernas.id – Rapat kerja nasional (rakernas ) pertama Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) dihadiri oleh 250 orang general manager dan 75 simpatisan sehingga totalnya mencapai 325 orang yang hadir. Rakernas ini akan menyusun dan memantapkan program kerja agar semakin bisa berkiprah di dunia industri pariwisata, Hotel Grand Mercure, Yogyakarta, Sabtu 5 Mei 2018.

Dalam sambutannya di rakernas, Ketua umum DPP IHGMA, Wishnu HS Al Bataafi mengungkapkan apresiasinya terhadap pencapaian IHGMA. ?Baru saja menginjak usia dua tahun, tapi kita sudah ada dua puluh lima (25) DPD, suatu apresiasi yang patut kita berikan kepada pendiri-pendiri IHGMA. Akhirnya kita bisa menunjukkan kemampuan kualitas kita untuk bisa berkiprah lebih banyak di pariwisata dan perhotelan,? katanya. 

Diceritakan Wishnu, banyak yang sudah IHGMA lakukan selama dua tahun ini untuk bisa memperkuat kemampuannya agar dapat bersaing di era globalisasi saat ini. ?Seperti yang kita lakukan di program level delapan setara S2, yang mana ini sudah ada 250-an general manager IHGMA yang sudah memiliki sertifikasi ahli perhotelan. Dengan ijasah ini, mudah-mudahan kita bisa lebih banyak membantu atau masuk terlibat di dalam dunia industri pendidikan seperti ada di politekpar, sekolah pariwisata, sekolah tinggi pariwisata, dan SMK,? tuturnya. 

Disampaikan Wishnu, kemarin kita sudah melakukan MOU dengan asosiasi SMK Pariwisata seluruh Indonesia. ?Kita mencanangkan satu GM, satu SMK pariwisata. Artinya, kita memiliki kemampuan untuk bisa membimbing dan membina sekolah-sekolah muda, SMK ini masih muda-muda. Banyak guru yang menginginkan bimbingan para GM. Yang sudah kita ketahui, dari dua puluh lima DPD, ada sekitar 140 SMK yang sudah dibina oleh IHGMA. Target kita adalah 700 SMK akan kita bina dari bendera IHGMA,? tuturnya.

Sementara itu, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Gubernur DIY sedikit merevisi tema rakernas tersebut, yaitu Pariwisata untuk Budaya, Budaya untuk Pariwisata. ?Mestinya lebih tepat jika tema diubah menjadi kalimat bertanya, budaya untuk pariwisata ataukah pariwisata untuk budaya? Dengan demikian akan memudahkan untuk menjawabnya karena sejatinya posisi pariwisata adalah bagian dari budaya. Menurut Koentjaraningrat, budaya adalah seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang diperoleh dengan belajar, di mana dari dimensi isinya memuat tujuh unsur universal,  bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, sistem pengetahuan religi, dan kesenian. Dari analisis itu, pariwisata sebagai subkoordinat sistem ekonomi adalah bagian dari budaya. Wajar jika pariwisata selalu dikaitkan dengan budaya dalam arti sempit, yaitu kesenian,? ujarnya.

Hal tersebut terjadi, lanjut Sri Sultan, karena umumnya objek yang dituju adalah cabang-cabang kesenian, seperti seni pertunjukkan, seni lukis, seni kriya, dan bentuk-bentuk seni yang lain. ?Di sisi lain, jika ditelaah dari dimensi isinya budaya memuat tiga hal, sistem nilai berupa budaya nonfisik, sistem sosial berupa tingkah laku masyarakat, dan budaya fisik, berupa keraton, candi, atau yang lain,? jelasnya.

Selain itu, Sri Sultan juga mengutip dari Wikipedia, pada 12 unsur kebudayaan yang menarik kedatangan wisatawan, yaitu bahasa, tradisi, masyarakat, kerajinan tangan, kuliner dan kebiasaan makan, musik dan kesenian, sejarah, teknologi lokal, religi, cerita rakyat, karakteristik arsitektur lokal, seni busana, seni pendidikan dan aktivitas waktu senggang. ?Sehingga kebudayaan sebagai obyek wisata semakin beragam dan mencakup semua unsur -unsur budaya baik dalam isi maupun wujudnya. Implikasinya, keterkaitan antara budaya dengan pariwisata itu mestinya bukan hanya berhenti untuk mempromosikan visual budaya fisiknya saja, tetapi juga dipancarkan aspek subtansial nilai-nilai dan perilaku serta adat istiadat masyarakat sebagai destinasi wisata,? terangnya.

Selain itu, Sri Sultan juga berpesan terkait fenomena cepatnya perubahan oleh pesatnya perkembangan IT yang harus mampu diantisipasi oleh para general manager hotel. ?Di era penuh kejutan ini, harus selalu siap untuk bergerak maju kalau tidak mau tertinggal di landasan,? katanya.

Untuk itu, Sri Sultan kembali menegaskan bahwa yang benar itu adalah pariwisata untuk pengembangan budaya, yaitu budaya unggul, baik yang memliki daya ungkit nasional maupun daya saing global. ?Sedangkan jika budaya jika digunakan sebagai media pariwisata maka dalam pemanfaatan budaya harus dijaga jangan sampai kehilangan dimensi estetika, etika, dan religiositasnya yang bisa berdampak tercerabutnya dari akar budaya lokal sebagai kekayaan dan sumber identitas suatu bangsa,? tukasnya. (Jat)          

Leave A Reply

Your email address will not be published.