Berita Nasional Terpercaya

Bagi yang Belum Tahu, Ini Asal-Muasal Sejarah Nama Sleman

0

Bernas.id – Dalam rangka Hari Jadi ke-102 Kabupaten Sleman, Pemerintah Kabupaten Sleman menggelar acara Bedah Buku Kabupaten Sleman dalam Perjalanan Sejarah dan Roadshow  Minat Baca Kabupaten Sleman. Acara bedah buku ini banyak dihadiri para guru, pegiat literasi, pustakawan, dan komunitas buku di Museum Taman Wisata Candi Prambanan, Senin 14 Mei 2018.

Dalam paparannya, Prof Dr Timbul Haryono, Msc, mengatakan bahwa mottonya sangat sederhana, yaitu menggali masa lalu untuk merancang masa depan. ?Kita semua punya masa lalu. Dalam hal ini, inti dari buku Kabupaten Sleman dalam Perjalanan Sejarah, yang saya termasuk sebagai salah satu penulisnya,? katanya.

Dijelaskan Prof Timbul tentang kapan asal mula dinamakan Sleman. ?Dari ilmu yang saya pelajari, sangat beruntung sekali bahwa pernah kita temukan sebuah prasasti, tulisan pada batu dengan bahasa Kawi. Yang prasasti itu ditulis pada tahun dengan candrasengkala Sruti Indria Rasa. Sruti itu mempunyai makna 4, Indria itu 5, Rasa itu 6. Jadi, kalau dibaca tahun 654 tahun Saka. Tahun masehinya menjadi 732. Pada tahun 700, apa yang disebut wilayah Sleman, itu sudah ada karena di dalam prasasti itu menyebut suatu wilayah yang dinamakan Kunjara Kunja Desa,? terangnya.

Yang artinya, lanjut Prof Timbul, dalam bahasa sekarang, yaitu desa yang disebut Kunjara Kunja (Hutan Gajah), yang berarti Alas ing Liman. ?Alas ing Liman ini tahun 700, terus di dalam kolektif masyarakatnya sekarang menjadi Sleman. Alas ing Sleman menjadi Sleman,? ujarnya.

Sangat menarik lagi, Prof Timbul menyebut bahwa ditemukan prasasti lagi, yaitu yang ditemukan di daerah SMA De Britto berupa batu patok wilayah yang jumlahnya ada lima, yang sampai ditemukan di daerah Mijon. ?Batu patok ini membatasi suatu wilayah yang disebut Salimar. Mungkin sekali Salimar itu juga terus menjadi Sleman. Salimar itu wilayah. Jadi, Salimar atau Sleman telah menjadi suatu tempat yang sangat-sangat penting karena kekayaan budaya yang berupa peninggalan masa Hindu dan Budha di Sleman itu sangat kaya sekali. Dimulai dari daerah Gunungwukir sampai daerah Medari sampai Prambanan sini,? bebernya.

Dikatakan Prof Timbul, waktu itu ibukota Kerajaan Mataram adalah Medang. ?Di dalam prasasti disebutkan Medang, tetapi tempatnya itu berpindah-pindah, missal Medangri (ri itu berarti di). Ada ditulis dalam prasasti Medangri Mamratipura, Mendangri Toh Pitu. Dalam kolektif ingatan kita kolektif masa kini mungkin disebut Medangri, terus menjadi Medari. Kenapa, karena di wilayah itu banyak sekali peninggalan-peninggalan candi,? paparnya.

Disampaikan Prof Timbul, terakhir ini ditemukan Candi Kimpulan di Sleman yang ditemukan di UII, belum lagi yang masih terpendam. ?Jadi, wilayah Sleman zaman tahun 700-800 kaya akan candi. Pertanyaannya, kok candi, candi itu apa? Candi itu kalau sekarang diumpamakan sebagai tempat sembahyang, tempat peribadatan. Kalau banyak candi, banyak tempat peribadatan, jadi sejak dulu, nenek moyang kita termasuk di Sleman, memang sudah kaya akan tempat-tempat ibadat dan banyak umatnya,? tuturnya.

Yang sangat menarik, lanjut Prof Timbul, ialah candi-candi itu baik agama Hindu atau Budha, bisa hidup berdampingan. ?Ini menunjukkan bahwa sejak zaman dulu, nenek moyang kita itu sudah sangat menjaga semangat toleransi kebersamaan. Tidak ada satu saingan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain.Bahkan, dalam salah satu candi itu jelas-jelas ditulis di dalam prasasti singkat. Candinya bersifat agama Budha, tapi yang membangun itu justru orang Hindu,? tukasnya.

Ditegaskan Prof Timbul, kita harus betul-betul bangga bahwa nenek moyang kita pada waktu itu sudah mengajari kita untuk hidup toleransi dan tidak membeda-bedakan macam-macam perbedaan. ?Semangat kegotongroyongan itulah yang mestinya sampai sekarang, lebih-lebih pada generasi muda, terus dipupuk agar Sleman menjadi smart regency,? katanya. (Jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.