Berita Nasional Terpercaya

Tradisi Budaya Ruwatan Digelar di Pendopo Tamansiswa

0

Bernas.id-Lembaga Javanologi Yogyakarta bekerjasama dengan Balai Pelestari Nilai Budaya DIY dan Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa kembali menggelar upacara adat dan tradisi budaya ruwatan. Untuk tahun ini, upacara adat ruwatan dilaksanakan lebih awal yang digelar di Pendopo Agung Tamansiswa Yogyakarta, Minggu Pon (22/7/2018) mulai pukul 07.00-15.00 WIB, dengan dalang Mas Panewu Cermosutejo.

Menurut Humas Panitia Ruwatan 2018 Ki R Bambang Widodo SPd MPd kepada bernas.id, Kamis (5/7/2018), pendaftaran peserta paling lambat 20 Juli pukul 15.00 WIB dan target peserta sebanyak 70 KK. “Bagi peserta yang berminat segera menghubungi Nyi Sri Muryani atau Ki R Bambang Widodo di Museum Dewantara Kirti Griya sebelah utara Pendopo Agung Tamansiswa,” kata Ki R Bambang Widodo.

Dikatakan, pada hari pelaksanaan ruwatan, sukerto dan orangtua harus berpakaian adat/daaerah. Selain itu, para sukerto dan orangtua perlu mengikuti gladi bersih pada hari Sabtu (21/7/2018) pukul 15.00 WIB di Pendopo Agung Tamansiswa.

Menurut Bambang Widodo, ruwatan merupakan sebuah tradisi upacara adat yang sejak dulu hingga sekarang masih dilestarikan dan dimanfaatkan oleh masyarakst, terutama masyarakat Jawa. Ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti membuang sial, menyelamatkan orang dari gangguan tertentu. Gangguan tersebut bisa dikatakan sebagai kelainan dari yang umum dalam suatu keluarga atau sesorang. Gangguan yang harus diruwat yakni gangguan bagi seorng yang disebabkan oleh suatu perbuatan yang dapat menimbulkan sial atau celaka atau dampak sosial lainnya.

Ruwatan dimaksudkan untuk mendapatkan keselamatan, kesehatan, kedamaian, ketentraman jiwa, kesejahteraan diri sendiri maupun keluarga. “Kegiatan ini diselanggarakan untuk memfasilitasi kepentingan masyarakat yang berkaitan dengan upaya menciptakan kedamaian, keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan seseorang dan keluarga dalam hidupnya. Selain itu, ruwatan juga bertujuan sebagai salah satu upaya untuk melestarikan tradisi budaya masyatakat yang dilaksanakan oleh para nenek moyang pada zaman dahlu kala,” kata Bambang Widodo.

Mereka yang diruwat antara lain ontang-anting (anak tunggal laki-laki), unting-unting (anak tunggal perempuan), uger-uger lawang (dua bersaudara laki-laki semua), kembang sepasang (dua bersaudara perempuan semua) dan seterusnya.

Ruwatan kali ini, menurut Bambang Widodo, merupakan yang ke-28 kali digelar. Dan selama ini, minat masyarakat untuk mengikuti ruwatan sangat tinggi. Ini terbukti, setiap digelar upacara ruwatan jumlah peserta selalu meningkat. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan masyarakat bahwa tradisi ruwatan yang diikuti mampu membuang sial dan menyelamatkan orang dari gangguaan-gangguan tertentu. (lip)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.