Berita Nasional Terpercaya

Alumni Geologi Angkatan 83 UGM Kritisi Sistem Tender Usaha Pertambangan

0

Bernas.id – Alumni Teknik Geologi Angkatan tahun 1983 Universitas Gadjah Mada (UGM) mengadakan reuni akbar ke-35 pada bulan Agustus ini.. Dalam reuni kali ini, Alumni Teknik Geologi angkatan 83 meluncurkan karya berupa dua buah buku di Den Singo Koffie, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (11/8/2018).

Anif Punto Utomo, Ketua Keluarga Alumni Teknik Geologi UGM menyebut kedua buku itu, pertama berjudul ?Perjalanan 59 Tahun Geologi UGM, Told dan Untold Story? dan kedua berjudul ?Geologi untuk Negeri, Solusi Kebijakan Ekstraksi, Mitigasi, dan Konservasi Sumberdaya Geologi?.

?Reuni ke-35 tahun ini tidak sekadar hura-hura, tapi ingin memberikan sesuatu kepada UGM dan negeri ini. Yang kami berikan adalah buku,? katanya dalam jumpa pers di Den Singo Koffie, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (11/8/2018).

Anif mengatakan acara puncak reuni akbar kali ini akan ditandai dengan peluncuran dua buku tersebut di Grha Sabha Pramana, UGM dilanjutkan dengan acara diskusi pada Sabtu (11/8/2018). ?Kami mengadakan acara besa semacam itu dengan mengundang Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR dan Dwikorita, Kepala BMKG, dan Rektor UGM Panut Muljana. Ada 350 undangan. Kami juga mengundang ahli geologi dari Akprind, STTNAS, Undip, Unsoed,? jelasnya.

Dikatakan Anif, buku ?Geologi untuk Negeri? berisi hasil-hasil pemikiran Alumni Geologi Angkatan 83. ?Hasil pemikiran alumni angkatan 83 terhadap permasalahan di kebijakan ekstraksi, mitigasi, konversi, dan sumber daya geologi. Ini yang menjadi output kami dalam reuni ke-35 tahun pada Agustus ini,? ujarnya.

Baca Kekayaan Alam Indonesia: Sebuah Anugerah atau Bencana?

Sementara itu, Adi Maryono, Ahli Minerba (mineral dan batu bara, red) dari Geologi UGM Angkatan 83 menjelaskan tentang salah satu solusi yang ditawarkan dari buku ?Geologi untuk Negeri? kepada pemerintah, terutama tentang sistem tender yang tidak berjalan baik sampai saat ini. Ia menyebut adanya kendala dan persoalan mendasar dalam sistem tender, yaitu investor menaruh uang untuk mendapatkan suatu daerah/wilayah.

?Terkait dengan sistem tender. Itu memang suatu konsep baru di dunia pertambangan, tapi tidak jalan. Pemerintah sendiri kesulitan cara melakukan evaluasi area yang akan ditawarkan sehingga ada harga yang tidak realistis di situ. Dari suatu wilayah (dalam sistem tender, red) dinyatakan investor harus menaruh uang sampai dengan 70-100 juta dollar sebagai tawaran untuk kompensasi,? katanya.

Adi menegaskan bahwa jumlah 100 juta dollar itu sangat banyak apalagi daerah yang akan dikelola di mata investor tidak mempunyai nilai sebesar 100 juta dollar. ?Otomatis, nggak menarik,? ucapnya.

Dikatakan Adi, kalau ada investor masuk bawa uang, jangan ditakut-takuti di depan pintu dengan uang kompensasi, tetapi biarkan masuk dengan aturan yang jelas apalagi pemerintah sedang menargetkan uang dari tender untuk minerba sebesar Rp 4,5 triliun per tahun. ?Ngambil benefitnya jangan ditender, tapi land rent, itu lumrah,? imbuhnya.

?Sekarang kami mencoba beri solusi karena kalau seperti itu nggak jalan. Yang jalan, orang boleh ambil daerah, tetapi dia harus land rent atau sewa tanah,? imbuhnya

Adi pun mengilustrasikan solusi dari land rent tersebut, misalkan 1 hektar diwajibkan iurannya 10 dollar untuk satu ijin usaha pertambangan (IUP) yang luasnya 5000 hektar, berarti 1 wilayah IUP itu 50.000 dollar, lalu dikalikan 10.000 karena di Indonesia kurang lebih ada 10.000 IUP maka hasil perhitungan pemasukan bisa Rp 7 triliun per tahun.

?Kalau pemerintah pintar, nanti iuran land rent itu bisa dinaikan ketika produksi (escalating). Ketika eksplorasi 10 dollar maka ketika produksi, jangan 10 dollar lagi kalau perlu 100 dollar per hektar untuk sewa area eksplorasinya. Jadi, kalau itu yang terjadi ini pemasukan yang luar biasa buat pemerintah dari situ saja,? terangnya.

Andi menyebut bawa land rent 50.000-100.000 dollar per tahun sudah lumrah di dunia industri pertambangan sehingga hal itu tidak memberatkan, tapi kalau belum masuk sudah diberi aba-aba menaruh uang 50 sampai 100 juta dollar, investor akan mundur. ?Itu yang terjadi, sehingga sistem tender nggak jalan,? imbuhnya.

Dalam sistem tender, meski pemerintah sudah melakukan rekayasa dengan menaruh sebuah perusahaan di wilayah area calon penambangan, menurut Adi, nyatanya tetap tidak ada yang ikut alias tidak jalan. ?Peraturan tentang sistem tender akan direvisi kembali . Pemerintah harus membuat satu skema yang bisa diterima oleh industri, tapi juga menguntungkan negara. Kekayaan alam kita top. Kalau gadis, gadis yang cantik siap dipinang, tapi yang mau meminang itu takut, mendekat rumah saja takut. Sekarang industri-industri ekstraksi seperti itu,? pungkasnya. (jat) 

Leave A Reply

Your email address will not be published.