Berita Nasional Terpercaya

Optimalisasi Produksi Pangan di Lahan Sempit, HKTI DIY Sarankan Mina Padi

0

Bernas.id ? Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Profesor Ali Agus mengatakan bahwa di Indonesia, khususnya di Jawa apalagi di Yogyakarta, lahan pertanian itu semakin lama semakin sempit, padahal, setiap orang hidup ingin makan. Untuk itu, Profesor Ali Agus menyarankan Mina Padi, sebuah sistem budidaya yang mengombinasikan dalam satu lahan yang sama, lahan itu ditanami padi dan ditebari ikan karena ada airnya, Dusun Samberembe, Desa Candibinangun, Pakem, Sleman, DIY, Senin 13 Agustus 2018.

?Nah bagaimana caranya, lahan yang sempit itu bisa optimal untuk produksi bahan pangan. Bahan pangan bisa sumber karbohidrat dari beras asalnya padi atau protein hewani dari ikan atau ternak, maka bagaimana menjawab tantangan di Jogja yang lahannya sempit kita masih bisa tetap hidup dan makan. Jawabannya, salah satunya adalah integrasi komoditi,? kata Prof Ali Agus di sela-sela Panen Perdana Budidaya Minapadi.

Prof Ali Agus mengatakan kalau persawahan ada airnya yang mengalir (seperti sungai kecil-red) supaya airnya tidak lewat atau lolos begitu saja maka dibelokkan ke sawah atau ke kolam supaya bisa dikasih (bibit-red) ikan. ?Kalau di lahan sawah yang juga butuh air maka pinggirannya bisa dibuat kolam sehingga lahan bisa mendapatkan dua hasil sekaligus, panen padi dan panen ikan selama 3 -4 bulan,? imbuhnya.

Beras hasil panen Mina Padi, sebut Prof Ali Agus sangat ramah lingkungan dan baik untuk kesehatan karena pupuknya organik, sebab bila disemprot peptisida ikan yang ditebar di sawah bisa mati. ?Ketika produknya tidak disemprot peptisida, produknya ramah lingkungan. Berasnya ramah lingkungan,? ujarnya.

Untuk jenis padi yang cocok ditanam di Mina Padi, Prof Ali Agus menegaskan bahwa semua jenis padi cocok, tapi dalam konteks di Dusun Sarembe ini sedang diuji coba varietas padi yang dikembangkan oleh HKTI, khususnya Ketua HKTI, Moeldoko, namanya M400. ?Berdasarkan catatan di berbagai uji coba, produksinya lebih tinggi, tidak mudah roboh, bulirnya lebih banyak,? katanya.

Sementara itu, Satrianta atau akrab dipanggil Pak Timbul, Ketua Mina Muda Sambirembe Pakem bercerita bahwa Kelompok Mina Muda berdiri pada tahun 2008 dan mulai menerapkan sistem Mina Padi di tahun 2012 karena keuntungan yang didapatkan lebih menjanjikan.

?Kalau dulu kebanyakan di sini kan padi konvensional. Dihitung-hitung padi konvensional itu, analisa usahanya sangat minim sekali. Jadi, dalam 1000 meter itu, biaya operasional padi konvensional itu sekitar 2,4 juta. Mulai dari analisa itu, saya terus bergerak ke Mina Padi Kolam Dalam, sebab dari Mina Padi Kolam Dalam ini, kita rata-rata menghasilkan 3-4 juta per seribu meter. Kalau konvensional sekitar 3,2 sampai 34,4 juta. Mulai dari itu saya langsung  terjun ke Mina Padi,? bebernya.

Pak Timbul mengatakan  bahwa hasil rata-rata kalau padi konvensional dulu sekitar 5 sampai 6 kwintal per 1000 meter. ?Alhamdulilah dengan Mina Padi ini bisa 7 sampai 8 kwintal per 1000 meter. Ikannya kurang lebih rata-rata 2,5 kwintal sampai 3,5 kwintal per 1000 meter. Bibit 40 Kg dan pakan 280 kg,? ceritanya.

Untuk kendala Mina Padi, Pak Timbul menyebut adanya serangan musang air (regol) yang memakan ikan ternakan di Mina Padi dan sangat sulit dibasmi. Untuk padinya tidak masalah karena dengan Mina Padi, bijinya justru lebih mentes dan berbobot. Ikut dalam panen perdana ini, Wakil Bupati Sleman Sri Muslimatun, Kepala Dinas Pertanian Heru Saptono, dan Kepala Pusat Riset, Badan Riset dan SDM Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr Toni Ruchimat. (Jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.