Berita Nasional Terpercaya

Ada Komunitas ?Bajingan? di Kabupaten Bantul

0

Bernas.id — Zaman now mendengar kata Bajingan pasti dalam benak kita adalah sebuah umpatan kasar atau kalaupun menggambarkan sosok kepribadian orang, menggambarkan seseorang yang kasar dan jahat. Padahal dalam khasanah budaya Jawa, kata Bajingan adalah sebutan profesi terhormat yaitu kusir (sais) gerobak sapi dan mempunyai makna filosofi tinggi.

Seperti yang dijelaskan oleh Ketua Paguyuban Bajingan Guyup Rukun Bantul, Isdiyana, kepada Bernas.id, di sela-sela acara pertemuan rutin anggota, Minggu (30/09/2018), di Lapangan Jodog, Jalan Srandakan, Karangasem, Gilangharjo, Pandak, Bantul, DIY.

?Kami adalah Bajingan sebutan profesi sebagai kusir gerobak. Banyak masyarakat yang belum tahu apalagi zaman sekarang, bahwa makna dari Bajingan itu sendiri adalah Bagusing Jiwa Angen-angening Pangeran (Bhs.Ind, Bagusnya jiwa/ saleh adalah insan yang diinginkan oleh Tuhan). Dahulu seorang Bajingan yang bekerja selalu bawa baju koko dan sarung. Berangkat dari desa setelah subuh dan jika waktunya dhuhur, maka ia akan istirahat, memberi makan sapinya dan salat,? papar Isdiyana, yang di kalangan komunitas akrab disapa Pak Is.

Paguyuban Bajingan Guyup Rukun Bantul, didirikan  dan diresmikan oleh Bupati Bantul Hj. Sri Surya Widati (Bu. Idham), pada tanggal 9 Agustus 2013. Hingga kini telah mempunyai anggota 50 Bajingan dari berbagai wilayah di Kabupaten Bantul dan sebagai organisasi telah berbadan hukum.

?Paguyuban Guyup Rukun Bantul telah berbadan hukum. Tujuan dibentuknya paguyuban, pertama adalah untuk melestarikan gerobak atau bentuk angkutan transportasi zaman dahulu. Dan kedua, agar anak-anak generasi sekarang tahu tentang gerobak sebagai salah satu bentuk kekayaan budaya Jawa,? lanjut Pak Is.

Paguyuban Guyup Rukun bersekretariat di Sraten, Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul ini, setiap Minggu Pon pagi atau setiap selapan hari (35 hari) berdasar kalender Jawa/ Sultan Agung, mengadakan pertemuan anggota lengkap dengan armada gerobaknya di Lapangan Jodog. Pertemuan anggota setiap Minggu Pon pagi, selain sebagai silaturahmi, arisan, juga untuk transaksi bisnis terkait gerobak dan sapi.

?Untuk mempunyai sebuah gerobak sapi lengkap, setidaknya mengeluarkan kocek antara Rp 15.000.000 – Rp 30.000.000 untuk gerobaknya saja dan ini tergantung dari bahan kayunya. Sedangkan untuk seekor sapi jenis PO atau Benggala, sudah siap pakai berkisar Rp 25.000.000 – Rp 30.000.000. Jadi satu gerobak lengkap harganya  bisa setara mobil baru jenis untuk angkutan,?imbuhnya.

Sementara itu, Staf Ahli Gandung Pardiman Center (GPC) Agus Mulyono didampingi oleh Awik Rusprayitno seorang politisi dari Partai Golkar, yang berkesempatan hadir di lokasi, kepada Bernas.id, mengatakan, bahwa ajang pertemuan paguyuban di sini masih bisa dikembangkan untuk pariwisata Kabupaten Bantul.

?Budaya gerobak sebagai transportasi dan angkutan tempo dulu masih dapat kita kembangkan lagi, terutama untuk kepentingan pariwisata. Kedepan, coba akan saya sampaikan kepada Pak Gandung Pardiman sebagai wakil rakyat (Anggota DPR Pusat), agar bisa diupayakan mendapatkan Danais (red, Dana Keistimewaan),?ujar Agus.

Selain gerobak sapi, sebenarnya masih ada moda angkutan transportasi di Kabupaten Bantul yang sudah lama hilang atau tidak tampak lagi, diantaranya adalah Dokar (Bendi) seperti Andong namun beroda dua besar ditarik oleh seekor kuda. Kemudian Cikar yaitu gerobak dengan bentuk seperti rumah gubuk beroda dua ditarik kuda, pada tahun 1970an Cikar masih mudah dijumpai untuk pengangkut arang dan kayu bakar dari Imogiri, Bantul untuk dibawa ke Pasar Beringharjo. (ted)

Leave A Reply

Your email address will not be published.