Berita Nasional Terpercaya

Hutan Bisa Menjadi Sumber Kemakmuran Baru

0

Bernas.id – Rektor Institut Pertanian (Instiper) Yogyakarta, Dr Ir Purwadi, MS memiliki pandangan tersendiri tentang Pengelolaan Hutan di Masa Depan. Ia menyebut KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) merupakan sumber kemakmuran baru dengan Value Tanpa Batas.

Rektor Purwadi meyakini hutan memiliki arti penting dalam kehidupan manusia karena memiliki fungsi ekologi, sosial, dan ekonomis. “Ketiga fungsi tersebut harus berjalan seimbang sehingga kelestarian hutan dapat 
terjaga. Untuk menyelamatkan hutan Indonesia yang sudah mulai kritis maka dibangunlah KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan). Terdapat 600 KPH di Indonesia namun belum semua dapat berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan keterbatasan SDM, sumber dana, dan fasilitas pendukung,” tuturnya ketika ditemui di ruangannya, Kamis 4 Oktober 2018.

Menurut Rektor Purwadi, KPH bisa menjadi kemakmuran baru jika potensinya di bangun dengan kreativitas. “Di hutan itu terdapat berbagai sumber daya. Yang menarik sumber daya di hutan itu bersifat khas/langka dan lokal spesifik. Sebagai contoh madu hutan yang dihasilkan di hutan Kalimantan akan berbeda dengan madu hutan Papua. Nilai spesial inilah yang dapat meningkatkan nilai produk yang dihasilkan. Karena kekhasan dari madu tersebut dan jumlahnya yang terbatas maka nilai madu tersebut bisa menjadi lebih mahal. Tinggal bagaimana caranya membuat hal tersebut diketahui oleh banyak orang. Sumber daya di berbagai daerah itu berlainan yang membuat value tanpa batas,” ujarnya.

Rektor Purwadi menyatakan value tanpa batas yang dimaksud di sini bukan dalam arti eksploitatif, tapi dalam pengelolaan hutan harus tetap sesuai porsi fungsi hutan. “Value tanpa batas bisa diciptakan dengan kreativitas yang tanpa batas juga. Kalau hal itu bisa diciptakan maka hutan bisa menjadi sumber kemakmuran baru untuk masyarakat sekitar hutan maupun pembangunan ekonomi wilayah. Apabila kita bisa menghasilkan seperti itu maka semua pemangku, pelaku, dan masyarakat di sekitar KPH dapat menikmati hasilnya. Dengan demikian isu sustainability dapat teratasi dan tidak akan ada lagi masyarakat miskin di sekitar hutan yang kaya sumber daya,” paparnya panjang.

“Tata kelola hutan saat ini harus terus dikembangkan, tidak boleh hanya bersifat administratif saja. Pengelolaan hutan harus bisa mengenerate hutan sebagai sumber kemakmuran baru. Diperlukan gebrakan-gebrakan kreatif dan inovatif dalam mengembangkan potensi hutan. Dalam mengelola hutan juga jangan dikotak-kotak. Lebih luas lagi seharusnya manajemen hutan ke depan itu harus berbasis wilayah dalam mengelolanya. Oleh karena itu, pembangunan kehutanan di Indonesia seharusnya mengarusutamakan pada manajememen KPH. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) harusnya mendapatkan porsi lebih dalam ikut mengembangkan hutan. Keahlian mereka dalam membaca potensi akan mengubah hutan menjadi ladang kemakmuran bagi masyarakat sekitarnya,” tambahnya.

Rektor Purwadi mengatakan bahwa saat ini, INSTIPER telah memiliki hutan dan kebun praktek seluas 13,8 hektar di Ungaran Jawa Tengah yang sering kami sebut SEAT (Stiper Edu Agro Tourism) INSTIPER. “Jika ada area hutan seluas 100-200 hektar di DIY atau Jawa Tengah yang bisa dikelola INSTIPER, kami siap bekerjasama dengan KPH untuk membangun model ini. Mungkin bisa seperti Land Grant Colleges dari Kementrian Kehutanan yang sebelumnya pernah memberikan hak kelola hutan kepada beberapa perguruan tinggi di Yogyakarta. Namun, saya tidak tahu pasti bagaimana perkembangannya saat ini. Jika INSTIPER diajak untuk mengelola jelas kami siap. INSTIPER tidak akan mengekploitasi hutan tersebut,” urainya panjang.

Kepercayaan Rektor Purwadi pun bukan tanpa alasan karena INSTIPER siap dengan tantangan tersebut melalui kurikulum yang dikembangkan di Fakultas Kehutanan INSTIPER. “Kurikulum ini didesain supaya mahasiswa mampu menciptakan kreatifitas produk untuk memaksimalkan sumber daya hutan yang ada. Fakultas Kehutanan INSTIPER memiliki minat studi Sarjana Manajemen Hutan (SMH) yang mempelajari bagaimana cara memanajemen hutan. Mahasiswa di INSTIPER telah diajarkan bagaimana mengelola hutan secara kreatif tanpa meninggalkan fungsi dasar hutan itu sendiri. Pemanfaatan hutan sebagai ekowisata merupakan contoh mata kuliah yang diajarkan di minat ini. Semua calon sarjana di INSTIPER juga harus menjalani magang baik itu di KPH maupun perusahaan HTI. Hal ini dilakukan karena setiap mahasiswa harus mampu mempelajari model, proses, dan produk bisnis hutan. Jadi proses magang itu tidak hanya untuk proses belajar,” bebernya.

“Jika nantinya INSTIPER Yogyakarta diberikan suatu area hutan di DIY atau Jawa Tengah atau diperbolehkan untuk mengambil alih pengelolaan salah satu Land Grant Colleges di Yogyakarta, kami akan menginvestasikan dana 2-3 M untuk mengembangkan model tata kelola hutan yang kreatif untuk menggali potensi hutan tersebut dan meningkatkan valuenya,” bebernya.

Ditegaskan Rektor Purwadi, INSTIPER Yogyakarta akan memberikan contoh kelola hutan dengan mendorong potensi yang dimiliki hutan untuk memberikan manfaat lebih bagi masyarakat.(jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.