Berita Nasional Terpercaya

Belajar Cara Diplomasi dari Menlu Retno

0

Bernas.id – Kementerian Luar Negeri bermitra dengan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan Diplomacy Festival 2018 di Lapangan Grha Sabha Pramana. Dalam kegiatan ini, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berkenan hadir secara langsung memberikan kuliah umumnya tentang diplomasi.

Dalam sambutannya, Dr Paripurna Poerwoko Sugarda, SH, MHum, LLM, Wakil Rektor bidang Kerja Sama dan Alumni UGM mengatakan bahwa Diplomacy Festival (DiploFest) 2018 yang digelar di Universitas Gadjah Mada sangat istimewa karena meski diadakan di beberapa daerah, Yogyakarta menjadi tujuan utama dan pertama dari Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi.

“Acara DiploFest merupakan terobosan inovatif dari Kemlu yang sangat menarik,” ucapnya.

Dr Paripurna mengatakan bila berbicara diplomasi bukan sebuah cerita baru.”Sejak tahun 1955, sepuluh tahun setelah kita merdeka, Indonesia memprakarsai Konferensi Asia Afrika yang menjadi tonggak sejarah penting bangsa-bangsa bagi dua benua itu,” katanya.

“Yang terpenting adalah bagaimana kita mengambil sikap bahwa kita tidak harus ngeblock kepada negara yang berseteru, tetapi kita harus independen. Menjadi tonggak untuk tidak tergantung dari negara mana pun,” imbuhnya.

Dr Paripurna juga menceritakan pada tahun 1957, Perdana Menteri Junada Kartawijaya telah meletakkan landasan pertama  konsep negara kepulauan yang menyatakan laut di antara pulau-pulau Indonesia menjadi bagian dari Indonesia. “Kemudian dibawa ke masyarakat  internasional  melalui  diplomasi yang akhirnya  melahirkan konvensi PBB tentang hukum laut yang dimiliki dunia  hingga saat ini. Para diplomat handal Indonesia turut andil besar dalam mewujudkan itu,” katanya.

Berdirinya ASEAN, menurut Dr Paripurna juga tidak lepas dari peran Indonesia yang sigap dalam merangkul negara-negara tetangga hingga Indonesia dipercaya sebagai ibukota ASEAN. “Tentu saja ini diplomasi yang cemerlang. Dalam sengketa perbatasan Kamboja dan Thailand, Indonesia sebagai ketua ASEAN ketika itu berhasil menginisiasi dialog bagi kedua belah pihak,” tuturnya.

“Diplomasi tidak hanya menjadi masa lalu bagi Indonesia, tapi diplomasi menjadi tradisi kita hingga masa kini,” tambahnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu), Retno Marsudi mengawali kuliah umumnya dengan memperlihatkan sebuah foto ketika dirinya mengunjungi pengungsi Rohingya di Rakhine State, Bangladesh.

“Itu adalah diplomasi,” katanya kepada para peserta di Diplomacy Festival 2018 di Gedung Balai Senat UGM, Jumat 26 Oktober 2018.

Menlu Retno mengatakan bahwa menurut data, sudah lebih dari 1 juta orang untuk pengungsi di sana. “Sebagian besar anak-anak dan perempuan kondisinya sangat memprihatinkan dan masa depan masih gelap,” ucapnya.

Ia juga memperlihatkan lagi sebuah foto ketika dirinya masuk ke perkebunan sawit untuk memberikan dukungan para TKI. “Kebayang nggak sih masuk di perkebunan sawit di Malaysia agar memperoleh para TKI bisa memperoleh hak-haknya. Ini juga diplomasi,” ujarnya.

Lalu, ia juga memperlihatkan sebuah foto ketika dirinya ikut mengevakuasi pelajar Indonesia dari Yaman ketika konflik. “Kita pernah mengambil ribuan WNI dari Yaman ketika bergolak. Saat itu menurunkan 1 orang yang bisa berbahasa Arab dan 1 orang yang menang dididik untuk turun di wilayah konflik,” tuturnya.

“Itulah sekelumit cerita mengenai dunia kita. Dunia ini sangat cair dan kompleksitas. Dunia ini semakin banyak ketidakpastian. Upaya untuk menciptakan kesejahteraan dunia pun semakin sulit untuk kita capai. Perang dan konflik juga tidak menguntungkan siapapun dan membawa kebaikan bagi siapapun,” imbuhnya.

Untuk itu, Menlu Retno menegaskan bahwa kita tidak boleh berhenti untuk berusaha dan berharap. “Kita memang tidak akan pernah tahu ujung ketidakpastian dunia akan seperti apa, tapi yang paling penting jangan pernah kehilangan harapan,” ucapnya tegas. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.