Berita Nasional Terpercaya

NH Dini: Seorang Humanis yang Jujur

0

Bernas.id- Kabar duka kembali menyelimuti dunia sastra Indonesia setelah sebelumnya di tahun 2018, dua sastrawan besar, Danarto dan Hamsad Rangkuti dipanggil Tuhan belum lama ini.

Penulis novel kelahiran Semarang 82 tahun lalu, NH Dini dikabarkan meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan di ruas jalan tol Tembalang KM 10 sekira pukul 11.15 WIB, Selasa 4 Desember 2018.

Pemilik nama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin sempat dirawat di RS Elisabeth Semarang, tapi sekitar pukul 16.00 WIB dinyatakan meninggal dunia.

Karya-karya NH Dini yang populer di masyarakat, misalnya “La Barka”, “Orang-orang Tran”, “Pertemuan Dua Hati”, “Namaku Hiroko”, dan “Pada Sebuah Kapal”.

Dr Yoseph Yapi Taum MHum, Dosen Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma (USD) menceritakan pengalamannya dengan salah satu karya dari novelis NH Dini kepada Bernas.id.

“Dari semua novelnya, saya lebih tertarik pada satu novelnya, yang berjudul Jalan Bandungan (1989). Novel ini mengangkat persoalan Tragedi 1965. Diceritakan tentang Muryati yang menjadi korban suaminya, Widodo,  yang ternyata seorang anggota PKI dan kelak dibuang ke Pulau Buru,” katanya, Selasa malam, 4 Desember 2018.

Melalui karya itu, menurut Dr Yapi, NH Dini mengisahkan semangat zaman di tahun 1960 dan 1970-an, termasuk berbagai propaganda dan hasutan untuk membenci orang-orang PKI. Muryati memang ?membenci? Widodo, tetapi lebih karena rasa cintanya yang memudar, bukan karena PKI-nya. “Novel ini memberikan kritik terhadap sikap dan tindakan orang-orang pada zamannya terhadap PKI yang sangat berlebihan,” ujarnya.

“Bagi saya, NH Dini adalah novelis yang jujur mengungkapkan pikiran dan perasaannya apa adanya. Dia tidak segan-segan memberikan kritikan terhadap siapapun dan pihak manapun yang merendahkan martabat manusia. Novel-novel NH Dini merupakan warisan berharga bagi bangsa Indonesia,” imbuhnya.

Dr Yapi mengungkapkan penyesalannya meski beberapa kali NH Dini diundang ke USD, tetapi secara pribadi, ia tidak memiliki kenangan foto berdua dengan NH Dini. “Menyesal juga,” ujarnya.

Dosen Sastra Indonesia ini pun mengakui bahwa masa remajanya banyak diisi dengan membaca novel-novel NH Dini, antara lain “Pada Sebuah Kapal” (1972), “Namaku Hiroko” (1977), “Sebuah Lorong di Kotaku” (1978), “Padang Ilalang di Belakang Rumah” (1979), dan “Jalan Bandungan” (1989).

“NH Dini melihat berbagai persoalan hidup dari sudut pandang seorang humanis yang jujur. Masalah gender, hubungan antar-ras, budaya, agama, nasionalisme, dan sikap politik dibahasnya dengan jujur, dengan teknik bercerita yang menarik dan secara umum tidak membosankan,” tutupnya. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.