Berita Nasional Terpercaya

Pasutri Berkebutuhan Khusus Saling Melengkapi

0

YOGYAKARTA, BERNAS.ID –Pagi itu, sekitar pukul setengah sembilan, lalu-lintas di depan Kampus Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tampak padat. Seperti biasa, pada pukul tujuh hingga sembilan merupakan jam sibuk di kawasan tersebut karena adanya aktivitas para pelajar dan warga yang hendak ke sekolah atau bekerja.

Di tengah kepadatan lalu-lintas tersebut, beberapa pengendara tampak menepikan kendaraan. Mereka menghampiri sepasang suami istri (pasutri) yang duduk di trotoar sambil menenteng kotak bertuliskan Roti Rp 1.500. Salah satu pengendara bahkan memborong cukup banyak dagangan pasutri tersebut tanpa meminta uang kembalian.
           
Parjan dan Erni, nama pasutri tersebut. Mereka melakoni pekerjaan tersebut dalam kondisi fisik berkebutuhan khusus. Parjan mengalami gangguan di indra penglihatan, sedangkan Erni bermasalah dengan kekurangan fisik di kaki. Namun mereka selalu terlihat kompak dan romantis saat menjajakkan dagangan.
    
Ketika berjalan, mereka saling melengkapi kekurangan masing-masing. Parjan menuntun Erni yang mengalami gangguan pada kaki, sementara Erni sebagai penunjuk arah bagi Parjan yang berkebutuhan khusus pada indra penglihatan. Setiap hari Parjan dan Erni berjalan kaki dari rumah mereka di Ngaglik, Sleman menuju depan Kampus Fakultas Teknk UNY di kawasan Gejayan, Sleman. ?Walaupun harus bekerja keras dan banyak hambatan, yang terpenting berusaha sendiri untuk hidup,? tutur Parjan sembari membuka tutup kotak rotinya beberapa waktu lalu.
    
Pada mulanya, pasutri yang menikah pada 2008 tersebut memilih mengamen di sepanjang Jalan Malioboro untuk mengais rupiah. Namun pada 2013, mereka terjaring razia petugas ketertiban dan harus mendekam di sel tahanan selama beberapa hari. Ketika berada dalam sel itulah, Parjan dan Erni serta orang-orang yang juga terkena razia mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan. ?Sangat tidak enak berada di dalam sel. Banyak melihat kejadian tidak mengenakkan di sana,? kata pria berusia 43 tahun ini.

Setelah keluar dari tahanan, mereka kapok mengamen dan memilih berjualan roti keliling hingga sekarang. Mereka biasa berjualan dari pagi hingga tengah hari. ?Pukul 08.00 WIB sampai siang, antara pukul 12.00 WIB hingga 13.00 WIB,? kata Erni.
    
Pendapatan yang didapat tidak menentu. ?Kalau lagi laris, per hari bisa membawa pulang seratus ribu,? imbuh wanita berusia 56 tahun tersebut. Dagangan yang mereka jajakkan ada dua macam, roti isi dan aneka snack ringan. Parjan dan Erni membanderol satu plastik roti maupun snack dengan harga Rp 1.500. Harga yang ditawarkan tersebut membuat banyak pembeli terheran-heran, salah satunya Suryaman. Pria yang mengendarai sepeda motor bebek itu bahkan sampai mengulang pertanyaan tentang harga satuan roti dan snack yang hendak dibelinya. ?Yang betul saja harganya satu plastik Rp 1.500? Apa ora rugi? (apakah tidak rugi?),? tanya Suryaman dengan wajah seolah masih tidak percaya.  
    
Tidak hanya Suryaman yang heran, banyak pembeli lain juga demikian. ?Pada intinya mereka nggumun (heran, red) mengapa kami tidak pernah menaikkan harga di zaman seperti sekarang ini,? cerita Parjan.
    
Ia dan istrinya berpegang teguh pada prinsip kejujuran. ?Orang jujur itu pasti selalu beruntung dalam hidup,? tegas sang istri. Mereka berharap pemerintah lebih memperhatikan kaum difabel. Kebijakan-kebijakan yang dibuat sudah seharusnya mengarah kepada perlindungan dan kesejajaran hak-hak para penyandang disabilitas. “Sudah saatnya pemerintah membuktikan janji-janjinya terhadap kaum-kaum seperti kami ini,? harap Parjan. (Dionisius Sandytama Oktavian, mahasiswa Sastra Indonesia, magang di bernas.id dan Media Komunitas Nagari)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.