Berita Nasional Terpercaya

Dugaan Korupsi, Kadis PUPR-Bupati Banjar Digugat ke Pengadilan

0

MARTAPURA, BERNAS.ID – Dugaan korupsi menyeruak di tengah proyek pembebasan lahan di Desa Cindai Alus, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Melalui pengacara Mahyuddin, dua orang pemilik lahan yang terimbas pembebasan proyek itu melaporkan proses ganti rugi ke Pengadilan Negeri Banjar, Kalimantan Selatan pada hari Jumat (4/1/2019) pekan lalu.

Mahyuddin mengungkapkan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (DPUPR) Kabupaten Banjar tidak transparan dalam hal penentuan harga ganti rugi tanah. Ia menduga kuat ada korupsi dan mark up APBD 2018 ketika proses ganti rugi lahan terjadi di Desa Cindai Alus.

“Anggaran pembebasan lahan Rp 3,5 miliar. Namun, mengacu realisasi pembayaran, kami menemukan dugaan korupsi senilai Rp 1,5 miliar. Cuma habis Rp 2 miliar, lalu yang Rp 1,5 miliar kemana? Lalu sisanya untuk siapa? Pembayaran terakhir Desember 2018. Di materi gugatan kami, ada indikasi korupsi. Banyak kejanggalan lain, saya buka di persidangan,? jelasnya kepada  bernas.id, Senin (7/1/2019).

Lanjutnya, ada dugaan korupsi, dikarenakan ada mark up dan sebagainya. “Kami menunggu panggilan relas, ini cepat saja karena menyangkut kebijakan Pemkab Banjar. Apalagi yang dirugikan masyarakat, ini timnya (tim pembebasan tanah) yang kurang ajar. Kalau jaksa hanya mengawal proyek itu. Yang jelas, yang saya gugat sekarang Bupati Banjar dan Kepala Dinas PUPR Banjar,? terangnya.

Pelaporan ini bermula saat kedua kliennya keberatan atas nilai taksiran ganti rugi lahan. Menurutnya, kedua kliennya tidak keberatan atas proyek pemerintah daerah yang ingin membuka jalan akses ke Bandara Syamsudin Noor. Namun, proses penetapan harga tanah harus melalui telaah di lapangan.

?Pertemuan pertama di kantor kecamatan, kami hadir. Kalau ini proyek pemerintah, enggak masalah, kami setuju saja. Saat undangan kedua, katanya untuk pemantapan penentuan harga. Kalau untuk penentuan harga, saya bilang sebaiknya ke lapangan dulu. Kalau enggak lihat objeknya dulu, harga appraisal enggak sesuai harapan,? katanya.

Pihaknya terkejut saat TP4D Kejaksaan Negeri Banjar tiba-tiba memintanya mengambil duit pencairan ganti rugi. Mahyuddin menolak nilai ganti rugi karena kleinnya tak dilibatkan dalam penentuan nilai appraisal, hal ini disebabkan Dinas PUPR Banjar sembrono dalam menentukan nilai ganti rugi aset tanah milik kedua kliennya.

?Luasannya tidak tahu berapa. Ternyata, luasannya yang diganti rugi tidak sesuai dengan di lapangan. Dinas PU mengukur 1.900 meter persegi yang SHM, padahal fakta di lapangan luasannya 2.000 meter persegi lebih. Karena tidak diukur sama-sama, jadi miskomunikasi kan,” katanya.

Selain itu, ia merasa janggal atas penetapan nilai ganti rugi Rp. 134.000 per meter persegi untuk tanah SKT, dan Rp. 118.000 per meter persegi untuk tanah SHM. Yang membuat kliennya makin jengkel, Dinas PUPR Banjar mengabaikan ganti rugi tanam tumbuh pohon jati di lahan milik Rusmansyah yang berstatus SKT. Adapun aset tanah berstatus SHM milik Sri Sudarningsih.

?Bodoh apa dihargai segitu. Logika hitungannya dimana? Dimana letak keadilannya? Ini arogansi Pemkab Banjar, kami hanya minta diukur ulang dan mediasi. Uang konsinyasi langsung dititipkan di pengadilan, artinya ini merampok masyarakat!? tegasnya.

Adapun Kepala Dinas PUPR Banjar, Mokhamad Hilman, belum merespons telepon dan pesan WhatsApp konfirmasi yang dikirim bernas.id. (Diananta Putra S)

Leave A Reply

Your email address will not be published.