Berita Nasional Terpercaya

Legenda Dibutuhkan Untuk Mempopulerkan Borobudur

0

SLEMAN, BERNAS.ID – Menteri Pariwisata Arief Yahya mengakui, Candi Borobudur masih kalah populer dibandingkan Angkot Wat di Kamboja. Salah satu yang membuat Angkor Wat lebih populer menurutnya adalah adanya legenda Angkor Wat sebagai “Kota yang Hilang”. Karena itu ia berharap ada legenda terkait Borobudur yang bisa diangkat, untuk semakin mempopulerkan Borobudur.

“Adakan lomba mengangkat legenda Borobudur,” katanya dalam Seminar “Legenda Borobudur” yang digelar di Royal Ambarukmo, Jumat (15/2/2019). Seminar ini digelar oleh Kementrian Pariwisata dan Prodi Pariwisata Pascasarjana UGM.

Ia berharap, berbagai lomba terkait Borobudur khusus untuk generasi milenial juga bisa diadakan. Karena menurutnya generasi milenial yang sangat digital mudah untuk mempopulerkan banyak hal.

“Kita harus memberikan ruang kepada milenial untuk mengeksplor secara imajinatif Borobudur,” katanya.

Arief juga berpendapat, masalah utama untuk menggaet wisatawan ke Borobudur adalah masalah aksesibilitas. Bandara Adisucipto tidak mampu menampung beban penumpang yang mencapai 6 juta orang. Saat ini kapasitas penumpang yang dapat ditampung di Bandara Adisucipto hanya 1,5 juta orang.

“Kalau bandara itu (NYIA) ada, targetnya saya adalah 2 juta dalam waktu 5 tahun (lagi) sebesar Angkor Wat (wismannya). Akan ada devisa sebesar 2 milliar US dollar,” ujarnya.

Sementara Wakil Gubernur (Wagub) DIY, Sri Paduka Paku Alam X mengatakan, Candi Borobudur menyimpan beribu misteri yang hingga kini belum terpecahkan, mulai dari proses pembangunannya, hingga makna filosofisnya. Namun dari arsitekturnya, bisa dilihat bahwa dalam Borobudur, budaya India seakan mati “dipangku” budaya Jawa.

“Karena itu Borobudur perlu diarahkan sebagai eco-museum, objek yang menyatu dengan alam, bukan museum mati semata,” katanya.

Kedua Prodi Pariwisata Pascasarjana UGM Hendrie Adji Kusworo mengatakan, terkait Borobudur, saat ini terjadi penurunan bisnis pariwisata. Karena itu, paket wisata berdasar spatiotemporal-gelologis semata menurutnya tidak cukup.

“Harus ada pendekatan flow, pengalaman apa yang ada di balik itu,” katanya. (den)

Leave A Reply

Your email address will not be published.