Berita Nasional Terpercaya

Generasi Milenial Menentukan Kualitas Pemilu

0

JOGJA, BERNAS.ID —Kualitas Pemilu 2019 harus lebih baik dari pemilu-pemilu sebelumnya. Dan salah satu tolak ukur keberhasilan pemilu adalah bila menghasilkan figur pemimpin yang berkualitas yakni cerdas, jujur, berani dan bertanggungjawab. Sementara keberhasilan pemilu sangat ditentukan oleh generasi milenial dalam memilih informasi yang baik dan benar tentang figur calon pemimpin yang dipilih.

“Pemilu berada di tangan Anda, memilih merupakan manifestasi kedaulatan. Kenali calonnya, baru memilih. Jauhi prasangka SARA. Kritik elit politik dengan menempatkan demokrasi pada nilai kejujuran, keadilan dan sportivitas,” kata Romanus Ndau Lendong, Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, dalam Dialog Pemilu 2019 dengan tema Generasi Milenial PeduliPemilu Informatif yang diadakan Komisi Informasi Pusat RI di Auditorium Kampus Fakultas Filsafat UGM, Selasa (19/2019).

Menurut Romanus Ndau yang juga alumni Fakultas Filsafat UGM, rendahnya kualitas pemilu yang ditunjukkan dengan rendahnya kualitas figur yang dipilih antara lain karena masih tingginya hoaks/fake news (berita bohong), sarat konflik politik dinasti, korupsi politik, isu SARA dan sebagainya. Selain itu, demokrasi masih prosedural, belum substantial. Dan ini terjadi karena masyarakat stidak memilih informasi yang baik dan benar.

Karena itu, menurut Romanus, agar pemilu lebih baik maka harus buka informasi yang baik dan benar. “Generasi milenial jangan gunakan isu SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) dalam memilih, tapi harus memilih figur yang cerdas, jujur, berani dan bertanggungjawab,” tegas Romanus Ndau.

Menurut pria asal Manggarai, Flores Barat, NTT ini, rendahnya kualitas pemilu selama ini terkait masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT), informasi soal calon anggota legislatif yang minim, kampanye minim gagasan dan inovasi, dominasi politik uang serta dominannya pemilih tradisional.

Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Romanus, maka masyarakat perlu menggali informasi sebanyak-banyaknya dari badan publik dan lembaga-lembaga yang dapat dipercaya. Sebab informasi yang benar menstimulasi partisipasi politik dan membuat demokrasi semakin berkualitas. “Informasi juga membuat pemerintah terus berada di bawah kontrol rakyat,” kata Romanus mengutip pendapat Amartya Zen.  

Indonesia sendiri menjamin keterbukaan informasi melalui UU 14/2008 tentang KIP untuk membangun mimpi baru Indonesia yang lebih maju, terbuka, partisipatif dan bebas korupsi. Dan keberadaan KIP RI untuk memberi jaminan bagi publik dalam mendapat informasi sebagai basis demokrasi sekaligus menjadi peluang bagi masyarakat sipil untuk berpartisipasi aktif dan mengawasi badan publik.

Sementara Ketua KIP RI Gede Narayana SE MSi meminta generasi muda/milenial agar tidak terlibat berita hoax karena hal itu akan membuat masa depan Indonesia menjadi suram. “Harus saring dulu (informasi, red) baru share),” kata Gede Narayana kepada 100 lebih peserta dialog yang merupakan mahasiswa dari UGM, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) dan STPMD beserta sejumlah dosen Fak Filsafat UGM.

Menurut Gede Narayana, tak ada alasan bagi masyarakat sulit mendapatkan informasi dari badan publik, termasuk instansi pemerintah, karena KIP RI berperan mendorong badan publik untuk membuka informasi/data yang dibutuhkan masyarakat sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hendrasmo dari Kominfo Pusat mengatakan, masyarakat Indonesia perlu belajar dari Amerika Serikat (AS) yang memilih pemimpin berdasarkan isu SARA, propaganda, hoax dan isu-isu negatif lainnya. Sebab, pemimpin yang dipilih berdasarkan sentimen SARA, propaganda, berita hoax dan isu-isu negatif lainnya akan menghasilkan pemimpin yang anti demokrasi.

“Dalam pemilu AS beberapa tahun lalu, Hilary Clinton selalu menang dalam berbagai survei. Namun, hasil pemilu justru Donald Trump yang menang. Itu karena isu agama, suku, berita hoax dan isu-isu negatif lainnya. Dan ternyata Trump dinilai antidemokrasi dan sarat nepotisme. Dan kini masyarakat AS yang memilih Trump justru sangat kecewa,” kata Hendrasmo. (lip)

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.