Berita Nasional Terpercaya

Buya Syafii: Banyak Orang Terkena Penyakit Merasa Lebih Tahu

0

BANTUL, BERNAS.ID- Dalam rangkaian Hari Jadi ke-38, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggelar bedah buku “Krisis Arab dan Masa Depan Dunia Islam” karya Ahmad Syafii Maarif yang berisi serangkaian atau kumpulan pemikiran kritisnya.

Buya Syafii, panggilan akrabnya, menjelaskan latar belakang penulisan buku ini berdasarkan sebuah keprihatinan yang sangat dalam terhadap perkembangan peradaban dunia Arab dan Islam yang kian merosot.

“Sebuah keprihatinan, kegelisahan, dan kepahitan yang sangat dalam terhadap peradaban dunia Arab dan peradaban Islam,” katanya di UMY, Jumat 1 Maret 2019.

Buya mengatakan sesungguhnya umat Islam merupakan umat yang menang. “Saya baca Alquran, umat ini, umat yang menang karena mengatasi peradaban, mengatasi semua ideologi dan agama, tapi itu tidak terjadi,” katanya.

Ia mengatakan pada tahun 657 Masehi, banyak kader yang mengerti Al-Quran dan dekat dengan Nabi, tapi 24 tahun setelah Nabi wafat, justru terjadi pertempuran sesama kader. “Jangan gampang percaya dengan Arab karena dampaknya sampai hari. Ada ISIS, Al-Qaeda, dan Boko Haram yang mengadopsi kebenaran tunggal. Saya tidak anti Arab, saya remuk melihat Arab jatuh,” tuturnya.

“Agama itu gunanya memberikan acuan baik, tapi manusia mempunyai kemauan dan pilihan bebas sehingga saat ini justru terlihat merosot, merosot, dan merosot. Dunia Arab, saat ini sedang berselancar di pinggir peradaban dengan perasaan kalah dan hina sehingga dalam pola pikir tidak stabil, tidak bisa diajak berdialog,” imbuhnya.

Ia juga mengatakan sejak tahun 1258 ketika Bagdad jatuh diserang Mongolia, dunia Arab tidak pernah bangkit lagi. “Saat ini, darah lebih mudah tertumpah di pertempuran antara sesama Muslim daripada dengan Non-muslim,” katanya.

“Saat ini banyak orang terkena penyakit merasa lebih tahu,” imbuhnya.

Sedangkan, Profesor Tulus Warsito memberikan catatan di halaman indeks yang berjumlah 22 halaman karena masih ada kesalahan, misal kata Indonesia ketika dicari pada halaman yang ditentukan tidak ada.

“Indeks salah penulisan, kata Indonesia tidak ada dicari di halaman buku,” katanya.

Profesor Tulus menyebut Buya dalam bukunya mengatakan
Arabisme salah jalan sehingga berarti ada beberapa jalan yang dianggap benar, tapi Buya tidak tahu mana jalan yang benar.

Namun, Buya menanggapi yang dimaksud Arabisme salah jalan adalah Arabisme yang merasa benar di jalan yang sesat. “Itu kenyataan,” ucapnya.

Profesor Warsito pun menyinggung bagian akhir buku yang menekankan persaudaraan lintas iman itu sangat mungkin terjadi karena di dalam Quran tidak boleh memonopoli planet bumi. Dalam buku Buya mengatakan pilihannya, bersatu atau remuk sekalian. “Kalau bisa menyatukan kotak-kotak, siapa yang akan memulai karena Agama saat ini dikangkangi politik atau agama sebagai alat politik,” tandasnya. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.