Fesyen Ramah Lingkungan, Potensial Dikembangkan di Jogja
JOGJA, BERNAS.ID- Kesadaran penggunaan bahan-bahan yang ramah terhadap lingkungan (environmental friendly) mulai banyak digaungkan di berbagai belahan dunia. Untuk itu, serat viscose (rayon) menjadi pilihan yang tepat untuk menjadi bahan baku dari produk yang digunakan sehari-hari seperti tisu basah, pakaian anak, sprei, handuk, kaos kaki, denim, dan pakaian kasual.
Belum lama ini, artis dunia, Oprah Winfrey pun ikut mengampanyekan penggunaan serat rayon melalui gaunnya saat menghadiri Royal Wedding Pangeran Harry dan Megan Markle beberapa waktu lalu. Faktanya, saat ini kita lebih banyak membeli pakaian daripada 20 tahun yang lalu.
Pertanyaannya, dari mana asal serat rayon itu? Serat rayon berasal dari Pohon Akasia sehingga sangat bisa diperbaharui atau berkelanjutan (sustainable), serta sangat ramah terhadap lingkungan karena mudah terurai (biodegradable). Tak seperti bahan polyester (plastik) dari minyak bumi yang butuh waktu lama untuk terurai di tanah.
Direktur Asia Pacific Rayon (APR) Basrie Kamba mengatakan 85 persen sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) itu dari tekstil, misal pakaian yang terbuat polyester. “Pampers itu butuh 40 juta tahun untuk terurai, pakaian butuh sekitar 20 tahun untuk terurai, bahkan botol butuh 1 juta tahun untuk terurai. Nah ini, serat viscose atau rayon dalam bentuk pakaian membutuhkan 2 tahun untuk terurai,” jelasnya saat press briefing di salah satu hotel di Jalan P Mangkubumi, Senin (9/9/2019).
“Keunggulan produk dari serat rayon itu nyaman, lembut, mudah menyerap keringat, gampang terurai oleh lingkungan, dan bahan produksinya terbarukan,” imbuhnya.
Lanjut tambahnya, produk serat rayon PT APR pun sangat mudah dilacak untuk membuktikan kepeduliannya terhadap lingkungan karena mencantumkan barcode agar konsumen bisa menelusuri dari mana asalnya, tahun produksinya, nama PT, nama pabriknya, dari pelabuhannya mana, pembibitannya dari mana, bahkan bahan dibeli dari mana.
Basrie mengatakan serat rayon produknya merupakan produk dalam negeri sehingga ia sangat ingin menggairahkan penggunaan serat rayon di Indonesia, khususnya Yogyakarta yang ternyata menjadi pemakai serat rayon terbesar di Indonesia dalam wujud Modest Fashion. “Pakaian yang simpel atau modelnya memanjang seperti pakain muslim, pakaian perempuan, atau pakaian pantai. Sederhana tidak banyak jahitan, kainnya itu tidak kaku, jatuh,” ujarnya.
Untuk itulah Asia Pacific Rayon (APR) menilai sustainable fashion atau fesyen yang berkelanjutan sangat prospektif untuk dikembangkan di kota batik, Yogyakarta. Sebagai kota wisata dengan pasar batik yang besar maka potensi bisnis start up pakaian batik yang berbahan baku sustainable atau ramah lingkungan menjadi sangat besar untuk dikembangkan.
“Pasar fesyen Jogja paling besar saat ini adalah golongan menengah ke bawah. Bila banyak startup di Yogyakarta kreatif untuk membuat batik sendiri dan memikirkan konsep sustainable fashion dengan harga yang terjangkau, pasti pasarnya besar sekali,” kata Basrie.
Selain batik yang merupakan pakaian khas nasional, pasar fesyen Indonesia juga sangat prospektif untuk menyasar busana muslim. Dilansir dari data State of The Global Islamic Economy tahun 2017, total transaksi fesyen muslim (modest fashion) di Indonesia mencapai 20 miliar dolar AS.
Nilai tersebut membuat Indonesia berada di posisi ketiga sebagai negara dengan transaksi fesyen muslim terbesar di dunia di bawah Turki sebesar 28 miliar dolar AS dan Uni Emirat Arab dengan nilai 22 miliar Dolar AS. Secara total, pasar untuk fashion Muslim di dunia pada tahun 2017 mencapai 270 miliar Dolar AS dan diperkirakan akan naik menjadi 361 miliar dolar AS atau tumbuh 5% pada 2023.
“Studi kami pun menujukkan Yogyakarta merupakan salah satu kota yang paling banyak membeli viscose, ini masih bisa terus berkembang,” ujarnya.
APR merupakan produsen serat rayon yang baru beroperasi pada awal tahun ini dengan kapasitas terpasang mencapai 240.00 ton serat rayon per tahun. Nilai investasi APR pun mencapai 10,9 triliun dengan serapan 900 tenaga kerja baru.
Sampai Agustus 2019, APR telah memproduksi 120.000 ton serat rayon. Dari jumlah itu, sebesar 55% total produksi ditujukan untuk pasar ekspor dan 45% diserap oleh pasar domestik.
Ke-14 pasar ekspor yang ditembus serat rayon APR yaitu Turki, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Mesir, Mauritius, Sri Lanka, Nepal, Brazil, Jerman, Portugal, Italia, Uni Emirat Arab, dan India.
Untuk diketahui, pohon Akasia sebagai bahan baku serat rayon dapat dipanen setelah 5 tahun ditanam, khususnya di negara tropis seperti Indonesia sehingga tidak merusak alam karena sangat mudah diperbarui alias berkelanjutan apalagi ditanam di kawasan Hutan Produksi Industri. Boleh dibilang, dari tanaman bisa menjadi pakaian yang ramah lingkungan. (jat)