Berita Nasional Terpercaya

Dewan Pers Evaluasi Kualitas Pemberitaan Media Pasca Pemilu 2019

0

JOGJA, BERNAS.ID- Dalam menjalankan peran edukasi sekaligus kontrol sosial melalui penyajian informasi yang aktual dan proporsional, pers diharapkan mampu mengajak masyarakat untuk berperan serta mengawal janji-janji politik pasca pemilu. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi kualitas pemberitaan agar meningkatkan kualitas demokrasi ke arah yang lebih baik.

Ahmad Djauhar, Anggota Dewan Pers memaparkan posisi pers dalam pelaksanaan Pemilu 2019. Ia mengatakan melimpahnya media online, sering mengakibatkan kelimpahan informasi yang terkesan tidak netral. “Sering kali, ketidaknetralan dimunculkan media. Media ikut terbelah dan hanyut pada saat itu,” katanya dalam kegiatan workshop Peliputan Pasca Pemilihan Legislatif dan Presiden 2019, di sebuah hotel yang terletak di Jalan Mangkubumi Yogyakarta, Kamis 3 Oktober 2019.

Djauhar, sapaan akrabnya, memaparkan berdasarkan data terakhir tahun 2018 terdapat 47.000 media di Indonesia, baik cetak maupun elektronik, termasuk online. “Ada sekitar 43.500 media berupa media online maka uji kompetensi sangat penting ditempuh wartawan. Ini sangat meresahkan karena jumlahnya luar biasa banyaknya,” katanya.

Ia juga menyinggung 70 persen data di media sosial sering menjadi bahan berita di media mainstream. “Untuk itu wartawan perlu melakukan verifikasi agar akurat dengan memperhatikan kode etik jurnalistik,” ucapnya.

Sedangkan, Hamdan Kurniawan, Ketua KPU Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan media sangat mendukung informasi terkait pemilu di Yogyakarta saat pemilu lalu. “Ada beberapa catatan, misal seperti kesalahan penyebutan informasi atau kesalahan penulisan misal divisi perencanaan menjadi divisi teknis,” tuturnya.

Lazim atau tidak, Hamdan bercerita bahwa pihaknya ketika konferensi pers hanya mengundang sejumlah wartawan dari media, tapi berita yang tayang ada di banyak media. “Tapi kami nggak masalah soal itu karena kami diuntungkan dari itu,” katanya.

“Kami juga pernah diserang hoaks orang gila di data oleh KPU, tapi kami dari pusat sampai daerah melakukan upaya untuk membuat meme tandingan guna menetralkan KPU yang mendata orang gila, padahal kalau menurut logika, persyaratan mendaftar itu harus mengisi formulir dan KTP elektronik,” tandasnya.

Sementara itu, Jamalul Insan, anggota Dewan Pers mengkritisi pihak media saat ini bekerja seperti petinju setelah melakukan pukulan japs, lalu pergi. “Setelah memukul pergi. Media siber mengejar hal-hal yang faktual, tapi tidak ada follow up lagi. Secara umum, nyaris jarang kita menemukan media seperti itu,” ucapnya.

Ia pun mendorong agar media bekerja tidak seperti petinju, misal memantau caleg DPRD-DPD eks koruptor yang terpilih. “Kita harus berikan ruang untuk suara masyarakat dan menagih janji-janji dari caleg yang terpilih,” katanya.

“Ini pekerjaan kita untuk mengawalnya agar tidak menjadi media hit and run,” ucapnya. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.