Radikal Tidak Dapat Dilawan dengan Radikal
BANTUL, BERNAS.ID- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah sekaligus dosen Fisipol UMY, Haedar Nashir dikukuhkan sebagai guru besar yang ke-14 setelah menyampaikan pidatonya bertajuk “Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi” di Sportorium Kampus Terpadu UMY, Bantul, Yogyakarta, Kamis 12 Desember 2019.
Menurut Prof Haedar, saat ini narasi kaum jihadis, khilafah, wahabi, harus diwaspadai dengan berbagai kebijakan deradikalisasi meluas di ruang publik. ?Isu tentang masjid, kampus, BUMN, majelis taklim, bahkan lembaga Pendidikan Usia Dini (PAUD) terpapar radikalisme demikian kuat dan terbuka di ruang publik,? ujarnya.
Masalah radikalisme, lanjut Prof Haedar, juga bukan persoalan sederhana dalam aspek apapun di berbagai negara. Untuk menghadapinya, ia menyebut diperlukan pemahaman yang luas dan mendalam agar tidak salah dalam menanganinya. ?Hal itu menjadi keliru manakala memaknai radikal dan radikalisme sebagai identik dengan kekerasan lebih-lebih sama dengan terorisme. Pada dasarnya sejarah menunjukkan, bahwa radikalisme terjadi di banyak aspek dan semua kelompok sosial,” tuturnya.
Haedar mengatakan Indonesia setelah reformasi mengalami radikalisasi, lebih dari sekedar radikalisme agama dalam kehidupan kebangsaan, tapi radikalisalme ideologi, politik, ekonomi, dan budaya. Radikalisme itu sama bermasalahnya dengan radikalisme atau ekstremisme beragama bagi masa depan Indonesia. ?Indonesia harus mampu menyelesaikan masalah radikalisme dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan agar berjalan ke depan sesuai landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita nasional,” ujarnya.
“Saya memberikan alternatif untuk melakukan moderasi sebagai jalan alternatif dari deradikalisasi agar sejalan dengan Pancasila sebagai ideologi tengah dan karakter bangsa Indonesia yang moderat untuk menjadi rujukan strategi dalam menghadapi radikalisme di Indonesia,?ucapnya memberikan solusi.
Menurut Haedar, moderasi Indonesia dan ke-Indonesia-an itu menjadi cara yang objektif dalam seluruh aspek kehidupan kebangsaan seperti politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan. Sebab, Indonesia harus dibebaskan dari segala bentuk radikalisme baik dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi ataupun ortodoksi. ?Radikal tidak dapat dilawan dengan radikal. Seperti dalam strategi deradikalisasi versus radikalisasi serta deradikalisme versus radikalisme jika Indonesia ingin mengatasi radikalisme dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam menghadapi radikalisme agama,? tutupnya.
Sedangkan, Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla setuju dengan paparan konsep yang disampaikan Haedar Nashir dalam penanganan radikalisme dengan moderasi. JK tak memungkiri radikalisme sedang menjadi tantangan di tengah masyarakat Indonesia saat ini. ?Kita semua sepakat apa yang disampaikan Pak Haedar adalah hal yang sangat penting karena radikalisme sedang menjadi isu hangat di kalangan masyarakat,” tuturnya.
“Dengan pembahasan yang disampaikan tadi, semoga membuat kita berpikir dan menerapkan moderasi sebagai jalan tengah menghadapi radikalisme. Saya ucapkan selamat kepada Pak Haedar atas pengukuhan guru besar ini,? tutup Jusuf Kalla.
Sejumlah tokoh nasional hadir dalam pengukuhan guru besar Haedar, guru bangsa danmantan Ketum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, Mantan Menteri Kelautan dam Perikanan Susi Pudjiastuti. Hadir pula Menko PMK Muhadjir Effendy, Menag Fachrul Razi, Ketum PAN sekaligus wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Politikus PAN Hanafi Rais, Wagub DIY KGPAA Paku Alam X, dan Kapolda DIY Irjen Pol Ahmad Dofiri. (jat)