Berita Nasional Terpercaya

Penciptaan Ilmu di Desa-Desa dan Sumber Kebahagiaan

0

Oleh:  Prof. Sudjarwadi

Tadi pagi, renungan kakek tentang teknologi masuk ke desa dihentikan dahulu dan akan dilanjutkan malam harinya. Situtena membuat satu kalimat catatan kecil yang berupa kalimat pertanyaan ?Kenapa rakyat Negeri Bhutan yang pendapatan per kapitanya kecil jauh lebih bahagia dibandingkan rakyat  Amerika yang pendapatan per kapitanya jauh lebih besar?? 

Malam terasa sepi dan tenang. Sekitar pukul 21.00, Situtena masih di ruang belajarnya dan membuka catatan-catatan yang berkaitan dengan kata kunci teknologi  dan kebahagiaan. Situtena merenungkan niatnya untuk mengajak sejumlah teman untuk meningkatkan pendapatan orang di desa-desa. 

Kata kunci tentang teknologi, kebahagiaan, dan kenyataan Pandemi Covid-19 merupakan tiga hal untuk memanggil bakat-bakat orang di desa-desa agar makin pintar menjalani hidup dalam suasana pandemi, tepat menggunakan teknologi terjangkau, serta tidak menghilangkan kebahagiaan sehari-hari yang telah dimiliki. Bahkan diajak makin berbahagia menjalani hidup di masa pandemi dan persiapan masa pascapandemi.

Bhutan adalah negara yang memulai istilah indeks kebahagiaan dan menggunakan indeks tersebut sebagai pertimbangan penciptaan program dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Bhutan membuat rumus perhitungan nilai indeks kebahagiaan nasional. Indeks kebahagiaan nasional Bhutan dikembangkan oleh raja negara tersebut pada tahun 1970-an. Raja Bhutan mengatakan bahwa dia tidak percaya pada produk domestik bruto (PDB). Lebih dari PDB, kebahagiaan diyakini menjadi hal yang lebih penting.

Dengan keyakinan bahwa kebahagiaan tersebut lebih penting dari sekadar nilai produk, model pembangunan berorientasi pada berbagai pertimbangan yang spesifik dianggap lebih menjadi dasar-dasar kebahagiaan warga Negara Bhutan. Hal-hal penting yang menjadi orientasi model pembangunan Bhutan di antaranya adalah pembangunan sosial ekonomi yang berkelanjutan, kelestarian lingkungan, serta budaya dan tata kelola pemerintahan yang baik. Pikiran-pikiran tentang harmoni dengan alam dan nilai-nilai budaya dan tradisi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting menjadi perhatian.

Renungan dasar gagasan indeks kebahagiaan Negara Bhutan tersebut memunculkan ingatan Situtena pada bacaannya sekitar 20 tahun yang lalu, akhir tahun 1990-an. Pada sampul buku tersebut, tertulis judul sebagai berikut. 

THE KOWLEDGE-CREATING COMPANY , How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation, ditulis oleh IKUJIRO NONAKA dan HIROTAKA TAKEUCHI, terbit pertama pada tahun 1995.  Buku tersebut sangat menarik untuk dibaca. Kenapa menarik bagi Situtena? Buku itu merupakan potret  indah tentang sintesis Barat dan Timur. Nonaka dan Takeuchi menampilkan perwakilan barat dengan ungkapan filosofi Descartes yang dalam bahasa Inggris ditulis: ?I think, therefore I am?. Apabila dilacak lebih jauh tentang tulisan tersebut, dijumpai interpretasi  yang menuliskan dengan kalimat lebih panjang yaitu, “I doubt, therefore I think, therefore I am”.  Digambarkan bahwa filosofi Barat mengutamakan berpikir karena ragu, kemudian berpikir dan pikiran-pikiran mengantar ke pembentukan eksistensi manusia. Pada halaman 29, Nonaka mengungkapkan bahwa tradisi keilmuan Jepang mempunyai  pandangan tentang kesatuan antara manusia dan alam. Ada perbedaan dengan pikiran Barat yang berdasar pikiran-pikiran yang dikembangkan, disimpulkan tentang pandangan pemisahan antara manusia dan alam.

Situtena seperti menemukan jawaban bahwa Amerika lebih dibentuk oleh tradisi filosofi Barat yang mengambil posisi pemisahan manusia dengan alam. Adapun Bhutan, menumbuhkan tradisi yang belum memberi penjelasan filsofis mendalam seperti ungkapan tentang Jepang, namun dapat dianggap bahwa filosofi  tradisi keilmuan Bhutan mirip dengan Jepang.

Itukah sebab pendapatan per kapita rakyat Bhutan jauh lebih rendah  daripada  rakyat  Amerika, tetapi secara umum lebih baik kebahagiaannya?

Juga di halaman 29, Nonaka menyampaikan ungkapan bahwa  di Jepang, ada tradisi pendidikan samurai, bahwa pengetahuan dicapai apabila terintegrasi pada karakter personal seorang manusia. Menjadi manusia ?tindakan? (man of action) disimpulkan lebih penting dibanding menjadi manusia yang menguasai filosofi dan teori-teori.

Renungan Situtena pada ungkapan-ungkapan filosofis tentang Barat dan Jepang sebagai salah satu perwakilan kerangka pikir Timur tersebut mengantar pikiran kembali ke harapan pencarian jawaban tentang menemani teman-teman di desa untuk melakukan tindakan-tindakan yang makin bagus dalam menciptakan peningkatan kesejahteraan.

Hadir suatu keyakinan bahwa cara Jepang untuk menciptakan ilmu-ilmu solusi kemakmuran desa lebih cocok bagi desa Indonesia dibanding cara-cara Barat. Situtena tersambung pada kenangan masa SMA tahun 1962–1965 yang salah satu gurunya menyampaikan ungkapan bahasa Indonesia spesifik, semacam peribahasa. Ungkapan tersebut adalah ?Alah bisa karena biasa? merupakan petuah berdasar pengalaman para leluhur Indonesia bahwa kepandaian itu dikalahkan oleh latihan-latihan yang rajin dan tekun. Rajin pangkal pandai. Satu pengertian dengan peribahasa tersebut adalah bahwa  sesuatu yang sukar, kalau sudah biasa dikerjakan, tidak terasa sukar lagi. Contoh masa dahulu adalah belajar naik sepeda roda dua. Pada awal belajar sering jatuh, keseimbangan belum terkuasai. Namun, setelah terbiasa, naik sepeda roda dua menjadi tidak ada rasa sukar sama sekali. Dalam contoh ini, dapat dikatakan bahwa belajar naik sepeda tidak memerlukan terlalu banyak teori, tetapi segera praktik. 

Akhir-akhir ini, urusan naik sepeda ternyata berkembang teorinya juga berkaitan dengan berbagai macam tujuan. Kombinasi teori dan praktik untuk bersepeda dengan berbagai tujuan yang bukan sekadar transportasi pergi ke sekolah juga dikembangkan oleh banyak orang.

Memikirkan perkembangan teori dan praktik tersebut, Situtena ingat bahwa segala tindakan sebaiknya mempunyai model yang berorientasi pada suatu tujuan jelas. Tindakan yang terbaik tentu yang bukan sembarang, melainkan berdasarkan suatu rencana. Rencana tidak boleh mempersulit yang gampang, tetapi juga tidak boleh menggampangkan yang sesungguhnya sulit. Ada cara-cara optimal sesuai tujuan dan sesuai konteks, situasi, dan kondisi setempat. 

Begitulah perkembangan pikiran Situtena tentang mencari cara-cara memakmurkan desa.

Ketika Situtena asyik berpikir di ruang belajarnya, dia tiba-tiba menguap merasa kantuk dan memandang jam dinding yang telah menunjuk pukul 22.30 waktu Indonesia bagian barat. Situtena masih ingin berpikir lebih dalam, tetapi waktu tidak mengizinkannya lagi. Situtena memiliki rasa khawatir akan ide-ide untuk pemikiran lebih dalam menjadi hilang, maka dia menulisnya di buku hariannya agar renungan pada waktu yang akan datang tersambung dengan ide pada malam tersebut.

Dia teringat judul pidato pengukuhan guru besar yang disampaikan pada tahun 1998 yang sepertinya memberi sejumlah kata kunci sebagai titik tolak renungan berikutnya tentang pengembangan cara-cara memakmurkan desa. Situtena ingin menemukan jalan terbaik bagi Penciptaan Ilmu di Desa-Desa dan Sumber Kebahagiaan.

Judul pidato  tersebut adalah ?ASAS KESEDERHANAAN TEKNIK PENGAIRAN KONTEKSTUAL?. Judul tersebut dia tulis dalam buku hariannya agar di waktu yang akan datang, tersedia kata kunci awal untuk melanjutkan renungannya. Begitulah cerita proses renungan Situtena di ruang belajarnya dan penutupnya adalah, ? dia beranjak untuk bersiap-siap tidur.

Leave A Reply

Your email address will not be published.