Berita Nasional Terpercaya

RCTI, DAN SENJAKALA TELEVISI KONVENSIONAL

0

Televisi pertama kali ditemukan oleh John Logie Baird pada tahun 1926. Ia berhasil mentransmisikan gambar dari televisi di sebuah laboratorium di London, dan inilah yang menjadi tonggak dalam lompatan peradaban saat itu terutama dalam komunikasi manusia. Seiring dengan perkembangan dalam teknologi televisi, bertransformasi pula industri pertelevisian mengikutinya.

Di Indonesia, dari sejak adanya televisi hitam putih sampai dengan generasi awal TV berwarna, penyedia siaran televisi masih menjadi wilayah dominasi negara yang diselenggarakan melalui TVRI. Televisi pertama di Indonesia dibawa dari Uni Soviet saat Pameran Perayaan 200 tahun Kota Yogyakarta dan mulai tayang perdana pada 17 Agustus 1962 bersamaan dengan Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-17. Tayangan tersebut menyiarkan upacara peringatan hari kemerdekaan yang digelar di Istana Negara dan berlangsung cukup singkat yakni dari pukul 07.30 WIB hingga 11.02 WIB.

Pada 24 Agustus 1962, Presiden Soekarno meresmikan penyedia siaran televisi pertama di Indonesia, yakni Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang kemudian tanggal tersebut menjadi hari lahir TVRI. 

Kemudian pada 20 Oktober 1963, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang pembentukan Yayasan TVRI sebagai badan yang mengatur televisi tersebut, yang di tahun pertama siaran sudah mampu menjaring 10.000 pemilik televisi di Indonesia dan terus berkembang dengan pendirian stasiun televisi di beberapa kota besar, seperti Yogyakarta, Medan, Makassar, Palembang, dan Balikpapan.

Dominasi tunggal TVRI dalam menyampaikan berita dan informasi melalui media televisi di Indonesia berlangsung sampai pada 24 Agustus 1989 pemerintah memberikan ijin kepada PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang dimiliki oleh Bambang Trihatmodjo menjadi Televisi Swasta pertama di Indonesia. Inilah tonggak dimulainya industri pertelevisian di Indonesia dengan diijinkannya televisi menggunakan 15% dari jam tayangnya untuk iklan. Setahun kemudian, 24 Agustus 1990 ijin juga diberikan kepada Surca Citra Televisi (SCTV) milik Sudwikatmono, dan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), yang kini berubah menjadi MNCTV, mulai 23 Januari 1991 muncul dengan memulai menyiarkan program pendidikan yang dikelola oleh Siti Hadijanti Rukmana.

Setelah reformasi semakin banyak lagi stasiun televisi yang masuk dalam industri televisi yang kian menggiurkan, seperti Trans TV, MetroTV, Global TV, Lativi, dan TV7, dan semakin banyak lagi hingga sekarang. Perkembangan Industru televisi berbasis jaringan bahkan semakin kompetitif dengan berkembangnya teknologi televisi digital, yang membawa perubahan fundamental pada bagaimanaTV diproduksi, diedit dan disiarkan. TV digital mempersyaratkan perubahan infrastruktur secara massif untuk pembuatan dan transmisi sinyal digital, termasuk juga penggantian pesawat TV analog ke pesawat digital.

Perubahan teknologi televisi analog menjadi digital telah mengubah model bisnis dalam industri penyiaran (broadcasting), apalagi dengan perkembangan teknologi informasi dan internet yang semakin agresif. Pada sisi lain konvergensi ini menghasilkan percepatan perubahan pula dalam karakter dan budaya peradaban masyarakat. Televisi yang berbasis penyiaran satu arah mulai ditinggalkan.

Menurut riset Nielsen, pertumbuhan belanja iklan media (televisi, cetak, dan radio) tetap tumbuh, yaitu naik 8% atau senilai Rp 145 triliun. Namun, jika dibanding dengan tahun sebelumnya yang bisa mencapai angka pertumbuhan 20%, angka tadi merupakan penurunan. Jika membandingkan angka belanja iklan dari tiga media tersebut di tahun 2019, Media Televisi memang masih mendominasi pendapatan iklan, yaitu 80% dari total belanja iklan atau mencapai Rp 115,8 triliun yang tersebar di 15 stasiun televisi nasional.

Tetapi memang pertumbuhan belanja iklan di media TV malah cenderung menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya dari 20% di tahun 2017 turun menjadi 9% di 2018 dan 3% pada tahun 2019. Menurut Hellen, Executive Director Head of Media Business Nielsen Indonesia, kenaikan nilai belanja iklan yang sebesar 8% itu lebih disebabkan karena kenaikan harga iklan yang diberikan oleh stasiun televisi.

Dengan kata lain  dapat diasumsikan bahwa sebenarnya pendapatan iklan televisi malah turun dengan semakin meningkatnya anggaran belanja iklan melalui media sosial dan juga televisi internet. Menurut Nielsen Ad Intel. Perubahan ini tentunya menjadi perhatian serius para direksi perusahaan penyiaran seperti televisi maupun radio. 

Lantas, apakah pertimbangan ini juga yang menjadi salah satu alasan gugatan RCTI dan INews atas Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran ? 

Dalam permohonan gugatannya kedua stasiun TV swasta tersebut mendalilkan pasal 1 ayat 2 UU Penyiaran memberi perlakuan berbeda antara penyelenggara penyiaran konvensional yang menggunakan spektrum frekuensi radio dengan penyelenggara penyiaran yang menggunakan internet sebagai layanan over the top (OTT), dan pemohon meminta agar penyedia layanan siaran melalui internet turut diatur ketentuan dalam pasal tersebut.

Meskipun gugatan tersebut nampaknya ditolak oleh pemerintah, karena pengaturan siaran melalui televisi konvesional berbeda dengan siaran yang dilakukan melalui internet, setidaknya kejadian ini memberikan pembelajaran, bahwa :

1. Arus besar transformasi digital sudah sedemikian rupa sulit dielakkan dalam semua bidang, sehingga dibutuhkan adaptasi dan inovasi mengikuti arah perubahan masyarakat

2. Perlu dilakukan sinkronisasi terhadap peraturan yang mengatur mengenai penyiaran publik ini, baik dalam jalur televisi konvensional maupun untuk yang berbasis pada internet.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.