Berita Nasional Terpercaya

KAMMI Turki Gelar Diskusi Virtual Bersama Deklarator Pertama KAMMI

0

TURKI, BERNAS.ID – Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) daerah istimewa Turki pada hari Rabu tanggal 26 Agustus 2020 pekan lalu mengadakan diskusi bersama bertemakan ?Kritik Terhadap Budaya Feodalisme Dalam Politik Indonesia?. KAMMI Turki dalam diskusi yang berlangsung sekitar satu jam ini menghadirkan Deklarator Pertama KAMMI, Fahri Hamzah, SE sebagai pemateri dan Ketua Majelis Pertimbangan KAMMI Turki, Adhe Nuansa Wibisono sebagai moderator.

Diungkapkan Ketua Umum KAMMI Turki, Adi Sutrisno, tujuan dari diadakannya acara ini adalah meningkatkan pemahaman dan pengetahuan para peserta diskusi terkait budaya feodalisme yang masih marak 
ditemukan dalam dunia perpolitikan. “Serta pengaruhnya dalam keberlangsungan alam demokrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Diharapkan para peserta dapat menyerap dan mengambil hikmah dan manfaat dari apa yang disampaikan selama forum diskusi berlangsung,” ujarnya.

Acara ini diselenggarakan secara online dan bersifat umum tidak hanya internal KAMMI Turki saja dan dihadiri sekitar 60 orang peserta yang berdomisili di berbagai daerah di Indonesia dan di belahan negara lainnya. 

Rangkaian diskusi ini dipantik oleh moderator dengan menyebutkan dua hal. Yang pertama adalah bahwa kritik terhadap feodalisme dalam sistem presidensial yang dapat mencederai kehidupan demokrasi Indonesia itu sendiri dan yang kedua adalah kembali menjamurnya dinasti politik dalam dinamika perpolitikan Indonesia.

Fahri Hamzah mengawali sesi materi dengan menjelaskan bahwasannya Islam sebagai agama pembebasan menentang sistem feodalisme yang mana selalu memberikan keuntungan tersendiri atau biasa disebut privillage kepada para bangsawan, tokoh-tokoh, dan semacamnya.

Fahri juga menjelaskan bahwasannya dasar daripada Republik Indonesia sudah sesuai dengan konsepsi agama Islam yang mana pada Undang-Undang Dasar dengan jelas disebutkan, “Yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa?.

“Pertanyaannya adalah apakah hari ini cita-cita republik itu sudah tercapai? Itu yang saya katakan, ada masalah dalam cita-cita republik kita itu ketika ternyata feodalisme itu belum hilang,” katanya.

Fahri juga mengemukakan beberapa contoh dari praktek-praktek feodalisme yang ada di lembaga-lembaga negara, dari mulai lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. “Penyakit legislatif adalah feodalisme ketua umum partai. Sehingga fungsi parlemen dalam sistem presidensial yang disebut sebagai kongresionalisme itu tidak berlaku. Kongres sebagai oposisi tidak berlaku. Kenapa? Karena ketua-ketua umum partainya feodal,” jelasnya.

Lanjut Fahri, penggalan dari pasal 27 UUD 45 yang berbunyi, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. “Itu berarti kesamaan kedudukan dihadapan hukum dan 
pemerintahan adalah kunci untuk melawan feodalisme itu sendiri,” lanjutnya.

Setelah pemaparan materi berakhir, acara diskusi dilanjutkan dengan dua sesi tanya jawab dan kemudian sesi penutup. Moderator menutup sesi diskusi dengan menafsirkan pesan dari salah satu deklarator KAMMI ini supaya rekan-rekan mahasiswa dapat bersikap, berkehendak, dan berfikir merdeka serta senantiasa membangun mentalitas terhadap anti kritik dan anti feodalisme. (*/cdr)

 

 

 

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.