Berita Nasional Terpercaya

Salah Dengar Salah Paham Tidak Marah Membawa Hikmah

0

Setelah membaca doa-doa sehabis sholat maghrib di suatu hari minggu, Yatica mendekati cucu laki-laki  berusia delapan tahun yang berkunjung ke rumahnya dan menonton televisi. Sangat jarang  Yatica mengikuti sebuah tayangan cerita di televisi. Hari tersebut cukup spesial karena tertarik menemani cucu yang menonton tayangan di rtv.  Cucu kecil memang akrab dengan neneknya dan sering bertanya banyak hal.

Cucu bertanya, ?Kue legislatif itu enak ya, Nek??.

?Apa ya, kue legislatif nenek belum pernah beli dan juga belum pernah membuat,? jawab nenek.

?Tadi, sebelum nenek datang, di TV ada seorang ibu yang punya banyak utang, akan membuat kue legislatif disetor ke warung pak Anu. Ibu tadi akan untung banyak untuk bayar utang,? cucunya menjelaskan dengan lancar, dia masih suka menonton tayangan cerita tertentu dan menceritakan kepada mama dan neneknya.

?Coba nenek temani menonton tayangan cerita lanjutannya,? sambut nenek sambil duduk dekat cucunya yang bernama Kesake.

Nenek Yatica menemani cucu menyimak kelanjutan cerita sambil mengenang pengertiannya pada kata legislatif tersebut. Kata legislatif yang ia pahami adalah dalam kaitannya dengan lembaga legislatif, badan di pemerintahan yang sering disebut pula parlemen. Di Indonesia salah satunya adalah DPR yang bertugas diantaranya mengesahkan undang-undang.

?Hmm, tentu ada sesuatu yang salah atau yang lucu dalam tayangan yang sedang disimak oleh cucu,? begitulah pikiran dan perasaan Yatica.

Di layar televisi diperlihatkan antrean panjang para pemesan kue yang sudah berdatangan di depan warung pak Anu. Bahkan ada yang tidak sabar bertanya dengan suara keras kepada pak Anu.

?Mana kuenya pak, kok belum dibagikan kepada kami pemesan?,? tanya seseorang dengan nada protes.

?Sabar sebentar, tunggu, masih dalam perjalanan,? jawab pak Anu.

Benar saja, selang sebentar terlihat pak Anu memandang ke depan dan berwajah ceria melihat seorang ibu datang membawa satu bakul penuh kue. Setelah sampai ke warung, bakul dibuka oleh pak Anu. Betapa terkejut, ternyata kuenya tidak cocok dengan imajinasi dia tentang kue inovatif yang diberi nama kue legislatif. Pembaca tentu telah bisa menebak lelucon cerita, bahwa si ibu pembuat kue kisruh nama, antara lapis legit dan legislatif. Pembuat kue sering membantu keluarga  cukup kaya yang kadang mendapat kiriman kue lapis legit tetapi si ibu tidak mendapat bagian. Si ibu sering mendengar ucapan legislatif dari  orang yang tampak pintar di televisi, namun si ibu tidak tahu artinya. Jadi, .. ketika orang kaya makan kue lapis legit dia beranggapan namanya kue legislatif.

Pembaca dapat mengira bahwa pak Anu bingung, akhirnya minta maaf kepada pembeli. Singkat cerita, ada sedikit kehebohan, uang pesanan kue yang dikira legislatif terlanjur dikasihkan ke ibu pembuat kue untuk beli bahan dan mengangsur utang. Pak Anu tidak jadi mengambil untung. Keuntungan yang disisihkan dikembalikan pada pemesan. Ada pembeli yang tidak mau mengambil kue lapis legit maka uang dikembalikan dan kue akan dijual ke orang lain yang diharapkan ke warung pada siang hari, sore dan malam hari itu.

Yatica tersenyum atas cerita hiburan di rtv tersebut dan berusaha menjelaskan kepada cucunya.

Cucunya  kelihatan belum memahami keseluruhan lelucon tersebut, namun si cucu sudah dijemput oleh Aleita untuk pulang. Bersamaan waktu cucu kecil pulang, kakek Situtena keluar dari ruang baca memberi salam kepada dua cucu dan masih sempat memandang wajah istrinya yang tersenyum merona. Dua cucu sudah berjalan menjauh kemudian Situtena bertanya kepada istrinya.

?Yat, masih terbayang senyum di wajahmu ada apa dengan cucu Kesake?,? tanya kakek Situtena kepada Yatica.

Hmm, tadi ada cerita lucu ditayangkan di TV, namun aku hanya sempat lihat bagian belakang. Berceritalah Yatica kepada suaminya tentang apa yang dilihat di TV.

Situtena mengucap salam kepada istrinya dan dia kembali ke ruang baca. Di ruang baca dia merenungkan sesuatu yang berkaitan dengan cerita Yatica. Memang sejumlah orang bisa salah dengar dan salah paham tentang sesuatu. Pikiran Situtena berkelana ke ruang imajinasi yang sering menjadi percakapan orang tentang orang yang punya utang dan sulit mengembalikan seperti halnya ibu pembuat kue tersebut. Akhir-akhir ini banyak pembicaraan tentang PHK dan upaya negara serta orang-orang peduli melakukan penciptaan lapangan kerja.

Pembuat kue inovatif tak sengaja, karena salah dengar dan salah paham saja. Ternyata nasibnya baik, kesalahan dengar membawa rezeki dengan banyaknya pesanan kue legislatif ke warung pak Anu. Kemasan nama membentuk imajinasi, tidak sengaja,  lapis legit keliru legislatif. Penjual kue lugu terselamatkan oleh karena keluguan dan tulus hati, salahnya, bukan pada posisi sengaja merekayasa nama kue.

Kenyataannya,  banyak lapangan kerja dibuka oleh banyak orang dengan inisiatif personal maupun oleh kelompok-kelompok kecil. Pekerjaan dikelompokkan secara sederhana menjadi dua kategori, yaitu formal dan informal. Gambaran sederhana, kerja formal sebagai tenaga kerja yang bekerja pada misalnya di suatu perusahaan. Tenaga kerja informal umumnya bekerja pada orang, personal, tidak berbadan hukum dan hanya berdasarkan atas kesepakatan, tidak membayar pajak. Pekerjaan informal misal di bidang pertanian,  asisten rumah tangga, perawat kebun, sopir, dan beberapa jenis pekerjaan bebas, tidak membayar pajak penghasilan.

Kondisi masyarakat saat ini menunjukkan gambaran jelas adanya bermacam-macam salah paham tentang orang membantu orang lain, memberi pekerjaan dengan upah sangat rendah. Situtena menyaksikan fakta nyata bahwa seseorang meminta seseorang lulusan SMA hanya diberi bantuan uang sekedar dapat membeli bahan makanan untuk mempertahankan hidup sambil belajar menciptakan pekerjaan sendiri. Orang tersebut memberi uang bulanan sedikit di bawah lima ratus ribu rupiah setiap bulan.  Orang tersebut mempunyai harapan bahwa yang dibantu makin hari makin pandai dan akhirnya mencapai suatu tingkatan dapat mandiri, mencipta kerja, menghidupi diri sendiri.

Apakah orang tersebut kejam? Meminta orang bekerja dengan upah kurang dari tiga puluh persen nilai UMK? Dasarnya adalah kesepakatan, pekerjaan cukup ringan dan yang dibantu punya peluang mengembangkan diri untuk mandiri. Situtena tidak berani menilai pemberi pekerjaan tersebut apakah kejam ataukah baik hati? Pemberi kerja tersebut sepertinya melihat kenyataan saat ini menjadi prihatin, gelisah, namun tidak kendur berpartisipasi, berkontribusi semampunya diri sendiri di lingkungan kecilnya memberi solusi. Pemberi kerja sepertinya lugu dan tulus hati seperti ibu penjual kue.

Mungkin hanya Tuhan yang dapat memeriksa hatinya pemberi kerja.  Situtena tidak memikirkan lebih jauh dan menghakimi pemberi kerja. Hari sudah malam dan Situtena meninggalkan ruang belajarnya, membersihkan diri, dan berangkat tidur ?

Leave A Reply

Your email address will not be published.