Penjelasan dari Ribka Ciptaning Terkait Alasannya Menolak Vaksin
Bernas.id – Ribka Tjiptaning Anggota DPR dari Fraksi PDIP, yang akrab disapa Ribka kembali mempertanyakan soal keamanan vaksin corona yang dipakai untuk vaksinasi di Indonesia. Ribka kembali menyinggung soal vaksin folio dan vaksin kaki gajah yang pernah masuk di Indonesia. Ribka termasuk orang pertama yang menolak vaksin corona secara terang-terangan, karena pernyataan terakhir dari BIO Farma vaksin corona belum uji klinis ke tiga dan lain-lain. Ribka juga lebih memilih kena sanksi daripada harus dipaksa suntik vaksin, menurutnya apabila ia tetap dipaksa maka akan ada pelanggaran HAM.
Selain itu Ribka juga mempertanyakan vaksin yang akan digratiskan untuk semua masyarakat Indonesia itu yang mana, karena saat ini vaksin corona terdapat lima jenis dan terdapat perbedaan harga di setiap jenisnya. Karena menurut pengalamannya masalah RAPID dan SWAP, pun masih terdapat permainan harga.
“Ada rumah sakit swasta, Abdi Waluyo saya tanya berapa tu SWAP, dokter kalau 1 hari dok itu 6,5 juta tapi kalau hasilnya 3 hari 3,5 juta loh ini patokannya emang lama pemeriksaan atau karena duitnya? Saya kemarin di klinik yang lain 900 ribu hari Sabtu, negatif,” tutur Ribka.
Di situasi tersebut Ribka juga menegaskan bahwa ini hanya permainan ekonomi, yang ujung-ujungnya jualan obat dan jualan vaksin, dan kegiatan tersebut sudah sangat terlihat polanya. Ia juga menegaskan bahwa, “Negara tidak boleh berbisnis dengan rakyatnya. Tidak boleh, mau alasan apa saja tidak boleh,” jelasnya.
“Saya ingin mempertegas pertanyaan saya dua hari lalu karena jawaban saudara Menteri tidak terjawab. Jadi ditanya lagi sama teman-teman, Bio Farma hanya jawab sedikit soal lumpuh layu, yang juga katanya vaksin dari asing. Ya sama saja Sinovac juga dari asing kan, terus tadi dipertegas sama teman-teman, kesiapan kita, terus kaki gajah yang 12 orang mati di Majalaya apa alasannya?” kata Ribka di Kompleks Parlemen.
Ribka juga menyinggung soal SDM kesehatan yang tersedia saat ini di Indonesia. Ribka mengkritik ada banyak dokter-dokter muda yang dapat membantu penanganan pandemi virus corona, namun tidak dimanfaatkan oleh pemerintah.
“Saya ketemu dokter di NTT bagaimana dia mau mengurus STR atau SIP harus ada STR. STR harus ada ngumpulin sertifikat, ikut seminar-seminar itulah. Dia bilang sama saya dokter di NTT itu gimana saya mau bisa ikut seminar, ongkos ke Jakartanya berapa pesawat. Berarti dia enggak punya SIP,”
Menurut Ribka, rumah sakit seperti RSCM dan RS Fatmawati kewalahan menangani pasien virus corona bukan karena ruang rawatnya yang tidak ada. Melainkan karena kekurangan SDM, sehingga ia mendesak Menkes Budi Gunadi Sadikin untuk melakukan terobosan.
“Beberapa rumah sakit tuh kayak SDM-nya tidak ada. Ini harus ada terobosan supaya saudara Menteri bisa jawab, gitu loh. Supaya tidak terkesan bahwa Menkesnya ini Menteri Vaksin atau Menteri Covid-19 gitu. Tapi Menteri Kesehatan seutuhnya, bisa jawab semuanya. Kan biasanya juga di belakang-belakang teman-teman Dirjen ini bisa jawab, kan gitu, bisa dibantu,” pungkasnya.
Di akhir Ribka menegaskan kepada Menkes harus bisa menjawab permasalahan SDM kesehatan. Bukan hanya soal vaksin. (asn)