Berita Nasional Terpercaya

Menggantungkan Hidup Kepada Desa

0

DIAKUI atau tidak, pandemi covid-19 membawa desa sedikit bergeser, mungkin ke level bawah alias miskin. Tak sedikit UMKM yang hidup dan menghidupi desa yang terpukul, apalagi yang sifatnya masih rintisan usaha maupun rintisan teknologi tepat guna.

Meski begitu, rupanya desa tak juga kesepian. Lantaran musim pandemi ini justru orang-orang desa yang beradu nasib di kota besar tak sedikit yang kembali lebih memilih memunguti nasib dan masa depannya di desa.

Hold on desa, save desa seolah menjadi cara baru menyelamatkan hari-hari bagi warga desa maupun para perantau dengan model ruralisasinya. Desa menjadi gantungan hidup lagi, sekurangnya di desa itu seperti toko palugada (apa lu butuh gue ada). Mau sayur mayur atau buah tinggal petik di kebun, mau beras juga asupan gizi tersedia.

Kekerabatan dan modal sosial gotong royong acap menjelma dalam tangan-tangan yang tampak maupun sembunyi di desa tanpa reserve. Kemudian dana desa pun mengucur deras ke desa. Program padat karya tunai desa bersahutan di desa, dengan demikian juga membantu mengatasi persoalan pangangguran setempat.

Sebagai ilustrasi dana desa, setkab.go.id (4/1/2019), pemerintah sudah mengucurkan Dana Desa sebesar Rp187 triliun sejak 2015 lalu. Rinciannya: tahun 2015 sebesar Rp20,7 triliun, tahun 2016 meloncat menjadi Rp47 triliun, tahun 2017 menjadi Rp60 triliun, tahun 2018 Rp60 triliun, dan tahun 2019 Dana Desa naik menjadi Rp70 triliun plus Dana Kelurahan Rp3 triliun, sehingga keseluruhannya mencapai Rp73 triliun, dan tahun 2020 menempati Rp71,2 triliun serta tahun 2021 sebesar Rp72 triliun.

Harus kita akui dana tersebut cukup berdampak membalik kemiskinan desa. Selain dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur, dana desa bisa dioptimalkan bagi pemberdayaan masyarakat desa dalam rangka penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi efek Covid-19.

Kita layak menaruh optimisme baru dengan kondisi eksisting desa, bahkan data persentase kemiskinan pedesaan mengalami pelambatan atau lebih rendah ketimbang perkotaan. Bisnis.tempo.co (15/7/2020) merilis jumlah penduduk miskin Indonesia meningkat di tengah pandemi Covid-19. Hingga Maret 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan bertambah 1,63 juta, menjadi 26,42 juta orang. Menjadi 9,78 persen (persentase). Sebelumnya dari pengumuman terakhir pada September 2019, jumlah penduduk miskin sudah berjumlah 24,79 juta. Persentase kemiskinan saat itu pun berada di angka 9,22 persen. Tambahan penduduk miskin sama-sama terjadi di kota dan desa. 

Di kota, persentase penduduk miskin naik dari 6,56 persen pada September 2019, menjadi 7,38 persen pada Maret 2020. Pada periode yang sama, kemiskinan di desa naik dari 12,6 persen menjadi 12,82 persen. Selain itu, di ujung 2020 ini dan tahun depan wilayah pedesaan juga dikenalkan dengan yang acap disebut sustainable development goals-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) ala desa.

Tahun 2021 pemerintah melalui Kemendesa PDTT mengalokasi anggaran dana desa sebesar Rp72 triliun. Menteri Desa PDTT menegaskan dana desa 2021 diprioritaskan untuk pencapaian SDGs desa (kemendesa.go.id, 9/12/2020).

SDGs Desa yang dimaksud mengantongi 18 tujuan, yakni: desa tanpa kemiskinan, desa tanpa kelaparan, desa sehat dan sejahtera, pendidikan desa berkualitas, desa berkesetaraan gender, desa layak air bersih dan sanitasi, desa yang berenergi bersih dan terbarukan, serta pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi desa.

Di luar itu, menyangkut inovasi dan infrastruktur desa, desa tanpa kesenjangan, kawasan pemukiman desa berkelanjutan, konsumsi dan produksi desa yang sadar lingkungan, pengendalian dan perubahan iklim oleh desa, ekosistem laut desa, ekosistem daratan desa, desa damai dan berkeadilan, kemitraan untuk pembangunan desa, juga kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif.

Arah baru bernama SDGs desa bakal mendampingi RPJM desa, karena keduanya bisa menjadi bagian tolok ukur keberhasilan dalam membangun desa. Barangkali berbagai program pembangunan yang dikorelasikan dengan SDGs desa kala pandemi covid-19 mengusik, beberapa mungkin belum sepenuhnya sesuai harapan atau target SDGs desa, tapi itu semua merupakan bagian cara kita merawat senyum warga desa.

Maka kemudian, kita semua masih butuh kerja ekstra keras untuk menghela tujuan itu, meraih mimpi tersebut maka kemudian kita perlu berkolaborasi dan aksi (kolaboraksi) dengan seluruh pemangku kepentingan. Ketika point SDGs desa yang tercapai atau teraih bahkan melampaui, dapat dimaknai desa lebih maju dan sejahtera.

Tidak Berjarak

Upaya menghadapi dan memaknai desa ke depan, beberapa hal bisa ditempuh untuk lebih menggairahkan desa membalik kemurungan menjadi keriangan. Banyak capaian yang menggembirakan selain infrastruktur, juga terkait dengan tumbuhnya industri kreatif di desa, BUM desa yang cakap mengelola pariwisata sebagai core business, dan lain-lain.

Pada masa mendatang desa tak perlu khawatir, negara akan selalu hadir dengan layanan yang cepat, mudah dan murah serta informatif. Maka dana pembangunan yang tak sedikit penting dijaga betul agar tidak menguap dan mengganggu integritas dan akuntabel. Di sini tim pengawas dana desa mesti bekerja secara profesional dan proporsional.

Penyokong lain desa untuk greget membangun, yakni teladan dari para elit. Salah satunya tidak ada praktik korupsi, gratifikasi maupun pungli. Karena anak sekurangnya melihat rekam jejak ibu bapaknya dalam menjejaki dunianya.

Pemanusiaan desa juga menjadi amunisi cukup ampuh dalam mendorong dan menggerakkan partisipasi warga sebagai pemilik program pembangunan. Pelibatan warga dalam setiap tahapan pembangunan menjadi semacam pengakuan, pemartabatan warga seutuhnya.

Kita mahfum, pandemi covid-19 masih jauh dari kata selesai, maka Jogo Tonggo, termasuk di aras pedesaan mesti semakin digelorakan untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan 3M (mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak).

Untuk itulah kemudian, sangat terbuka membuat pembangunan pedesaan menjadi tidak berjarak dengan ibu kandungnya, ya warganya, ialah rakyatnya. Tepatlah nawacita Pak Jokowi, membangun dari pinggiran (desa). Desa segala bermula. 

(Marjono, Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng)

Leave A Reply

Your email address will not be published.