Berita Nasional Terpercaya

Seluk Beluk Pembuatan Garam dan Nasib Petaninya di Tengah Perubahan Iklim

0

Bernas.id – Garam merupakan salah satu komoditas strategis nasional. Selain peran dan fungsinya bagi pemenuhan pangan dan gizi serta sebagai bahan baku industri dalam negeri, garam menyediakan lapangan kerja bagi ratusan ribu tenaga kerja serta sebagai sarana pengentasan kemiskinan bagi masyarakat khususnya di wilayah pesisir. Produksi garam nasional pada beberapa tahun terakhir, terus mengalami peningkatan dengan tren pertumbuhan sebesar 46,6% per tahun. Hal tersebut menjadi bukti adanya perhatian khusus yang diberikan pemerintah pada sektor garam, khususnya garam rakyat.

Namun demikian, besarnya perhatian pemerintah yang diberikan pada sektor garam bukan berarti bahwa dari sisi produksi garam nasional telah terbebas dari berbagai masalah dan hambatan. Permasalahan yang timbul dari sisi produksi tersebut salah satunya disebabkan karena pola pengelolaan yang masih bersifat individual sehingga luas lahan sempit dan terpencarpencar yang tidak memungkinkan petani untuk mendapat manfaat dari skala ekonomi. Selain itu, produksi garam dalam negeri juga masih mengalami kendala baik dari sisi teknologi, sumber daya manusia, infrastruktur serta kualitas garam yang dihasilkan.

Teknologi yang digunakan dalam pembuatan garam rakyat masih sangat tradisional sehingga berpengaruh pada produktivitas dan kualitas garam yang dihasilkan oleh petani. Produksi garam nasional hanya mampu memenuhi kebutuhan sisi konsumsi sementara untuk keperluan industri masih bergantung pada impor. Sumber Daya Manusia (SDM) garam juga masih berpusat di beberapa lokasi sentra industri garam, seperti Madura dan Jawa Timur.

Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia dengan dua per tiga wilayahnya merupakan laut, Indonesia ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan garamnya sendiri. Oleh karena itu, berbagai kebijakan guna mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas garam dalam negeri baik melalui intensifikasi seperti peningkatan teknologi, pengembangan SDM dengan perbaikan kelembagaan serta pembangunan infrastruktur di sekitar tambak garam harus terus dilaksanakan.

Selain intensifikasi, ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan-lahan potensial harus tetap terus dilanjutkan, dioptimalkan serta terus dilakukan monitoring pelaksanaannya di lapangan. Upaya yang baik tersebut diperlukan sehingga swasembada garam nasional dapat terwujud danpada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya di wilayah pesisir

Secara umum, terdapat tiga sumber utama yang dapat menghasilkan garam, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Air Laut dan air danau asin sebesar 40% produksi garam dunia berasal dari air laut. Beberapa negara produsen garam yang berasal dari air laut antara lain Australia, Brazil, RRT India, Kanada dan Indonesia. Sementara itu, produksi garam dunia yang berasal dari air danau asin menyumbangsebesar 20% dari total produksi dunia. Negara produsen garam yang berasal dari air danau asin antara lain: Yordania (Laut Mati), Amerika Serikat (Great Salt Lake), RRT dan terdapat beberapa daerah di Australia.

2. Tambang Garam Produksi garam dunia yang berasal dari dalam tanah memiliki pangsa sebesar kurang lebih 40% dari total produksi garam dunia. Tambang-tambang garam terutama berada di Negara Amerika Serikat, Belanda, RRT dan Thailand.

3. Air Dalam Tanah Garam yang berasal dari air dalam tanah memiliki pangsa yang amat kecil dari total produksi garam dunia. Kecilnya produksi garam yang berasal dari air tanah disebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi garam tersebut dinilai tidak efisien (tidak ekonomis).

Selain itu, garam di dunia juga dikelompokkan menjadi empat jenis berdasarkan nomenklatur perdagangan internasionalnya, yaitu klasifikasi barang menurut ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN). AHTN merupakan nomenklatur klasifikasi barang yang bertujuan untuk menyederhanakan transaksi perdagangan intraASEAN melalui suatu nomenklatur yang seragam. AHTN terdiri dari 6 digit kode numerik HS yang dibuat oleh World Custom Organization (WCO) dan kemudian disusun ke dalam 8 digit kode numerik HS yang seragam untuk seluruh ASEAN. Jenis garam berdasarkan klasifikasi tersebut antara lain, yaitu (1)Garam meja (HS: 2501.00.10); (2)Rock salt (HS: 2501.00.20); (3)Sea water(HS: 2501.00.50); dan (4)other (HS: 2501.00.90).

Proses pembuatan garam juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Air Laut Air laut untuk pembuatan garam harus memenuhi persyaratan: Kadar garamnya tinggi, tidak tercampur aliran muara sungai tawar. Jernih, tidak tercampur dengan lumpur, sampah dan lain sebagainya. Mudah masuk ke areal ladang garam, pada saat pasang air laut dapat masuk ke saluran/petak penampungan sehingga mudah dipompa ke areal ladang garam.

2. Tanah Sebagai sarana utama, tanah untuk ladang pegaraman harus memenuhi persyaratan: Kedap air, artinya tidak porous (rembes air) agar air laut yang ditampung di atasnya tidak merembes (bocor) ke dalam tanah. Ketinggian maksimum 3 meter di atas permukaan air laut ratarata (mean sea level/m.s.l) agar mudah serta murah dalam hal pemompaan air ke dalam ladang pegaraman. Harus cukup luas. Untuk ladang perorangan minimal 1 Ha, untuk perusahaan besar diperlukan tanah minimal 4000 Ha.

3. Iklim. Sebagai sumber energi utama harus memenuhi persyaratan iklim: Curah hujan tahunan yang kecil, curah hujan tahunan daerah garam antara 1000-1300 mm/tahun. Mempunyai sifat kemarau panjang yang kering yaitu selama musim kemarau tidak pernah terjadi hujan (salah musim). Lama kemarau kering ini minimal 4 bulan (120 hari). Mempunyai suhu atau penyinaran matahari yang cukup atau jarang mendung/berkabut. Makin panas suatu daerah, penguapan air laut akan semakin cepat. Mempunyai kelembaban rendah/kering. Makin kering udara di daerah tersebut, penguapan akan makin cepat.

Semoga petani garam tetap bisa bertahan dan eksis melebarkan sayap di tengah kondisi cuaca ekstrem seperti saat ini. (Rrw)

Leave A Reply

Your email address will not be published.