Berita Nasional Terpercaya

Romantisme Sastrawan Indonesia, Lewat Tulisan Abadi dan Melegenda Dari Masa Ke Masa

0

JAKARTA, HarianBernas.com – Apakah kamu senang membaca puisi? Atau mungkin kamu seorang penulis puisi?

Bagaimana rasanya ketika kamu membaca atau membuat suatu puisi? Puisi merupakan salah satu media positif untuk mengekspresikan diri.

Tidak ada salahnya untuk kamu mengenal lebih dekat dengan sosok berikut ini. Kehidupannya yang penuh liku dituangkan dalam karya puisi, dan melalui puisi-puisinya pula lah ia dikenang sepanjang masa. Siapa pria ini?

Pria ini bernama Chairil Anwar, lahir di Medan pada tanggal 26 Juli 1922. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Karena Chairil berasal dari keluarga kaya, apakah Chairil dapat menempuh pendidikan dengan baik pada masa itu?

Baca juga: Translate Bahasa Jawa: Tingkatan (Kromo) dan Struktur Penulisan

Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus atas keinginannya sendiri. Selepas berhenti sekolah, Chairil mulai menulis sebagai penulis tetapi tak satupun puisi awalnya tersebut ditemukan.Hingga Chairil beranjak ke usia remaja, ia pun mengalami kejadian buruk, apa itu?

Ketika usia sembilan belas tahun, Kehidupan Chairil menjadi berantakan setelah  perceraian orang-tuanya. Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta, disitu dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung memengaruhi tatanan kesasteraan Indonesia.

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah tulisannya dimuat di “Majalah Nisan” pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian. Walaupun Chairil selalu menghabiskan banyak waktu untuk membuat karya puisinya, namun Chairil pernah juga bekerja sebagai penyiar radio, dan selama bekerja menjadi penyiar radio inilah Chairil jatuh hati pada seorang wanita.

Baca juga: 18 Jenis Konjungsi, Pengertian, dan Contoh Kalimat Terlengkap

SENJA DI PELABUHAN KECIL
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

Baca juga: 51 Jenis Font Keren untuk Desain dan Menulis Buku 2021

Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada wanita bernama Sri Ayati, namun hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi di atas menjadi saksi bisu cintanya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.

Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga dijiplak,  dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Lalu, bagaimana akhir hidup seorang Chairil Anwar?

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi dengan kondisi fisiknya yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah terserang sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC. Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Meskipun Chairil Anwar hidup jauh sebelum kita dilahirkan, namun hasil karyanya sangat terkenal dan akan selalu dikenal di sepanjang masa. Bahkan namanya menjadi salah satu tokoh penting kesusastraan modern.

Baca juga: Mengenal Jenis Puisi Lama dan Puisi Baru serta Contohnya

Yuk mengekpresikan diri melalui puisi.

Leave A Reply

Your email address will not be published.