Berita Nasional Terpercaya

Efektifitas Kampanye Parpol dalam Merayu Rakyat

0

HarianBernas.com-Rakyat negeri ini akan selalu disuguhkan dengan tayangan pola kampanye yang cukup beragam dari para calon wakil rakyat dan partai politik. Setiap kali memasuki masa kampanye, para calon legislatif dan partai politik tersebut tengah menyusun strategi untuk mendapatkan suara terbanyak supaya mereka dapat memenangkan pemilu. Mereka berkompetisi untuk ?merayu?  hati rakyat demi mendapatkan perhatian dan simpati dari masyarakat dengan cara membuat ragam media kampanye yang berisi slogan-slogan kampanye.

Media kampanye (baliho, banner, stiker, kaos, iklan, orasi panggung politik dan lainnya) yang mereka buat, memuat kalimat-kalimat atau gambar yang kadang menggelitik pembacanya karena kata-kata/gambarnya terkadang dibuat cukup ekspresif. Walaupun, masyarakat ada juga yang terkadang tidak terlalu memperdulikan dan tidak kritis dalam memahami isi dari slogan-slogan kampanye tersebut.

Belajar dari pengalaman pemilu sebelumnya, kadang ada calon legislatif yang ketika baru menjadi caleg menggunakan slogan kampanye dengan pernyataan yang dapat meluluhkan hati masyarakat dengan kata-katanya. Namun, setelah caleg tersebut memenangkan pemilu dan menjabat menduduki kursi wakil rakyat itu, mereka terkadang menjadi lupa diri dan tidak menghiraukan lagi janji-janji kampanyenya dulu.

Oleh karena itu, rakyat selaku pemilik saham tertinggi dalam tatanan demokrasi, harus lebih berhati-hati dan kritis lagi dalam memahami makna dari kalimat-kalimat yang menjadi slogan kampanye para calon legislatif dan partai politik. Karena menurut psikolog yang pernah berdiskusi dengan penulis, gaya bahasa yang digunakan setiap orang berbeda-beda dan dari gaya bahasa itu sendiri dapat mencerminkan bagaimana jati dirinya sesungguhnya. Jadi, untuk dapat memahami para caleg tersebut, salah satu caranya adalah kita dapat meneliti lewat gaya bahasa yang mereka gunakan dalam slogan-slogan kampanye yang meraka buat. Apa slogan itu sesuai dengan kepribadian dan sikapnya atau mungkin slogan itu hanya dibuat-buat hanya untuk menarik simpati dan perhatian masyarakat.

Terkait efektifitas kampanye parpol, rasanya jajak pendapat terbaru dari Kompas cukup menggelitik untuk menjadi referensi. Jajak pendapat ini berusaha menangkap pendapat rakyat mengenai model dan efektifitas kampanye politik. Jajak pendapat ini dilakukan di 12 kota besar di Indonesia.

Disebutkan, mayoritas responden (65,8%) menganggap dialog langsung dengan rakyat sebagai kampanye paling efektif. Artinya, rakyat lebih tertarik jika para caleg turun langsung ke bawah. Dengan begitu, rakyat bisa bertatap muka dengan kandidat dan terjadi proses dialog.

Bentuk kampanye seperti ini telah memangkas jarak antara caleg/parpol dan rakyat. Karenanya, metode turun ke bawah (turba) dianggap unggul ketimbang iklan di media massa (9,3%), jejaring sosial (8,2%), pemasangan alat peraga seperti spanduk, baliho, dan poster (5,4%), dan rapat akbar/pengerahan massa/konvoi (2,8%).

Jajak pendapat tersebut juga menyebutkan, model kampanye berbentuk debat politik dengan mempertarungkan semua kandidat, juga cukup efektif. Tentu saja, debat politik itu harus bernuansa pertarungan gagasan dan program. Dengan begitu, rakyat punya kesempatan untuk melihat dan menilai kapasitas masing-masing kandidat.

Artinya, ada kecenderungan rakyat, khususnya melihat fenomena di kota-kota besar, untuk mulai melihat program ketimbang jargon-jargon politik. Rakyat sudah sangat bosan dengan jargon-jargon manis belaka. Ini bisa dilihat pula pada hasil jajak pendapat tersebut: mayoritas responden (77,9%) mengaku melirik kesamaan program sebagai dasar pertimbangan dalam memilih.

Terlepas dari  seberapa besar akurasi jajak pendapat tersebut, setidaknya patut dijadikan ?lonceng peringatan? oleh parpol. Sebab, jika tidak, kemungkinan parpol akan makin ditinggalkan rakyat. Sekarang saja gejala itu sudah terlihat dengan menguatnya sikap skeptis dan apatisme terhadap politik dan partai politik.

Jangan lagi ada fenomena jual-beli suara dalam berbagai bentuk ke massa. Pola kampanye yang hanya memiliki makna simbolik (pencitraan semata) serta gaya intimidatif kepada rakyat agar memilih parpol tertentu harus dihilangkan. Saatnya kini, model kampanye parpol harus memperkuat barisan ideologis, propaganda program yang edukatif, dan rekonstruksi basis konstituen yang bersifat permanen.

Ke depan, skema kampanye parpol harus  berbasis pada proses kaderisasi permanen. Edukasi politik pun harus secara komprehensif  digalakkan. Kegiatan partai politik harus selalu eksis sekalipun tidak ada momentum pemilu. Berbagai bentuk propaganda berisikan program dan gagasan-gagasan politik konstruktif edukatif, baik berbentuk cetak maupun audio-visual, juga harus secara masif disusun dan memberikan edukasi yang mencerdaskan serta membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu tirani imperium Tata Dunia Baru.

Akhirnya, penulis berharap agar setiap event kampanye  pemilu dapat dilewati dengan aman, damai, bersahabat dan tidak terjadi gejolak politik yang memanaskan suasana sehingga menimbulkan ketegangan dan gesekan yang menyulut api dendam antar pasangan caleg dan parpol. Dengan kedewasaan politik semua elemen masyarakat, kampanye setiap pemilu  bisa menjadi fragmen penting dan bersejarah bagi negeri ini untuk membangun bangsa yang maju, bersih, adil dan bermartabat serta mensejahterakan rakyat, amien. Semoga! 

 

Muhammad Fahmi, ST, MSi

Pemerhati masalah Sumber Daya Manusia dan masalah Tematik Bangsa

Kandidat Doktor Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia

(Universitas Negeri Jakarta UNJ)

Master of Ceremony (MC), Trainer Publik Speaking/Kehumasan

Salam Merah Mempesona Menggelitik Hati

[email protected]

WA: 08158228009

Leave A Reply

Your email address will not be published.