Berita Nasional Terpercaya

Ebeg, Kuda Kepang Mistis dari Banyumas

0

HarianBernas.com – Ebeg adalah bentuk tari tradisional khas Banyumas yang memakai properti utama Ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala kemampuan bertarungnya. Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain.

Kesenian ini bisa dibilang magis atau mistis, karena si pemain Ebeg akan kesurupan disaat pemain dimantrai. Media yang dipakai adalah kemenyan yang dibakar. Setelah para pemain kesurupan mereka tidak sadarkan diri, dan terkadang melakukan berbagai aksi yang bisa dibilang membahayakan.

Meski demikian, pada saat itu mereka tidak merasakan sakit, karena sedang dimasuki oleh roh lain. Setelah mereka sadar dari kesurupan, baru mereka akan merasa lemas dan terkadang ada juga yang kesakitan.

Diperkirakan kesenian Ebeg sudah ada sejak manusia mulai menganut aliran kepercayaan animisme dan dinamisme. Salah satu ciri kesenian tua di Jawa adalah adanya bentuk-bentuk trance atau kesurupan. Selain itu Ebeg dianggap sebagai seni budaya yang benar-benar asli dari Jawa Banyumasan, karena di dalamnya sama sekali tidak ada pengaruh dari budaya lain. Ini berbeda dengan kesenian wayang yang merupakan perkawinan budaya Hindu India dengan Jawa.

Ebeg sama sekali tidak menceritakan tokoh agama tertentu, baik Hindu maupun Islam. Bahkan dalam lagu-lagunya justru banyak menceritakan tentang kehidupan masyarakat tradisional. Terkadang lagunya berupa pantun, wejangan hidup, atau bisa juga menceritakan Ebeg itu sendiri.

Lagu yang dinyanyikan hampir keseluruhan menggunakan bahasa Jawa Banyumasan atau biasa disebut bahasa Ngapak. Beberapa contoh lagu-lagu dalam Ebeg yang sering dinyanyikan adalah Sekar Gadung, Ricik-Ricik Banyumasan, Eling-Eling, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana Maning Modele Wong Purbalingga, dan lain sebagainya.

Di Banyumas, biasanya Ebeg ditampilkan dengan iringan musik calung banyumasan atau gamelan banyumasan. Nayaga atau para pengiring tampil menyatu dengan gerakan para penarinya. Biasanya pertunjukkan ebeg dilengkapi dengan atraksi barongan, serta penthul dan cépét, penari bertopeng yang bertingkah lucu.

Salah satu kewajiban dalam pementasan Ebeg adalah ketersediaan sesaji atau kemenyan. Sesaji digunakan sebagai persembahan kepada para roh maupun makhluk halus di sekitar agar mau mendukung pementasan.

Efeknya para pemain Ebeg akan kerasukan yang dalam bahasa Banyumas disebut mendem. Disaat inilah para pemain Ebeg biasa memakan berbagai benda yang tidak lazim dimakan seperti pecahan kaca (beling), bunga-bunga sesaji, mengupas kelapa dengan gigi, makan padi dari tangkainya, memakan dedak (katul), bara api, dan lain-lain.

Keadaan mendem ini menunjukkan bahwa pemain Ebeg tengah menunjukan dirinya sebagai ksatria yang kuat. Pada akhir laga, pemain yang kerasukan akan disembuhkan oleh pemimpin grup Ebeg yang biasanya adalah seorang tetua adat yang disebut Penimbul.

Perlu diketahui bahwa tidak hanya pemain Ebeg saja yang bisa kesurupan. Sering kali para penonton juga ikut mendem, sehingga menambah kemeriahan pementasan. Pada saat pemain dan beberapa penonton sudah kesurupan, pagelaran menjadi sedikit lebih kacau dan brutal. Namun, justru inilah yang menjadi ciri khas Ebeg Banyumasan dibandingkan pertunjukan kuda lumping dari daerah lain.

Terkadang orang yang kesurupan menari di depan pemain musik dan meminta dimainkan musik yang bagus. Bila musik berhenti maka pemain akan berhenti menari. Tidak semua pertunjukan Ebeg benar-benar menampilkan aksi kesurupan. Di era modern ini, banyak kelompok Ebeg yang pemainnya hanya berpura-pura kesurupan agar tampak heboh.

Leave A Reply

Your email address will not be published.