JOGJA, HarianBernas.com — Lagi, Sultan HB X keluarkan pernyataan mengejutkan. Mengakhiri tahun 2015 ini, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut mengumumkan “Ngudar Sabda” secara tertutup, Kamis (31/12), di Bangsal Mangunturtangkil, Kompleks Keraton Ngayogyakata Hadiningrat.
Selama prosesi “Ngudar Sabda” berlangsung kurang lebih lima menit, yakni pukul 10.00-10.05 WIB, kompleks Keraton Yogyakarta ditutup bagi wisatawan, bahkan sejak pukul 08.00 WIB.
“Secara garis besar Sultan meminta abdi dalem taat terhadap peraturan yang diperintahkan,” kata Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Hastononingrat, salah seorang abdi dalem yang mengikuti acara tersebut.
Dikatakan, prosesi itu hanya dihadiri istri Sultan GKR Hemas dan dua puteri Sultan GKR Condrokirono dan GKR Maduretno serta beberapa kerabat dan para abdi dalem. Sementara semua adik Sultan tidak hadir.
Gusti Bandoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, salah satu adik Sultan, mengaku diundang melalui telepon seluler oleh Sekretaris Sultan untuk menghadiri acara tersebut. Namun ia mengaku menolak hadir karena menurut dia yang mengundang adalah Sultan bergelar “bawono”, bukan “buwono”.
Seperti diketahui, Sultan sendiri telah mengganti gelarnya yang semula “Sultan Hamengku Buwono” menjadi “Sultan Hamengku Bawono” melalui “Sabda Raja” yang dikeluarkan Mei 2015. Namun, gelar itu hanya digunakan di lingkungan keraton.
“(Saya tidak hadir) karena yang mengundang Sultan Bawono, bukan Buwono. Dan saya tidak mengenal itu sehingga saya tidak hadir,” kata Yudhaningrat di kediamannya.
Menurut Gusti Yudha, dari informasi abdi dalem maupun kerabat yang mengikuti acara tersebut, “Ngudar Sabda” yang disampaikan Sultan berisi empat poin utama. Pertama menegaskan bahwa yang disampaikan dalam “Ngudar Sabda” itu adalah berdasarkan “dhawuh” (perintah) dari Allah SWT. Kedua, menyangkut persoalan waris tahta keraton. “Dalam poin ini dijelaskan masalah waris tahta tidak bisa (diturunkan) kecuali kepada puteranya,” kata Gusti Yudha.
Dalam poin ketiga, Sultan mengingatkan siapa pun yang tidak menuruti perintah raja akan dicopot gelar maupun kedudukannya. “Itu bukan hanya untuk abdi dalem, tapi kerabat atau siapa saja termasuk saya,” kata Gusti Yudha.
Sementara poin terakhir atau keempat, Sultan mengingatkan bagi siapa pun yang tidak sependapat dengan pernyataan tersebut dipersilakan pergi dari “Bumi Mataram” atau Yogyakarta.
Penghageng Tepas Dwarapura, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Jatiningrat mengatakan prosesi yang dilakukan secara mendadak itu biasanya menyangkut hal yang dianggap penting oleh Sultan. “Menjadi penekan agar apa pun yang diperintahkan harus didengar,” kata KRT Jatiningrat.