JOGJA,HarianBernas.com–Hadir dalam Dialog Kebangsaan bertema ?Merawat Kebhinekaan di Sleman?, calon bupati Nomor Urut 2 Sri Purnomo (SP) sempat dicecar dengan berbagai kasus intoleransi agama yang terjadi di Sleman. Bukan hanya peserta dialog, SP juga sempat dipojokan oleh rivalnya dalam Pilkada kali ini Yuni Satia Rahayu yang notabene adalah calon bupati Nomor Urut 1.
Terkait dengan masalah toleransi umat beragama, Sri Purnomo menegaskan, hal itu sudah menjadi hal yang tidak bisa ditawar. Bahwa masih saja muncul kasus-kasus yang terkait dengan hubungan antar umat beragama, itu adalah hal sangat mungkin terjadi.
?Memang sangat mungkin terjadi gesekan-gesekan. Tidak ada yang bisa menjamin tidak aka nada gesekan. Tapi yang harus kita lakukan adalah, terus membangun rasa kebersamaan dan memupuk rasa toleransi antar umat beragama. Kita, termasuk pemerintah, tidak bisa memaksakan hal-hal yang menyangkut keyakinan. Yang bisa dilakukan adalah membangun kesadaran, bahwa kita memang bangsa yang berbeda-beda. Membangun kesadaran bahwa perbedaan itu justru harus menjadi modal bersama, bukan sebaliknya,? kata Sri Purnomo.
Untuk membangun kesadaran pentingnya toleransi inilah, Pemkab Sleman selama ini telah memfasilitasi dialog-dialog dan lahirnya forum-forum bersama umat beragama.
Diantaranya adalah adanya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Forum-forum seperti ini bukan hanya ada di tingkat kabupaten, tapi juga ada di tingkat kecamatan, desa dan bahkan sebagian wilayah ada di tingkat dusun.
?Jadi forum-forum serta dialog-dialog inilah yang kedepan perlu diperkuat, perlu diperbanyak. Segala perbedaan yang mungkin mengarah pada gesekan, sedini mungkin diselesaikan lewat dialog,? katanya.
Sebelumnya, sejumlah peserta tajam menyoroti kasus-kasus intoleransi yang beberapa kali terjadi di wilayah Sleman, saat kepemimpinan Sri Purnomo dan Yuni Satia Rahayu. Mereka mempertanyakan kelanjutan dari penanganan para pelaku kekerasan berkait agama.
Para peserta juga mempertanyakan proses perijinan pendirian tempat ibadah, yang dianggap sulit. Sehingga ada umat dari agama tertentu yang merasa terjadi diskriminasi.
Terkait pertanyaan ini, Sri Purnomo memastikan tidak ada diskriminasi dari pemerintah. Semua aturan untuk pendirian tempat ibadah sudah sangat jelas. Sehingga kalau ada yang tertunda dan sebagainya, bisa dipastikan karena ada persyaratan yang belum dipenuhi.
?Termasuk harus ada rekomendasi dari FKUB. FKUB itu beranggotakan perwakilan dari seluruh agama. Jadi menurut saya sudah sangat baik dan fair,? katanya.
Pemerintah sendiri, kata SP kedepan akan semakin merangkul semua kalangan untuk bersama-sama merawat kebhinekaan. Solusi-solusi yang sifatnya lebih fundamental, akan coba digali bersama, sehingga dapat lebih efektif mengurangi potensi terjadinya gesekan.
?Untuk bisa dapat solusi yang fundamental dan permanen, semua pihak harus bisa mengendalikan diri. Harus jujur. Saya kira itu kuncinya. Sebab harus diakui, kadang-kadang masalahnya cukup sederhana. Tapi kadang-kadang menjadi besar karena kurangnya pengendalian diri,? katanya.
Sementara Yuni Satia Rahayu mengatakan, kedepan Pemerintah Kabupaten Sleman harus mampu mempertahankan Sleman sebagai minatur Indonesia. Untuk itu, pemimpin Sleman kedepan musti dapat merangkul semua kalangan.