Karena Menulis Menembus Jutaan Kepala
Oleh: Denni Candra
Learning Facilitator & Public Speaker
www.dennicandra.com
Imam Al Ghazali pernah mengatakan, “Kalau kamu bukan anak raja, dan kamu bukan anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis.” Hampir senada dengan itu Pramoedya Ananta Toer juga pernah berucap, “Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Secara terpisah Sayyid Qutb, seorang ilmuwan yang juga sastrawan dan pemikir dari Mesir pernah mengungkapkan bahwa, “Peluru hanya bisa menembus satu kepala tetapi tulisan bisa menembus jutaan kepala.”
Kalau saat ini ada yang bertanya, “Apakah Anda mengetahui sejarah dan asal-usul kakek buyut dari orangtua anda? Siapakah nama lengkapnya, dari mana asalnya, dan di mana letak kuburnya?” Saya yakin kalau sebagian besar dari kita akan menjawab dengan gelengan kepala dan tatapan penuh kebingungan. Padahal rentang waktu generasi mereka dengan kita sekarang ini paling terpaut di kisaran 100 tahun.
Apa artinya hal tersebut? Bayangkan 100 tahun yang akan datang Anda akan mengalami nasib yang serupa dengan para kakek buyut anda tersebut, hilang dari peradaban generasi berikutnya, tidak ada satu pun generasi penerus anda yang mengetahui siapa anda, bahkan nama Anda pun tidak familiar bagi mereka dan tidak ada satu pun kenangan tentang Anda yang tertinggal di benak mereka. Anda seperti dianggap tidak pernah terlahir dan hadir di atas dunia ini.
Baca juga: Mengenal Teks Berita, Ciri-ciri, Jenis, dan Contoh Penulisannya
Coba bandingkan dengan nama-nama seperti Soekarno, Mohammad Hatta, KH Agus Salim, dan Ki Hajar Dewantara. Atau kalau kita mau mundur lebih jauh lagi ada nama seperti Socrates, Plato, Albert Einstein, dan Ibnu Sina. Mungkin kita semua tidak memiliki hubungan dan tidak pernah mengenal langsung para tokoh-tokoh tersebut. Tetapi kita bisa mengenal dan mengetahuinya lewat karya-karya yang diwariskan, salah satunya melalui tulisan-tulisan mereka.
Boleh jadi mereka terpisah jarak beberapa generasi dengan kita saat ini dan mereka pun telah meninggal puluhan, ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun satu hal yang tetap abadi adalah karya-karya mereka yang telah memberikan warisan pemikiran bagi generasi selanjutnya. Mereka tetap dikenang, bahkan pemikiran-pemikiran yang mereka wariskan menjadi topik diskusi serta perbincangan yang akhirnya mendorong lahirnya pemikiran-pemikiran baru sebagai penyempurnaan dari yang telah ada sebelumnya.
Para tokoh di atas seakan-akan mereka hidup abadi dan kekal sepanjang zaman karena mereka menulis. Bayangkan apa yang akan terjadi seandainya mereka tidak pernah menulis dan mewariskan pemikiran mereka? Mungkin kita tidak akan pernah mengenal mereka, dan nasibnya mungkin sama seperti sebagian besar orang-orang yang lainnya. Hilang ditelan perputaran zaman dan tergilas tanpa bekas oleh roda kehidupan.
Saya yakin dan percaya bahwa kita semua punya kemampuan untuk menulis. Sebab semenjak sekolah dasar kita semua belajar menulis, begitu juga dalam keseharian kita tidak pernah lepas dari kegiatan menulis. Entah itu menulis surat, memo, menulis pesan di perangkat komunikasi, atau sekadar untuk meng-update status di media sosial. Menulis itu sebenarnya tidak sulit karena sudah menjadi kegiatan rutin keseharian kita., namun hal tersebut belum menjadi sebuah kebiasaan.
Baca juga: 18 Jenis Konjungsi, Pengertian, dan Contoh Kalimat Terlengkap
Sebagian dari kita mungkin ada yang bertanya, “Apa yang harus ditulis dan dari mana memulainya?” Tulislah apa pun yang bisa memberikan manfaat baik untuk diri sendiri terlebih buat orang-orang yang akan membaca tulisan kita. Semakin banyak manfaat dari tulisan yang kita tuliskan, mudah untuk dicerna dan dipahami oleh para pembaca maka bukan tidak mungkin kalau akan semakin banyak juga orang yang akan terinspirasi. Bisa saja sesuatu yang menurut kita hanya sebuah pengalaman yang biasa tapi mungkin itu bisa menjadi sumber inspirasi bagi orang lain. Jadi jangan bingung dan takut apa yang kita tulis tidak akan bermanfaat karena tulisan akan menemukan pembacanya sendiri.
Ketika ada kesedihan yang melanda dan membuat kita didera nestapa, maka tuliskan dan curahkan perasaan kita tersebut dalam bentuk tulisan. Setidaknya dengan menuliskan berbagai perasaan yang mendera tersebut telah mengurangi sebagian beban yang ada. Begitu juga ketika perasaan gembira dan suka cita datang membuncah, salurkan dan bagikan perasaan ceria tersebut kepada orang lain dalam bentuk tulisan. Mungkin kalau sekadar bicara terbatas orang yang bisa mendengar, tetapi kalau dalam bentuk tulisan bisa menembus batasan ruang dan waktu.
Setelah kebiasaan menulis terbentuk maka pada tahap berikutnya akan timbul semacam “kecanduan” dan menjadi sebuah kebutuhan. Pada tahap tersebut kita akan menjadi terbiasa untuk menuliskan apa saja yang menjadi buah pemikiran baik itu untuk hal yang terjadi dalam pergaulan, pendidikan, pekerjaan, dan berbagai sektor kehidupan lainnya.
Dengan terbangunnya kebiasaan untuk menulis hingga menjadi sebuah kebutuhan makanya orang-orang di negara maju seperti Amerika dan Eropa bisa produktif. Bahkan di kalangan intelektual AS dan Eropa berlaku sebuah ungkapan yang cukup terkenal yaitu, “To publish or to perish!” Sedemikian perlunya orang untuk menulis agar ia tetap eksis di bidang kehidupan atau profesi yang digelutinya, atau ia akan ditinggalkan dan dilupakan orang.
Baca juga: Teks Eksplanasi Adalah Kalimat Penjelasan, Benarkah? Ini Pengertian dan Ciri-cirinya!
Maka tidak ada salahnya mulai dari sekarang kita membudayakan untuk membangun sebuah kebiasaan menulis. Karena dengan menulislah kita bisa menyambung rentetan sejarah panjang yang telah ada sebelumnya untuk kita teruskan sebagai warisan buat generasi selanjutnya. Sehingga suatu saat kelak orang-orang akan tetap mengingat bahwa ada seseorang yang pernah terlahir dan meninggalkan sebuah karya yang tetap hidup sepanjang zaman. Dan orang tersebut adalah anda, yang tetap abadi dalam tulisan-tulisan yang anda hasilkan. Karena itu menulislah untuk keabadian!