Sastrawan Besar Indonesia, Peraih Nobel Sastra yang Hingga Kini Masih Dikagumi Dunia

HarianBernas.com – Apa yang membuat sastrawan ini disegani dunia? Apa yang ditulisnya sehingga dunia kagum dengan karyanya?
Pramoedya Ananta Mastoer adalah salah satu penulis sastra terbaik di Indonesia. Ia juga merupakan sastrawan yang paling produktif dalam sejarah sastra Indonesia. Ia telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 41 bahasa asing. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Kejuruan Radio Surabaya.
Baca juga: Mengenal Teks Berita, Ciri-ciri, Jenis, dan Contoh Penulisannya
Mengapa ia tidak bersekolah di sekolah seni? Saat itu, ia masih memendam bakat sastranya. Ia mulai berkarir sebagai sastrawan ketika ia masuk dalam kelompok militer di Jawa. Ia menulis cerpen dan buku ketika ia dipenjara di Jakarta oleh Belanda pada tahun 1948 dan 1949. Setelah bebas dari penjara, pada tahun 1950an ia tinggal di Belanda untuk menjalankan program pertukaran budaya. Setelah itu, ia kembali ke Indonesia dan menjadi anggota Lekra. Selama masa itulah ia mengubah gaya penulisannya dan ia menunjukkannya lewat sebuah karya Korupsi. Pada masa pemerintahan Soeharto, yaitu pada tahun 1960an,
Pramoedya ditahan karena ia memiliki pandangan yang dinilai pro-Komunis Tiongkok. Hal tersebut menyebabkan bukunya dilarang beredar dan ia ditahan di Nusakambangan, kemudian dipindahkan ke Pulau Buru tanpa adanya pengadilan. Tidak hanya bukunya saja yang dilarang beredar, namun ia juga dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru.
Meskipun begitu, ia tetap berusaha sebisa mungkin untuk menulis karyanya berjudul Bumi Manusia. Pada tahun 1979, Pram dibebaskan dari tahanan dan mendapat surat pembebasan secara hukum tak bersalah dan tak terlibat G30S/PKI. Namun ia tidak sepenuhnya bebas karena ia terkena tahanan rumah di Jakarta hingga tahun 1992, tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999 dan wajib lapor ke Kodim Jaktim selama 2 tahun. Saat ia mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay Award pada tahun 1995, penghargaannya tersebut menjadi kontroversi karena ada kaitannya dengan Lekra.
Namun, Pramodya menolak semua tuduhan yang ditujukan kepadanya. Dan pada akhirnya pembelaannya dipertimbangkan dan kemudian ia mendapat Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000. Norwegian Authors' Union Award juga memberikan penghargaan pada Pram atas sumbangannya pada sastra dunia. Ia menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada tahun 1999 dan memperoleh penghargaan dari Universitas Michigan.yaitu Doctor of Humane Letters. Selain itu, puluhan penghargaan lain ia telah terima.
Banyak karyanya yang bertemakan tentang interaksi antarbudaya. Ia tetap aktif menulis meskipun kesehatannya menurun bahkan sampai akhir hayatnya pun ia masih aktif menulis. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 12 Januari 2006. Ratusan pelayat dari kalangan sastrawan, aktivis, dan negarawan melayat ke rumah dukanya.
Pramoedya, ia tetap menulis dalam kondisi apapun. Saat ia ditahan, saat ia dilarang menulis, saat bukunya dilarang beredar, dan di akhir hayatnya ia tetap menulis. Seolah-olah sebesar apapun rintangan yang dilaluinya tak membuat ia berhenti untuk menulis. Apakah Anda akan melakukan hal yang sama jika berada di posisi Pramoedya?
Baca juga: Teks Eksplanasi Adalah Kalimat Penjelasan, Benarkah? Ini Pengertian dan Ciri-cirinya!