Maestro Patung Asal Yogyakarta, Karya Tangan Dinginnya Tersebar Di Indonesia
Yogyakarta, HarianBernas.com – Nama Empu Ageng Soenarso mungkin kurang begitu dikenal. Bernama asli Edhi Soenarso, beliau adalah pematung legendaris yang telah meninggal dunia dalam usia 83 tahun tepatnya pada Senin, 4 Januari 2016 pukul 23.15 WIB di Jogja International Hospital.
Presiden Jokowii melalui akun twitternya, menyampaikan ucapan dukacita. “Kita semua berduka atas berpulangnya Empu Ageng Soenarso. Kita kehilangan seorang pematung nasional yang luar biasa, panutan, dan inspirasi generasi muda. Di setiap sudut tempat bersejarah di negeri ini, kita melihat karya beliau,” tulis Presiden Jokowi pada Selasa, (5/1/2016).
Baca juga: Rumah Joglo, Rumah Adat Jawa yang Memiliki Banyak Keunikan
Ada sangat banyak karyanya yang akrab dengan masyarakat Indonesia. Sebutlah misalnya Monumen Tugu Muda di Semarang, Monumen Pembebasan Irian Barat di Jakarta, Monumen Selamat Datang di Jakarta, Monumen Dirgantara di Jakarta, Monumen Kolonel Slamet Riyadi di Ambon, Monumen Jenderal Ahmad Yani di Bandung, Monumen Jenderal Gatot Subroto di Surakarta, Monumen Pahlawan Samudera Yos Sudarso di Surabaya, Monumen Pahlawan Samudera di Jakarta, Monumen Panglima Besar Sudirman di Mabes TNI adalah beberapa diantaranya yang menjadi karya-karyanya dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
Edhi Soenarso merupakan pemahat patung kepercayaan Soekarno dan belajar mematung saat menjalani masa-masa sebagai tawanan perang KNIL di Bandung saat usianya masih 14 tahun. Ia ditangkap pada Juni 1946 dan menghuni penjara Kebon Baru Bandung selama tiga tahun. Maklum, Edi Sunarso dikenal sebagai tentara di usianya yang masih belia–tujuh tahun. Ia merupakan salah satu pelempar granat saat serdadu NICA (Nederlandsch Indie Civil Administratie) masuk ke Indonesia selain sebagai kurir sekaligus mata-mata hingga jadi komandan sabotase di lima kantong perjuangan di Jawa Barat.
Lahir di Salatiga pada 2 Juli 1932, ia pernah menempuh pendidikan di ASRI (sekarang menjadi ISI) dan lulus pada tahun 1955 dan Kelabhawa Visva Bharati University Santiniketan, India dan lulus pada tahun 1957.
Menurut Kurator Anusapati, Edi merupakan sosok peletak dasar-dasar bagi seni patung modern Indonesia pada awal periode pertumbuhannya. Edhi Sunarso pernah mengadakan pameran tunggal bertajuk Retopeksi pada Jogja Gallery pada 14-24 Januari 2010. Pameran tunggal ini merupakan pameran napak tilas perjalanannya sebagai seniman patung sejak tahun 1950 sampai sekarang ini.
Pada saat bersamaan dengan pameran tunggalnya Institut Seni Indonesia (ISI) memberinya gelar Empu Ageng Seni atas jasa-jasanya sebagai pelopor seni patung modern Indonesia.
Sebuah pamerannya juga digagas pada tahun 2010 di Galeri Salihara Jakarta pada 2010 lalu berjudul The Monument. Hampir 20-an patung dan monumen karya Edhi Sunarso sepanjang tahun 1953 sampai tahun 2003 dihampar di beberapa sudut Salihara, roof top, dan di dalam Galeri Salihara. Di acara tersebut juga diluncurkan buku biografinya berjudul ‘Edhi Sunarso: Seniman Pejuang. ‘
Selain dikenal sebagai pematung, Edhi Soenarso juga menjadi dosen di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Karir dosennya sudah dimulai sejak tahun 1958 pada Akademi Kesenian Surakarta. Juga pernah menjadi Ketua Jurusan Seni Patung pada Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (ASRI).
Pada 1967-1981, Edhi Sunarso menjadi tenaga pengajar di (IKIP) Institut Kejuruan Ilmu Pendidikan Negeri Yogyakarta, pada tahun 1968-1984 sebagai pengajar merangkap asisten Ketua Bidang Akademik STSRI/ISI Yogyakarta, dan sebagai pengajar pada (ISI) Institut Seni Indonesia dan sebagai Sekretaris Senat.
Edhi Sunarso mendapat penghargaan dari pemerintah dengan dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma atas karya-karyanya pada tahun 2003.
Baca juga: Mengenal Keunikan Rumah Adat Jambi yang Memiliki Ukiran Eksotik