Berita Nasional Terpercaya

Duel Gladiator: Gambaran Kids Zaman Now yang Ingin Seperti Tokoh dalam Games

0

Bernas.id – Kasus duel gladiator kembali muncul dan menghiasi berita utama di beberapa media. Sudah ada dua kasus duel gladiator yang terjadi, akibatnya dua pelajar sekolah menengah atas tewas akibat duel gladiator tersebut. Duel gladiator tersebut bukan seperti perkelahian remaja atau tawuran yang sifatnya menyerang spontan. Tetapi, sudah direncanakan sebelumnya dan kedua pihak berjanji di satu lapangan untuk ?bertanding fisik?. Seperti halnya para gladiator di film laga atau warrior di games yang sering mereka mainkan. Apa yang sebenarnya dipikirkan para remaja tersebut hingga mereka berkeras hati untuk melakukan duel hidup atau mati?

Pada sebuah artikel yang diterbitkan oleh American Academy of Child and Adolescent Psychiatry menyatakan bahwa cara berpikir remaja berbeda dengan orang dewasa. Bagian otak amygdala, yang mengontrol reaksi terhadap ketakutan dan sifat agresif, berkembang lebih dahulu dibanding bagian otak yang lain. Sementara, otak bagian depan atau frontal lobe sebagai pengontrol akal dan  penalaran ternyata masih belum sempurna. Bagian otak yang mengatur untuk selalu berpikir dulu sebelum bertindak ini, masih harus berkembang hingga memasuki masa dewasa. Otak remaja juga sedang mengalami masa perubahan struktur jaringan syaraf dengan banyak tumbuh jaringan-jaringan baru. Itu sebabnya, sering terlihat remaja yang tidak kenal takut menerobos segala aturan dan ambil tindakan beresiko, tanpa memikirkan konsekuensi dari tindakan tersebut.

Memasuki masa remaja berarti anak mengalami masa pubertas. Saat dimana organ reproduksi mereka mulai berfungsi. Ada hormon baru yang mengubah fisik mereka serta mengontrol emosi mereka. Hormon baru ini juga yang membuat mereka tertarik kepada lawan jenisnya. Dalam salah sate artikel yang dikeluarkan oleh SUNY Medical Center di Amerika menunjukkan, bahwa tubuh akan memproduksi hormon THP yang bisa memberikan efek tenang pada anak-anak dan dewasa. Namun ternyata, hormon ini malah memberi efek berkebalikan pada remaja, membuat mereka lebih gelisah dan cemas. Sehingga, tidak heran mereka lebih rentan terkena pengaruh buruk dan berperilaku menyimpang untuk melampiaskan rasa gelisah dan cemasnya.

Di saat yang sama, orang tua di rumah menganggap masa remaja ini seperti dewasa mini. Memang mereka sedang beranjak menuju usia dewasa, namun belum sepenuhnya dewasa. Sering, mereka diberi tanggung jawab dan menuntut ekspektasi melebihi orang dewasa. Justru, di saat remaja, pendampingan orang tua harus ekstra sensitif dan hati-hati. Orang tua harus siap menerima ledakan-ledakan emosi dan agresif remaja yang bisa timbul kapan saja. Seperti halnya menggenggam seekor burung di antara jari-jari. Bila terlalu erat, burung bisa tercekik mati dan bila terlalu longgar, burung akan terbang lepas.

Kasus duel gladiator memang mengejutkan, yang bisa juga akibat efek dari permainan games yang menunjukkan adegan kekerasan, memberikan ide kepada remaja tentang konsep berani dan gagah. Menjadi warrior atau pejuang yang hebat adalah yang berhasil mengalahkan dan membuat tewas musuh-musuhnya. Namun, bukan berarti orang tua dan elemen masyarakat berhak memberi pelabelan buruk pada pihak-pihak yang terlibat. Keputusan hukum bagi pihak yang terlibat duel gladiator diharapkan tetap bisa memperhatikan hak anak. Tentunya dengan ekspektasi mereka akan kembali ke masyarakat menjadi pribadi yang lebih baik.

Leave A Reply

Your email address will not be published.