Berita Nasional Terpercaya

Lima Akibat Ketiadaan Sosok Ayah dalam Pengasuhan, Nomor 4 yang Paling Berbahaya!

0

Bernas.id – Beberapa ahli parenting mengungkapkan, bahwa negara kita tengah mengalami fatherless country. Walaupun keadaan ini sudah menjadi penyakit sosial di beberapa negara maju, namun kita semua bertanggungjawab untuk mencegah keadaan ini meluas di negara kita. Ketiadaan ayah tidak hanya dialami oleh anak yatim atau anak yang terlahir tanpa ayah. Namun ketiadaan ayah hakikatnya adalah ketika ayah hanya ada secara biologis namun tidak hadir secara psikologis di dalam jiwa anak. Fungsi ayah lambat laun menjadi dipersempit kepada dua hal yakni, memberi nafkah dan memberi izin untuk menikah. Sementara fungsi pengajaran atau transfer nilai-nilai kebaikan justru hilang yang mengakibatkan anak tak mendapatkan figur ayah dalam dirinya secara utuh.

Kenyataan ini berdasarkan fakta bahwa umumnya di masyarakat, anak berusia 0-2 tahun berada dalam pengasuhan ibu secara penuh. Bila anak diikutkan dalam pre-school maka 90% guru atau pendidik di sana adalah perempuan. Demikian juga saat anak memasuki usia TK-SD, maka mayoritas pendidik yang mereka temui adalah perempuan.

Jika diibaratkan burung yang terbang dengan dua sayap, ada satu sayapnya yang patah. Maka akibatnya, anak tak mampu untuk terbang tinggi ke angkasa. Beberapa dampak kerusakan psikologis yang diderita anak yang tidak mengenal ayahnya adalah maraknya fenomena cabe-cabean, LGBT, hingga munculnya tren wanita menggugat cerai suaminya. 

Di Amerika berdasarkan penelitian Wayne Parker yang dipublikasikan Marriage and Religion Research Institute, anak yang kehilangan sosok ayah berpotensi berperilaku menyimpang seperti 70% mengalami kenakalan remaja, 71% drop out dari sekolah, 85% gangguan perilaku, dan 63% bunuh diri.

Secara umum, akibat yang diderita anak yang kehilangan sosok ayah adalah sebagai berikut:

1. Rendahnya harga diri anak

Keterlibatan seorang ayah dalam pengasuhan akan mempengaruhi cara pandang anak terhadap dunia luar yang membuatnya cenderung lebih kokoh dan berani. Sebaliknya, tanpa kehadiran sosok ayah maka anak cenderung minder atau kurang percaya diri.

2. Bertingkah kekanak-kanakkan, lambat perkembangan psikisnya

Kebanyakan anak perkotaan mengalami hal ini. Secara fisik atau umur biologis mereka berbadan besar, namun jiwa mereka masih kekanak-kanakkan. Bahkan, Prof. Sarlito pernah mengungkapkan bahwa mahasiswa kita sekarang memiliki jiwa anak SMP.

3. Terlalu bergantung

Mandiri dan mampu mengambil keputusan yang tepat adalah sifat yang harus dimiliki seorang dewasa yang diperolehnya sejak kanak-kanak. Ketiadaan sifat ini bisa jadi dikarenakan kurangnya peran ayah dalam perkembangan jiwa anak.

4. Kesulitan menetapkan identitas seksual

Tanpa sosok ayah dan ibu maka anak berpotensi memiliki kecenderungan feminim atau hypermaskulin. Terjadinya perilaku seksual yang cenderung menyimpang. Di mana seorang anak lelaki cenderung feminim dan perempuan menjadi maskulin dan berujung kepada perilaku homoseksual.

5. Bagi anak perempuan, tanpa model peran ayah, setelah dewasa mereka akan sulit menentukan pasangan yang tepat untuk dirinya

Umumnya mereka merindukan perhatian laki-laki dan sulit mengontrol emosi. Mereka cenderung lebih mudah jatuh ke pelukan lelaki. Inilah awal dari fenomena cabe-cabean. Dan kemudian saat ia menikah cenderung salah dalam memilih laki-laki yang tepat untuk jadi suaminya, Atau kalaupun sudah menikah, saat konflik wanita yang tak punya sosok ayah dalam hidupnya cenderung memilih untuk menggugat cerai atau selingkuh dengan lelaki lain.

 

Anak-anak yang kehilangan ayah sebenarnya telah dirampas kebutuhan psikis, emosional, intelektual, dan ekonominya. Setiap anak memiliki hak untuk sosok ayah dan ibu secara utuh. Masyarakat akan terus tetap dalam keadaan krisis sampai para ayah mau turut berpartisipasi dalam pengasuhan anak-anak mereka.

Leave A Reply

Your email address will not be published.