Berita Nasional Terpercaya

Ada Pasar Mataram di Perayaan WBTB DIY di Bantul

0

Bernas.id – Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai daerah yang memiliki keragaman budaya nonfisik (intangible) yang tinggi atas unsur nilai budaya dan menjadi identitas bagi masyarakatnya, perlu adanya perhatian khusus dalam pelestariannya sebab warisan budaya tak benda ini merupakan faktor yang krusial dalam mempertahankan keragaman budaya dalam menghadapi globalisasi yang berkembang. Upaya pelestarian warisan budaya DIY, di dalam konteks keistimewaan DIY adalah mendukung upaya Gubernur Daerah lstimewa Yogyakarta dalam pernyataan visinya menggagas renaisans Yogyakarta, sebagai cita-cita luhur dengan mengedepankan basis budaya dalam pembangunan daerah.

Untuk itu, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengadakan Perayaan Warisan Budaya Tak Benda DIY yang akan dilaksanakan pada tanggal 12-14 Oktober 2018 di kawasan Desa Pleret dan Wonokromo, Kabupaten Bantul, DIY.

Warisan budaya tak benda (Intangible) meliputi tradisi atau ekspresi hidup, seperti tradisi lisan, seni penunjukan, praktek-praktek sosial, ritual, perayaan-perayaan, pengetahuan dan praktek mengenai alam dan semesta atau pengetahuan dan keterampilan untuk menghasilkan kerajinan tradisional. 

Pentingnya Warisan Budaya Tak Benda bukanlah terletak pada manifestasi budaya itu sendiri, melainkan kekayaan pengetahuan dan keterampilan yang ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya Proses regenerasi pengetahuan merupakan modal penting bagi pembangunan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan 

Salah satu upaya di dalam proses pelestarian dan pengembangan karya Warisan Budaya Tak Benda(WBTb) Daerah Istimewa Yogyakarta yang sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia adalah dengan proses sosialisasi dan pembelajaran bersama dalam kegiatan Perayaan Warisan Budaya Tak Benda DIY 2018.

Wakil Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Singgih Raharjo mengatakan Perayaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) DIY merupakan kegiatan pengenalan WBTB yang sudah bersertifikat ke masyarakat. “Intinya mensosialisasikan dan mengenalkan warisan budaya tak benda. Di tahun 2017 kemarin, ada 18 WBTB yang sudah bersertifikat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,” jelasnya ketika konferensi pers di Ruang Bima, Dinas Kebudayaan DIY, Jumat 5 Oktober 2018.

“Tahun 2018 ini, DIY mendapatkan 27 sertifikat dari Kemendikbud sehingga totalnya 64 sertifikat WBTB sehingga DIY mendapatkan predikat sebagai propinsi dengan sertifikat WBTB terbanyak,” imbuhnya.

Menurut Singgih, tujuan pengusulan sertifikat ini untuk melestarikan kebudayaan DIY berupa benda dan tak benda. “Mengusulkan sertifikat karena pasti ingin melestarikan supaya warisan budaya tidak punah,” imbuhnya.

“Untuk itu, nantinya sertifikat itu akan diserahkan ke Pemerintah DIY. Kalau dipegang pemerintah DIY akan bisa mengajak masyarakat untuk melestarikan warisan budaya tak benda dan melakukan budaya seperti ritual lampah budaya Mubeng Beteng,” tambahnya.

Singgih mencontohkan misalnya Bakpia yang sudah diberikan sertifikat WBTB, ternyata sertifikat itu bisa memberikan nilai lebih ke bakpia yang ternyata muncul sejak zaman dahulu hingga sekarang. “Selain itu, kita ingin meneguhkan bahwa yang kita usulkan itu benar-benar menjadi identitas dari DIY karena banyaknya klaim yang mengakui aktivitas budaya. Contoh lain, Tayub Jogja memiliki ciri khas tersendiri daripada yang pesisir,” ujarnya.

Dalam perayaan WBTB DIY nanti, sebut Singgih, juga akan dilakukan penyerahan secara simbolis sertifikat warisan budaya tak benda kepada walikota, bupati dan gubernur. “Tujuannya, agar pemerintah ikut berkolaborasi memelihara, melestarikan, dan mengembangkan warisan tak benda. Misal, geplak hanya dikenal memiliki satu rasa, lalu bisa dikembangkan aneka rasa. Ujungnya nanti, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.

Dengan adanya sertifikat WBTB ini, Singgih mengajak daerah untuk menggali potensi masing-masing guna mencari warisan budaya tak benda karena tahapan sertifikat WBTB ini,l cukup panjang dan harus ada kajiannya, seperti memang ciri khas daerah tersebut, diterima masyarakat luas, dan harus punya nilai

Dalam perayaan WBTB nanti, Singgih juga menyatakan bahwa tidak hanya perform kebudayaan saja di sana, tapi ada workshop, misal membuat gerabah kasongan. “Betul-betul menjadi sarana edukasi dan destinasi wisata minat khusus,” pungkasnya.

Tema yang dipilih adalah Golong Gilig Mataram, bermakna hubungan yang kuat dan saling mendukung antara budaya yang berasal dari masyarakat maupun dari Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Puro Pakualaman. Kata Mataram merujuk pada lokasi perayaan yang berada di Kawasan Desa Pleret dan Wonokromo yang merupakan cikal bakal Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin oleh Sultan Agung.

Sedangkan, Aryanto Hendro, staf Tata Nilai IPTEK Dinas Kebudayaan DIY mengatakan usaha perlindungan terhadap WBTB ini sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 2013 dengan melakukan pencatatan dan penetapan.

“Tahun 2018, ada 64 sertifikat dari WBTB dari Yogyakarta. Tanggal 10 Oktober nanti akan dilakukan penyerahan 27 sertifikat WBTB dari Kemendikbud ke DIY,” imbuhnya.

Alasan dipilihnya Desa Plered dan Wonokromo, Aryanto menyebut bahwa kawasan di sana memiliki banyak warisan budaya benda, misal Plered bekas kerajaan Mataram.

Aryanto juga mengatakan tidak akan menggunakan bangunan Pemerintah karena terkait dengan pendekatan perayaan WBTB DIY sendiri yang bersifat publikatif, memberdayakan masyarakat, dan rekreatif. Nanti, di sana ada pameran WBTB dan pameran temuan-temuan badan arkeologi selama melakukan kajian di Plered. “Di Pasar Wulang Glugut nanti akan menyajikan kuliner wedang uwuh, bakpia, gudeg sehingga menghadirkan pasar zaman Mataraman,” tutupnya. (jat)

Leave A Reply

Your email address will not be published.